Menerima Lamaran

Ya Allah... terimakasih. Dengan sakit ku, Engkau sudah mengingatkan aku akan kasih sayang bapak dan ibu yang begitu melimpah untukku.

Sungguh aku merasa berdosa terhadap mereka. Hanya karena masalah lamaran, aku berani membentak ibu.

Padahal selama ini mereka memberikan yang terbaik tanpa aku tau kesusahan dan sakitnya mereka. Semakin banyak kilasan masa lalu yang terlintas dibenak Nana, semakin banyak pula air matanya yang keluar membasahi bantal yang sedang ia peluk.

" Genduk...." mendengar ibu memanggil dari balik pintu kamar, buru-buru Nana bangun dari tempat tidur lalu menghapus air matanya.

Jeggrek. Setelah pintu dibuka Nana, ibu membawa masuk sebotol air dan juga sepiring nasi untuk sarapan Nana.

" Adek kan bisa ambil sendiri Bu. Adek kan udah sembuh. Sekalian mau ambil buku-buku buat persiapan ujian, " keluh Nana yang masih menempati kamar lantai dua rumahnya.

" Udah ayo ini dimakan dulu, biar ibu yang suapi."

Nana patuh menghabiskan makanan, disusul beberapa butir obat sebagai penutup.

Nana memperhatikan Ibunya membereskan ruangan. Hingga Ibu berlalu membawa piring juga baju kotor dari dalam kamar, ia masih belum sanggup mengucapkan kata "ma'af" yang begitu menyesakan dadanya pada ibu.

Di dalam kamar seorang diri, Nana mencoba merenungkan keadaannya sekarang ini.

" Apa mungkin sebaiknya aku menerima lamaran itu ya? Toh aku juga sudah bertekad untuk nggak pacaran lagi !" ucap Nana sembari melemparkan tatapan hampa pada taman, dari balik pintu kaca kamarnya.

Menurut Nana, sekarang adalah waktunya untuk dia berkorban. Karna mungkin ini adalah hal terkeren yang dapat dilakukan oleh gadis seusianya. Mengorbankan perasaan demi kebahagiaan orang tuanya. Entah sinetron mana yang sedang ia jadikan inspirasi, namun sepertinya sinetron itu sudah memberikan dampak yang baik pada Nana.

" Genduk, " panggil ayah yang sedang berjalan mendekati tempatnya berdiri.

Ayah membuka kunci pintu didepan Nana. Angin begitu sejuk terasa, saat ayah menggeser pintu kaca itu.

" Duduk di ayunan yuk?" ajak ayah pada Nana, yang sama sekali belum keluar kamar beberapa hari ini. Nana menurut, karna tangannya sudah terlanjur diseret oleh ayah.

" Bapak..." mulutnya memanggil ayah, namun tatapannya tertuju pada kolam yang berada di samping ayunan, menyoroti kesibukan ikan warna-warni berlalu lalang di dalam air.

" Hmmm." Ayah mendekatkan tubuhnya pada Nana yang sedikit membelakanginya.

" Adek udah nggak mempermasalahkan lamaran." Masih belum ingin menatap ayah.

" Adek mau menerima lamaran, Dek Zen, " lanjutnya dengan Nada lirih. Antara malu dan masih berat hati.

" Cie...cie..." ucap ayah keras di dekat telinga Nana.

Ekspresi kaget yang ditunjukkan Nana justru menjadi bahan tertawaan ayah.

" Bapak loh, bisanya cuma ngomong cie-cie trus...." Mencubit hidung Ayah dengan kasar karna kesal.

Ayah membalas dengan menggelitik pinggang Nana. Sedangkan ibu yang ikut mendengarkan percakapan Nana dan ayah dari balik korden pintu kaca yang memisahkan taman dan kamar Nana, tertawa namun juga menangis bahagia. Merasakan beban dikedua pundaknya seakan sirna.

" Tapi Adek nggak mau nikah sekarang. Harus nunggu Adek lulus kuliah dulu pokoknya !"

Ibu sudah menduga akan hal ini. Karna ibu paham betul, anak gadisnya ini pasti tidak akan mau menerima lamaran Zen begitu saja.

" Kenapa? Kata ibu, keluarga nang Zen nggak keberatan kalau sesudah nikah kamu tetep kuliah."

" Hehh ?! Apa iya? "

Nana sama sekali tidak mempercayai ucapan ayah. Dalam batinnya ini pasti hanya akal-akalan para orang tua, supaya ia setuju untuk menikah secepatnya.

" Iya Nduk. Paklek mu bilang sendiri, kalau dia yang bakal pastikan kamu bisa menyelesaikan kuliah walau udah nikah." akhirnya ibu ikut bergabung bersama ayah dan Nana di taman.

