Happy reading ....
Selama perjalanan ke sekolah, Raydita tak segan memperlihatkan kekesalannya. Berkali-kali remaja berkulit putih itu berdecih. Papa Adi hanya tersenyum melihatnya dari kaca spion dalam mobil yang dikemudikannya.
Mereka pun tiba di sekolah. Sekolah bertaraf internasional yang merupakan tempat Rayhan mengenyam pendidikan. Dalam hati, Annisa berdecak kagum tiada henti. Bangunan megah dengan arsitektur yang memanjakan mata.
Di tempat parkir itu, dua motor menepi. Motor yang ditunggangi Raka dan juga Ghaisan. Biasanya, Rayhan juga mengendarai motornya ke sekolah. Namun karena hari ini Papa Adi yang mengantar, mau tak mau ia ikut naik mobil papanya.
"Ray, Lo nggak bawa motor? Jangan bilang Lo bakalan jadi anak mama yang diantar jemput sama supir," kelakar Raka saat Rayhan menghampirinya.
"Nggak lah. Besok gue bawa motor. Ini karena papa aja yang nganter. Motor Lo makin cakep aja, Gas. Siap-siap buat gue ya."
"Enak aja. Pe-de banget Lo," sahut Agas sambil turun dari motornya.
"Jadi dong taruhan kita," ujar Raka dengan isyarat mata tertuju pada Annisa.
"Heh, siapa takut," seringai Ghasian.
"Asik, gitu dong." Raka dan Rayhan pun ber-tos ria.
Rayhan dan teman-temanya menghampiri Adisurya. Setelah menyapa, mereka pun berpamitan untuk menemui teman-teman lainnya.
"Ayo, Pa! Dita mau nyari teman-teman Dita."
"Iya, ayo Nisa."
Dengan canggung Nisa mengekor di belakang Ayah Adi dan Dita. Celingukan melihat orang-orang yang berlalu lalang di sana. Banyak orang tua murid yang datang ke sekolah. Seperti halnya Adisurya yang sengaja mengantar anaknya di hari pertama sekolah.
Ditilik dari kendaraan yang berjejer di temoat parkir, dan juga penampilan mereka, dapat di pastikan mereka semua dari kalangan atas. Sesaat, hati Annisa menciut membayangkan akan dijauhi oleh teman-temannya.
"Nisa. Ayo dong Nak, semangat. Kita ke kelas kamu dan Dita," ajak Adisurya yang menoleh ke belakang melihat Nisa yang tertinggal.
Annisa mempercepat langkahnya. Diiringi tatapan Dita yang menatap jijik padanya.
"Tuan Adisurya! Kebetulan yang baik bertemu anda di tempat ini." Seorang pria menyapa Adisurya. Mereka pun berbincang sebentar.
"Selamat pagi, Nona. Putri Tuan Adisurya manis ya. Boleh saya berkenalan, Nona?" ujar pria yang terlihat lebih tua dari Adisurya itu sambil mengulurkan tangan pada Annisa.
Annisa terkesiap. Pria itu salah mengenalinya. Sementara Raydita sudah siap akan melakukan penyanggahan, namun didahului oleh papanya.
"Tahun ini dua putri saya yang bersekolah di sini, Pak."
"Oh iya. Maaf, saya lupa."
"Perkenalkan, Pak. Ini Raydita Adisurya dan ini Annisa Putri Adisurya. Anak-anak, Pak Thomas adalah wakil kepala sekolah di sekolah kalian ini. Kalian di sini memanggilnya Mister."
Sejak kapan namaku berubah? batin Nisa. Karena namanya hanyalah Annisa Putri, tanpa nama belakang Adisurya.
Annisa mencium punggung tangan Mr. Thomas. Sementara Raydita yang kesal karena pria itu salah mengenalinya, bersalaman dengan raut wajah yang datar.
Mr. Thomas menemani mereka menuju kelas Dita dan Nisa. Di sekolah itu, masa orientasi siswa baru untuk pengenalan lingkungan sekolah ditiadakan. Jika siswa atau orang tua ingin mengetahui sesuatu tentang sekolah, ada guru pembantu yang siap memberi tahu.
"Ini kelasnya, Tuan. Saya permisi dulu. Kebetulan saya harus meninjau anak-anak di lantai atas." Pamitnya.
"Silahkan. Terima kasih."
"Sama-sama. Semoga kalian senang bersekolah di sini, Nona-nona. Sampai jumpa."
Annisa mengangguk dengan senyumnya. Sedangkan Raydita mengintip dari jendela, mencari teman-temannya di tingkat SLTP.
"Hai, Dita!" seru dua orang remaja putri dengan riangnya.
Raydita menoleh dan terlihat senang menyapa dua temannya itu. Mereka adalah Amel dan Tasya, sahabat Raydita.
"Halo, Om."
"Halo juga. Dita pasti senang ya bersama kalian lagi."
"Iya dong, Om. Kita juga senang," sahut Amel.
"Oh iya. Kenalkan, ini saudari Dita. Namanya Annisa, kalian akan satu kelas, jadi berteman ya."
