Calon Imam Pilihan
Ini adalah hari yang di nantikan Nana selama enam tahun terakhir. Dimana dia bisa puas untuk bermanja-manja dengan kedua orang tuanya yang begitu dia sayangi. Dan terutama dapat terbebas dari semua aturan yang membelenggunya selama enam tahun tinggal bersama Kakak pertamanya, di Lampung. Jauh sekali dari kampung halaman Nana.
Jarum jam di loket bus menunjuk angka satu siang, saat mereka tiba di terminal bus kota Metro, setelah berkendara cukup jauh.
" Nana pamit ya mas..." Mencium punggung tangan Kakak pertamanya. " Ma'af... kalau selama ini Adek sudah merepotkan." Mata Nana berkaca-kaca merasa haru dengan kata-katanya sendiri.
" Ma'afin Mas juga kalau ada salah kata atau perbuatan Mas yang menyakiti Adek. Mas do'akan, semoga apa yang dicita-citakan Adek disana bisa tercapai. Salam buat Bapak sama Ibu ya..." Ucap Rahmat untuk melepas adik perempuan satu-satunya itu untuk kembali ke kampung halaman.
Rahmat memalingkan muka kearah berlawanan dari tempat Nana dan istrinya berpelukan, karna butiran air tiba-tiba mencuat dari kedua matanya, Ternyata kamu sudah besar ya Dek... ! Waktu cepat banget berlalu, seperti baru kemarin Sholeh mengantarmu ketempat tinggal Mas. Dan seperti baru kemarin juga kamu jadi anak SMP, dan sekarang kamu sudah mau jadi anak kuliahan.
" Makasih untuk semuanya ya, Mbak..." Nana mencium punggung tangan kakak iparnya. Tanpa berucap sepatah katapun, kakak ipar memeluknya erat. Suara tangis yang terdengar menyayat hati seperti sudah mewakili ucapan selamat tinggal untuk Nana.
Rahmat tersentak, saat menyadari bahwa jagoan kecil disampingnya sedang mengamatinya. Mendongak kepala kearahnya sambil tersenyum mengejek, karna melihat dirinya mengusap kedua mata untuk mengusir kesedihan.
" Kenapa, Nak..?" Rahmat bertanya pada jagoan kecilnya untuk menutupi perasaan malu.
" Gak papa lho, Bah... cuma mau nontonin Abah nangis aja !" Jawaban polos dari bocah berumur tiga tahun itu.
Speaker di terminal bersuara, " Pengumuman untuk para penumpang bus X, jurusan Metro - Semarang dimohon segera memasuki bus. Karna bus akan segera diberangkatkan."
" Itu busnya udah mau jalan." Setelah mendengar pengumuman. " Bulek pamit ya?" Ucapnya sambil peluk dan cium pipi anak pertama Rahmat, yang menjadi pendiam setibanya di terminal.
Dalam pelukan Nana, tangis Himma pun pecah. Kedekatannya dengan Nana sejak masih balita, membuatnya sangat sedih dengan kepergian Nana. Selama ini Nana selalu ada bersamanya. Menemani tidur, belajar, mandi dan semuanya. Lalu siapa yang akan mengisi hari-harinya jika Nana tidak ada. Begitu kira-kira yang dirasakan bocah yang baru saja lulus dari taman kanak-kanak itu.
" Ini untuk Bulek." Himma menyodorkan gelang mainan pada Nana. Setelah Nana melepaskan pelukan darinya.
" Terima kasih ya." Memegang pipi Himma. Kemudian berucap lagi, " Udah jangan nangis, nanti bulek jadi sedih." Himma mengangguk, meski air matanya masih terus mengucur.
" Hallo bos kecil..." Nana beralih pada jagoan kecil Rahmat yang digadang-gadang menjadi anak bungsu, sesuai anjuran pemerintah. Nana mengajak tos Alfa, dan disambuat antusias oleh bocah itu. " Mau peluk?" Nana memberikan tawaran sambil meregangkan kedua tangan dan membungkukan tubuh, mengimbangi tinggi badan Alfa.
" Dikit aja ya!" Alfa yang jual mahal, menghamburkan diri kepelukan Nana. Membuat Rahmat dan lainnya yang juga bersedih dengan kepergian Nana, menjadi tertawa melihat sikap Alfa ini.
" Sampai ketemu lagi di rumah Embah jawa ya?" Nana melambaikan tangan, berjalan memasuki bus. Mengakhiri drama perpisahan yang tercipta dengan alami.
" Oke bulek Nana sayang." Alfa juga membalas lambaian tangan Nana seperti kakak dan orang tuanya. " Emmmuaaachhh." Bahkan memberikan bonus kissbye untuk Nana.
Didalam bus yang sudah mulai bergerak, Nana menempati tempat duduk dekat jendela. Sehingga dapat melihat kakak dan keponakannya melambaikan tangan dengan senyum yang dipaksakan, kecuali Alfa yang hanya memiliki keceriaan dihidupnya.
Bapak Ibu Nana pulang... Bus melaju dengan cepat meninggalkan terminal dan juga keluarganya disana.
Bunyi ponsel berdering nyaring, membuyarkan kantuk yang menerpanya. Yang baru disadari belakangan, merupakan dering ponsel miliknya sendiri.
Buru-buru dia menggledah tas punggung yang berada dipangkuannya, mencari keberadaan ponsel yang masih berdering dengan nyaring.
Dari mas Sholeh. Melihat tulisan dilayar ponsel.
" Assalamu'alaikum, Mas..." Sapa manja Nana pada Kakak dengan nomor urut dua.
" Wa'alaikum salam. Adek, udah berangkat?" Suara dari seberang telpon.
" Udah lah, dari tadi."
" Ya udah, hati-hati ya, Dek... kalau ada apa-apa kabarin Mas..." Tentu saja Sholeh merasa was-was pada Nana, karna ini adalah perjalanan pertama Nana seorang diri.
" Oke." Nana mematikan sambungan telpon setelah memberikan salam pada Kakaknya.
Nana menarik nafas panjang lalu menghempaskannya, Hmmm... jadi tambah nggak sabar ingin cepat-cepat sampai rumah.
Nana tidak tau apa yang sudah menatinya di kampung halaman yang dia rindukan itu. Mungkin jika dia tau, dia akan mengurungkan niatny untuk pulang ke kampung halaman.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
Ellen Thianyo
f ,we
2021-06-19
1
Dinda Kirana agustina
baru Nemu ini novel... aku baca ya...
2021-04-18
1
Priska Anita
Semangat 💪
Like dari Rona Cinta sudah mendarat disini 💜
2020-07-19
1