Happy reading...
🌿
Cicitan burung yang saling bersahutan mengusik tidur Annisa. Remaja berparas ayu itu mengerjap lalu tak lama ia terperanjat. Terduduk sambil menatap bingung ruangan yang kini ditempatinya.
Annisa mencoba mengingat kejadian hingga ia sampai di sini. Namun yang ada, ia merasa agak pusing dan memijat pelan pelipisnya.
"Di mana ini? Astagfiruillah, apa jangan-jangan aku diculik?" Gumamnya.
Seketika ia merasa takut. Segera Nisa turun dari tempat tidur dan membuka gorden. Annisa tertegun melihat taman yang terlihat indah. Di sana juga ada seorang wanita yang sedang menyiram tanaman dan bunga-bunganya yang memanjakan mata.
"Ini rumah siapa?" Gumamnya lagi.
Annisa pun teringat pada almarhumah ibunya. Ia ingat benar semalam tidur ditemani Bi Titin. Dan...
"Buka pintu."
Kini ia ingat, semalam membukakan pintu untuk seorang pria. Dan setelah bertanya, "Bapak, siapa?" Ia tidak ingat apa-apa lagi.
"Itu artinya, aku diculik pria yang semalam datang? Tapi kan kalo diculik biasanya disekap di gudang lama, atau rumah tua. Ini rumahnya bagus," gumam Nisa.
Bersamaan dengan itu, Nisa dikejutkan oleh suara pintu yang dibuka. Seorang wanita paruh baya masuk dengan nampan berisi segelas susu dan roti.
"Sudah bangun, Nak?" Sapanya.
"I-ibu siapa? Dan ini, rumah siapa?" tanya Nisa ragu.
"Panggil saja ibu ini 'bibi'. Ini kediaman Tuan Adisurya. Ayo sini, sarapan dulu." Ajaknya.
Dengan ragu Annisa menghampiri wanita yang meminta dipanggil 'bibi' itu. Bibi menarik kursi dan mempersilahkan Annisa untuk duduk.
"Nama saya Annisa. Bibi, siapa namanya?"
"Bi Susi. Panggil saja begitu." Sahutnya datar.
"Bi, untuk apa saya diculik ke rumah ini?"
"Diculik?" Bi Susi terlihat heran.
"Iya. Tadi malam saya masih berada di rumah, dan sekarang saya ada di sini. Saya juga tidak ingat saat perjalanan ke tempat ini. Begitu kan diculik," tutur Annisa polos.
Bi Susi hanya tersenyum tipis sambil menatap lekat wajah remaja di hadapannya. Kemudian tertunduk dan berpamitan.
Sebelum menutup rapat pintu kamar itu, sekali lagi Bi Susi menatap Annisa yang sedang meneguk susu hangat yang dibawanya.
"Selamat datang di rumah..." Batinnya.
***
Seorang wanita yang baru selesai dengan riasan sederhananya melangkah keluar dari walk-in closet. Ia merasa bingung melihat suaminya sedang berdiri di teras dengan kedua tangan yang di masukkan ke saku celana.
"Mas, sarapan yuk." Ajaknya.
"Kamu duluan saja. Sebentar lagi aku menyusul." Sahutnya datar.
"Rianti, buatkan aku kopi ya. Katakan pada Bibi untuk membawa anak itu menghadapku."
"Anak? Anak siapa?"
"Kamu lupa ya. Aku pernah bilang akan membawa anak saudara Mang Asep ke rumah ini. Kasihan dia yatim piatu," sahut Adisurya.
"Terserah Mas Adi saja. Rianti ke bawah ya."
Adisurya mengangguk pelan sambil tersenyum. Senyum itu memudar seiring pintu yang ditutup. Ia kembali menatap kamar yang berada di ujung taman balakang rumahnya. Perasaannya kini berkecamuk lagi. Susah payah ia berusaha mengendalikan agar tidak terlihat oleh anak-anak dan istrinya.
***
Di ruang makan, Rianti menyajikan kopi untuk suaminya. Bi Susi datang dengan menu sarapan keluarga itu pagi ini.
"Bi, siapa itu namanya keponakan bibi?"
"Keponakan?" gumam Bi Susi.
"Itu loh, anak yang katanya tadi malam datang. Keponakan Mang Asep kan?"
"Oh i-itu. Mmm Nisa, Nyonya."
"Suruh dia ke sini, Tuan ingin bertemu. Tapi nanti ya, setelah sarapan. Saya nggak mau kedatangan dia nantinya merusak suasana pagi ini. Orang desa kan biasanya kampungan." Decihnya.
Bi Susi mengangguk pelan, lalu pamit ke belakang.
"Siapa, Ma?" tanya Raydita yang baru saja tiba di ruangan itu.
"Keponakan Bibi. Han, Ehan! Sudah bangun belum? Ke sini sarapan, Sayang." Serunya.
Adisurya terlihat menuruni tangga. Melihat ayahnya, Dita segera menghampiri dan bergelayut manja di lengannya.
"Pa, hari ini kita jadi pergi kan?"
"Jadi dong. Apa yang enggak untuk kamu, Sayang." Sahutnya sambil mengusap pucuk kepala Raydita.