Amel dan Tasya nampak bingung. Mereka tidak pernah tahu Raydita memiliki saudara selain Rayhan, kakaknya. Terlebih Raydita mendelikkan mata pertanda tak suka.
"Hai, gue Amel."
"Gue, Tasya."
"Saya, Nisa."
Mau tak mau keduanya bersalaman dengan Annisa. Selanjutnya, Dita melambaikan tangannya dan mengajak teman-temannya masuk ke dalam kelas.
"Nisa, masuklah. Sebentar lagi guru kelas akan datang. Ayah harus pulang, mau berangkat ke kantor."
"Iya, Yah. Terima kasih. Nisa masuk dulu," pamit Nisa sambil melambaikan tangannya.
Adisurya berlalu meninggalkan tempat itu. Diperhatikannya setiap bagian dari sekolah tersebut. Senyum tipis terlihat manakala tatapannya tertuju pada anak-anak yang bersenda gurau dengan riangnya.
Di dalam kelas, Nisa merasa ragu sekaligus bingung. Anak-anak di kelas itu sibuk mengobrol dengan teman mereka dan tak menghiraukan kehadirannya. Termasuk juga Raydita.
Tatapan Annisa terarah pada salah satu kursi kosong di bagian sisi di dekat jendela. Ia pun mengarahkan langkahnya ke sana.
"Ups, maaf." Seorang siswi perempuan berhijab tanpa sengaja menyenggol Annisa. Siswi tersebut nampaknya ingin duduk di barisan itu juga.
"Aku duduk di sini, kamu di situ ya." Ujarnya.
Annisa mengangguk dengan senyumannya yang kikuk. Ia duduk di kursi yang berada tepat di belakang siswi tadi.
"Duduk dekat jendela enak ya. Udaranya segar, walaupun terkadang bikin ngantuk juga, haha." Kelakarnya.
"I-iya. Hehe," angguk Annisa ragu.
"Namaku Istiqomah. Biasa dipanggil Isti, nama kamu siapa?" tanya Isti ramah sambil mengulurkan tangannya mengajak bersalaman.
"Namaku Annisa, panggil saja Nisa." Sahutnya sambil menyambut uluran tangan Isti.
"Hai, Nisa. Kita berteman?"
"Tentu," angguk Nisa cepat dengan perasaan senang. Dalam hati Annisa bersyukur mendapat teman baru. Jika diperhatikan, Isti sosok yang menyenangkan.
Di sisi lain kelas itu, Raydita dan teman-temannya sedang tergelak. Mereka sedang menceritakan bagaimana menghabiskan masa liburan.
"Dit. Kok gue baru tahu, Lo punya saudara selain kak Ray. Saudara apa? Sepupu atau apa?" tanya Tasya bingung.
"Dia bukan saudara gue. Dia pembokat yang disekolahin sama papa." Sahutnya malas.
"Oh. Kok bisa dia sekolah di sini?"
"Nggak tahu lah, malas gue ngebahas dia." Raydita sekilas menoleh pada Annisa. Di saat yang sama, Nisa juga sedang melihat ke arahnya. Dita mendelik sekaligus merasa jengah. Dia tidak pernah bermimpi punya saudari apalagi seperti Annisa.
Diakuinya, penampilan Annisa tidak seudik seperti pertama kali Dita melihatnya. Kulitnya yang kuning langsat terlihat bersih nyaris tanpa cela. Senyum Nisa juga manis, membuat yang melihatnya terpesona.
Tapi Dita tetap tak suka. Kehadiran Annisa mengalihkan sebagian perhatian papanya. Bahkan dengan jelas, Papa Adi menyematkan namanya di belakang nama Annisa. Sebenarnya siapa Annisa? Mengapa Dita merasa Papa Adi mengistimewakannya?
"Huft, syukurlah. Aku kira udah ada guru." Seorang siswa masuk dengan nafas terengah. Tatapannya langsung tertuju pada kursi kosong di pojok dekat jendela. Saat ia hendak terduduk, keningnya berkerut melihat siswi yang sedang melihat ke luar jendela.
"Hei, kamu Nisa kan?" Tanyanya sambil menelisik siswi yang terduduk di depan kursinya.
Annisa menoleh, sesaat ia terkesiap melihat siswa yang kini memberinya tatapan bahagia.
"Yuda?"
_bersambung_
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 184 Episodes
Comments
Lisbet Banjarnahor
ihh geram bagat lihat kelakuan nya si Dita
kalau bukan karena keegoisan mamanya itu dia yang dalam posisi itu
ihhh bikin emosi aja
pengen bangat aku pukul
namun sayang
untung hanya cerita 😠😠😠😠😠😠😠😠😠😠😠😠😠😠😠😠😠😠😠😠😠😠😠😠😠😠😠😠😠😠😠😠😠😠
2021-08-12
1
Rhina sri
waah yuda satu kelas juga sm nisa... yuda pepet trs nisa😆
2021-07-31
0
ɾιɳι🖤
cinta pada pandangan pertama 😂
2021-07-20
0