" Nana kuliahnya aja di Semarang. Perjalanan dari rumah ke Semarang sekitar tiga jam. Masa iya ibu tega aku harus pulang pergi." memberitahukan kenyataan yang tidak terbantahkan. " Lagian Nana kan belum tau kehidupan di kampus nantinya akan sesibuk apa? Kalau seumpama Nana nikah, Nana kan juga punya kewajiban ngurus suami, Bu. Tapi kalau Nana ngekost terus suami ngga keurus, pasti Nana bakal jadi omongan orang." sepertinya aku sudah salah mengambil keputusan, Nana mulai menyesali keputusannya sendiri.

Mata Nana mulai tergenangi, " Bapak..., Adek pingin kuliah terus nyari pengalaman kerja. Biar nanti nggak cuma ngandelin penghasilan suami. Hasil tambak kan nggak tentu, ada kalanya juga gagal panen."

" Ya wis. Gak usah nangis." Ayah mengusap air yang hampir jatuh di pipi anaknya. " Bapak manut maunya kamu." ucapan ayah bagai hembusan angin yang mengeringkan air mata Nana seketika. " Tapi janji nanti jangan sampai kecantol sama cowok di kampus lho..." lanjut Ayah, membuat senyum Nana mengembang.

Nana yang merasa gemas dengan ucapan ayah, langsung berhambur memeluk dan menciumi pipi serta kening ayah. Belum puas dengan hal itu, Nana mengobrak abrik tatanan rambut ayah yang separuhnya sudah memutih.

" Iya...iya... ! Biarin nanti Adek kecantol paku aja wis."

***

Ditempat lain, saat matahari telah bergeser dari atas kepala. Zen yang tangan melepas lelah dengan merebahkan tubuhnya diatas ranjang dalam gubuk kecil yang berada disalah satu tambaknya. Yang letaknya berada dipinggir jalan utama keluar masuk desa.

" Zen..." suara seseorang yang Zen kenal, memanggil dari luar gubuk.

" Iya Mas..." Zen bergegas keluar, menemui sumber suara.

" Udah mau sore kok belum pulang?" Firman membantu anaknya turun dari sepeda motor.

" Tadi benerin tanggul tambak itu lho Mas. Tadi udah aku suruh benerin, tapi masih rembes. Ikan nila udah besar, eman kan kalau pindah ke tambak orang. Hehehe, " Zen menunjuk tanggul yang dimaksud.

Hari ini Zen memang memiliki banyak pekerjaan di tambak. Meski sudah dibantu para pekerjanya, namun tetap saja masih ada pekerjaan yang harus dia selesaikan dengan tangannya sendiri.

" Lho Raka dari mana?" Zen menyapa anak yang bersama Firman.

" Dari rumah Embah nengokin bulek Nana, " sambil tersenyum. " Paklek Zen, Paklek Zen sama bulek Nana pacaran ya?" Pertanyaan dari bocah yang usianya belum genap tiga tahun itu membuat Zen tersipu malu bagai perawan yang sedang mendapat pernyataan cinta.

" Raka kata siapa?"

Firman segera berjalan menjauh sambil menahan tawanya. Melihat urat malu di wajah Zen, membuatnya ikut menanggung malu. Apalagi kalau sampai Raka berkata jujur tentang siapa yang memberitahunya, hanya akan menambah malu dalam dirinya.

" Ayah sama ibuku yang bilang." Tuh kan, anak kecil itu tidak pandai menyembunyikan fakta.

***

Selesai pura-pura melihat ikan di tambak, Firman menghampiri Zen. Memberikan ponselnya pada Raka, lalu menyuruhnya untuk main game didalam gubuk. Agar mau meninggalkannya dengan Zen. Karna ada yang perlu Ia bicarakan dengan Zen.

" Zen... aku tadi dari rumah Bapak, " mulai serius.

" Iya Mas. Gimana keadaan mbak Nana? sudah sembuh kan?"

Zen sebelumnya memang mengetahui kabar sakitnya Nana dari Firman. Namun karna belum adanya kejelasan yang pasti mengenai hubungannya dengan Nana. Membuatnya ragu untuk menjenguk meski sebenarnya dia menginginkan. Dan juga merasa sangat khawatir pada Nana.

" Udah. Tadi juga Bapak titip pesan buat kamu."

Pesan? Buatku? Jantung Zen berdebar tak beraturan.

Meski tidak tau apa isi pesan yang akan disampaikan Firman, namun dia tau pasti jika pesan ini mengenai hubungannya dengan Nana.

" Nana udah setuju nerima lamaran kamu. " belum sampai Firman menyelesaikan kalimatnya, senyuman tipis sudah terpancar di wajah Zen.