"Terima kasih, Pa."
Adisurya mengangguk dan meminta Dita memanggil Rayhan, kakaknya. Kebiasaan dalam keluarga itu, mereka selalu menikmati makan dengan pormasi keluarga yang lengkap.
"Sudah bilang sama bibi?"
"Sudah. Tapi nanti saja, setelah kita selesai sarapan. Sini, Sayang!" Rianti nampak senang melihat kedua anaknya sudah berkumpul bersama. Dengan wajah yang terlihat masih mengantuk, Rayhan mulai sarapannya.
"Kamu ikut nggak, Han?" tanya Papa Adi.
"Kemana, Pa? Malas ah," sahut Rayhan pelan.
"Ke villa, Kak. Ikut dong, Kak. Di sana kan seru," sahut Dita.
"Iya, Han. Agas juga ikut," ujar Mama Rianti.
"Kalau begitu sekalian sama Raka ya, Ma. Biar lebih seru," pinta Rayhan.
"Boleh. Iya kan, Pa?" Rianti menoleh pada suaminya. Papa Adi mengangguk sambil menyesap kopi hitamnya.
"Di sana kita berapa malam, Pa?" tanya Dita antusias.
"Terserah mama kalian. Oh iya, papa juga akan mengajak Nisa."
"Nisa? Siapa dia, Pa?" Dita mengernyitkan keningnya dan menoleh pada kakaknya. Rayhan yang juga tidak tahu apa-apa hanya mangangkat pelan bahunya.
"Pa, nanti aja kenapa sih? Kita baru mulai nih sarapannya. Mama males deh, hilang selera makan mama nanti." Dengan wajah yang ditekuk Rianti menyuapkan sarapannya.
"Iya, nanti setelah sarapan papa akan kenalkan pada kalian."
"Siapa sih, Ma? Memangnya kenapa?" Dita terlihat bingung, sementara Rayhan nampak tak acuh dan malas untuk menanggapinya.
"Dia dari kampung. Mama heran, kenapa harus dikenalkan segala sih, Pa? Dia akan jadi pelayan di rumah ini, jadi ya sudah suruh saja dia bekerja. Kalau dikenalkan nanti dia ngelunjak," protes Rianti.
"Idih, Papa. Nggak level banget mesti kenalan sama orang kampungan," decih Dita sambil bergidik.
"Dia di sini bukan untuk bekerja. Tapi untuk melanjutkan sekolah," ujar Papa Adi datar.
"Apa, sekolah?" Dita dan Rianti terkejut dengan penuturan Adisurya. Keduanya saling menatap bingung sekaligus heran.
"Maksud papa, kita akan menyekolahkan dia?" tanya Rianti.
"Iya. Dia akan sekolah di sekolah yang sama dengan kalian." Ucapnya pada kedua anaknya.
"Hah! Yang benar, Pa?" Kali ini Rayhan mulai terlihat bereaksi. Terlihat jelas dari raut wajahnya jika ia tidak setuju dengan keputusan sang papa.
"Habiskan makanan kalian, nanti kita lanjutkan pembicaraannya." Adisurya bukan tidak menyadari ketidak sukaan yang terpancar dari wajah istri dan anak-anaknya. Namun kali ini, ia mencoba untuk memutuskannya sendiri.
Dengan ragu, Annisa mengikuti langkah Bi Susi. Ia menundukkan pandangannya saat menyadari beberapa pasang mata dari mereka yang sedang menjalankan pekerjaan mengarah pada dirinya.
"Mau apa ya kira-kira Tuan itu ingin bertemu denganku? Apa dia akan memberiku pekerjaan? Apa aku akan bekerja di rumah ini?" Batinnya.
"Silahkan masuk." Bi Susi mempersilahkan Nisa masuk karena pintu memang sudah terbuka.
Annisa mengangguk pelan, dan sesaat tertegun masih dengan kepalanya yang tertunduk. Menatap lantai rumah yang nampak mengkilat, ia sudah bisa membayangkan seperti apa isi rumah besar ini. Pastinya mewah dengan segala hal yang terlihat wah.
Di sisi lain, dari ruang keluarga, Rianti menatap sinis pada anak perempuan lusuh yang berjalan mengarahnya. Dari tatapannya terlihat jelas rasa jijik yang teramat melihat penampilan anak itu.
Lain halnya dengan kedua anaknya. Melihat Annisa, Rayhan dan adiknya saling menatap penuh arti disertai seringaian di wajah mereka.
"Heh, mangsa empuk nih." Rayhan bersorak dalam hatinya.
_bersambung_
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 184 Episodes
Comments
Hertjina Saselah
jgn jgn yg raydita itu cuma anak angkat ya terus yg anak kandung pak surya itu yg anisa
2021-08-24
0
Rhina sri
kasian nisa ternyata mereka pada gk suka sm nisa
2021-07-31
0
piyak 🐣🐣
jangan2 Nisa anknya pak Andi surya,,,
wah si Reyhan udah merencanakan sesuatu itu,,, pada gak suka sama Nisa,,,
lnjut mbk el,, 💪💪💪
2021-04-24
2