" Aaaaaa." Jerit Nana. Sebelum terduduk lemas dilantai.
Jantung Nana seakan ingin meloncat karna kaget, saat matanya melihat tulisan nama yang muncul dilayar ponsel. " Jangan diangkat " begitu Nana menyimpan nomor yang sedang menghubunginnya.
" Nana kenapa?" May yang penuh perhatian ikut terduduk disamping Nana, karna hawatir kalau-kalau sakit maag Nana sedang kambuh.
" Siapa sih yang telfon?" Renata.
" Kenapa, Dek?" Naila.
Ucap mereka secara beruntun. Namun Nana hanya menggelengkan kepala dan memaksakan senyumnya pada mereka yang sedang menghawatirkannya.
Aaaaaa. Kenapa telfon disaat begini sih ! Aku belum siap... Nana terlihat gelisah dalam poisinya yang masih terduduk.
Melihat Nana masih terdiam, Naila meraih ponsel milik Nana yang masih berbunyi. Nana tersentak, melihat ponselnya yang sudah berpindah tangan. Naila mengintip kelayar ponsel Nana, untuk melihat siapa yang menelfon. Sampai membuat Nana begitu gelisah.
" Jangan diangkat, Mbak!" Teriak Nana, karna Naila memang suka iseng.
" Jangan di angkat !?" Naila tidak sedang menirukan ucapan Nana. Namun itu adalah nama yang Ia baca dari layar ponsel Nana yang menyala. " Siapa, dek? Kok namanya jangan di angkat ? " Naila nenjadi heboh.
Bukannya membantu Nana untuk berdiri, May dan Renata malah menghampiri Naila yang berdiri agak menjauh dari tempat Nana terduduk. Karna mereka juga merasa penasaran dengan apa yang sedang dilihat oleh Naila.
Nggak mungkin kan aku bilang kalau itu calon suamiku. Yang ada aku bakal jadi bahan tertawaan kalian. Diumur segini punya calon suami yang sudah berumur pula. Nasib... nasib...
Nana memang belum pernah bertatap muka dengan Zen. Membuatnya tidak mengetahui pasti bagaimana wajah Zen sebenarnya. Namun dalam benak Nana, Ia menggambarkan Zen sebagai laki-laki tua dengan kumis lebat dan memiliki kulit yang sangat gelap. Karna yang dia tahu, Zen kesehariannya bekerja ditambak seperti Ayah Nana. Jadi singkatnya, Zen bukanlah calon suami yang dapat Ia pamerkan pada teman-temannya.
***
Meski sudah berada didalam kelas, pikiran Nana seperti masih tertinggal di luar. Hanya dengan satu panggilan dari "jangan diangkat" sudah mebuatnya tidak dapat berkonsentrasi belajar.
" Adek..." Chat masuk dari Azam.
" Dalem..." Nana membalas menggunakan bahasa jawa halus untuk membalas panggilan dari Azam.
Ini sudah menjadi kebiasaan Azam saat di dalam kelas, selama hampir satu semester ini. Tidak peduli ada atau tidaknya dosen di dalam kelas, Azam tetap melakukannya. Ya karna Nananya juga sih yang kegatelan, karna selalu membalas chat yang masuk. Namun hal itu sama sekali tidak mengganggu kegiatan belajar Nana.
" Tadi adek didepan kelas kenapa?" Azam yang sudah menahan diri untuk tidak bertanya langsung.
" Memang tadi aku kenapa?" Nana mengingat-ingat. Oh... pasti masalah telfon tadi.
Seketika "jangan diangkat" terlintas kembali diingatan Nana. Hingga rasa gelisah yang sempat terlupa muncul lagi.
Akhirnya dia menghubungi aku. Tapi dia mau ngomong apa ya kira-kira? Mempertanyakan alasan Zen telfon.
" Kok malah melamun?" Chat Azam lagi yang tak sabar menunggu balasan Nana.
Nana menoleh ketempat duduk Azam, yang ternyata Azam juga sedang menatap kearahnya. Hingga tidak terelakan lagi dua pasang mata merekapun bertemu. Azam melempar senyuman pada Nana sebelum Nana berpaling.
Kuatkan hatimu, Na...! Jangan sampai tergoda. Beralih memandang Pak dosen.
Terlintas lagi nama "jangan diangkat". Karna kesal Nanapun menggebrak tembok yang berada disampingnya. Maksud hati sih ingin menggebrak meja, namun saat dia mau melakukannya akal sehatnya berkata, Kamu mau bikin gaduh kelas? Mau, cari perkara sama pak dosen? Nanapun mengalihkan kepalan tangannya pada tembok. Kan yang penting kekesalannya dapat tersalurkan.
Jangan diangkat lagi ! Jangan diangkat lagi ! Emang apasih salahku, sampai nama itu gentayangin aku terus. Nana memarah pada tembok.
***
Karna Nana tidak pernah pulang. Hafid juga Firman silih berganti menjenguknya dirumah kost. Terkadang mereka datang membawa makanan buatan Ibu. Karna tidak ada yang mengawasi, Ibu selalu dibuat hawatir dengan pola makan Nana.
Bukanya menanyakan keadaan Nana, Firman yang sedang mengunjunginya malah asyik membicarakan tentang Zen. Yang membuat Nana mengingat kembali beban hidup yang ingin dia lupakan meski sejenak.
Saat Firman pergi ke kamar mandi, Nana yang melihat ponsel Firman tergeletak dimeja ruang tamu, menjadi iseng untuk melihat isi kontak telpon ponsel Firman. Dan dia menemukan apa yang memang dia cari, apa lagi kalau bukan kontak telpon milik Zen.
Buru-buru Nana mencatat kontak telpon Zen di ponsel miliknya, sebelum kepergok Firman.
Kasih nama apa ya? Biar gak ketahuan. Nana berpikir serius mengingat kelakuhan kakak-kakaknya yang suka iseng menggledah isi ponselnya.
" Jangan diangkat " begitu Nana mengetik dengan cepat. Yang penting kesimpan dulu begitu pikir Nana, karna Firman sudah berada disampingnya. Jadi tidak ada waktu lagi untuk memikirkan nama lain.
Paling nggak, kalau dek Zen mau ngerjain atau ngetest kesetianku, aku kan udah punya nomornya jadi gak bakalan kemakan deh ! hahaha. Tawa jahat memenuhi ruang pikir Nana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
Sisti Yanti
Duh gimana menggoda calon imam.. Ketemu aja ga pernah
2020-03-12
5