" Tapi dia minta kalau nikahnya ditunda, sampai dia lulus kuliah. Kamu gimana? "

" Kalau mbak Nana maunya seperti itu, aku nggak masalah Mas." Zen meyakinkan jika hal itu benar-benar tidak menjadikan permasalah untuknya.

Paling tidak, sekarang ini Zen boleh merasa lega. Karna sudah ada kepastian jika Nana telah menerima lamaran darinya.

Terpopuler

Comments

Rania Shanum

Rania Shanum

Suamiku dulu nikah umur 35 ak 25 😁😁
beda 10 tahun. mateng banget yachh

2021-08-23

1

Nur Hamidah Sabil Huda

Nur Hamidah Sabil Huda

berapa umurnya zen kalau nunggu nana sekesei kuliah,keburu tua doonk

2020-06-03

2

lihat semua
Episodes
1 Drama Perpisahan
2 Tentang Nana
3 Teman Perjalanan
4 Rumah
5 Zen dan Keluarga
6 Zen dan Keluarga 2
7 Mantan Teridah
8 Konspirasi Penolakan Lamaran
9 Konspirasi Penolakan Lamaran 2
10 Ibu Terjebak
11 Nana Sakit
12 Nana Sakit 2
13 Menerima Lamaran
14 Jurusan Yang menyesatkan
15 Mahasiswa Baru
16 Firasat Zen
17 Mahasiswa Baru 2
18 Jangan diangkat
19 Mendatangi Nana
20 Tidak dikenali
21 Canggung
22 Perpisahan Pertama
23 Saling Mengenang
24 Alasan Lain Kegelisahan Nana
25 Nasi Goreng Made in Nana
26 Senyuman di Wajah Zen
27 Senyuman di Wajah Zen 2
28 Aku Takut... by : Nana
29 Libur Telah Tiba
30 Mimpi Basah ?
31 Hadiah Untuk Nana
32 Bertemu Rif'an
33 Rumah Sakit
34 Rumah Sakit 2
35 Rumah Sakit 3
36 Rumah sakit 4
37 Rumah Sakit 5
38 Merenungkan Sikap Nana
39 Kedatangan Tamu Istimewa
40 Salah Sangka
41 Menjenguk ???
42 Mendatangkan Zen Untuk Nana
43 Mendatangkan Zen Untuk Nana 2
44 Bukan Sedang Berkencan
45 Pikiran Mesum Nana
46 Surat Cinta Dari Zen
47 I Love You Calon Imamku
48 Sayang dan Cinta
49 Menengok Keponakan Baru
50 Takbir Mursal ( Takbir Keliling )
51 Syawalan
52 Kekecewaan Nana
53 Kekecewaan Nana 2
54 Cari Pacar Lagi
55 Bidadari Vs Bidadari
56 Dia Aisyah
57 Rumah Kost
58 Sakit Karna Menahan Rindu
59 Ratunya Bidadari
60 Yank, Hujan Turun Lagi
61 Susu dan Jahe
62 Berpisah Itu Menyakitkan
63 Si Manis Jembatan Ancol
64 Memilih Hadiah Untuk Mamam
65 Susah Tidur
66 Meminta Pertanggungjawaban
67 Gayung Baru Ibu
68 Nana vs Ayah Ibu
69 Kejutan Untuk Zen
70 Ciuman Di Jari Nana
71 Kejutan Untuk Zen 2
72 Tanggal Pernikahan
73 Perdebatan
74 Pelampiasan Nana
75 Over Dosis?
76 Malam Itu...
77 Rumah Calon Mertua
78 Merasa Minder
79 Akad Nikah
80 Kapan Nikahnya?
81 Voicenote
82 Mencari Nana
83 Batal Berbaikan Dengan Masa Lalu
84 Teman Sekelas Nana
85 Tisu Gulung
86 Pengganggu
87 Perang Batin
88 Mumum Tak Tahan
89 Pasangan Dholim
90 Penasaran
91 Kehebohan Keluarga Zen
92 Ngajak Gelut
93 Pesan Berantai Zen
94 Kejantanan Zen
95 Mengecat Kamar Tidur
96 Puskesmas
97 Puskesmas 2
98 Puskesmas 3
99 Menunda
100 Nana-Nana Lain
101 Presentasi
102 Hamil Duluan
103 Rumah Mantan
104 Nana Dan Ibu Mertua
105 Menuju Hari 'H'
106 Menuju Hari 'H' 2
107 Hari 'H'
108 Hari 'H' 2
109 Kedatangan Sang Mantan
110 Sudah Sah
111 Nana Ketagihan
112 Drama Sang Pengantin
113 Menuntut Hak-nya (Zen)
114 Membuka Kado
115 Mumum Ikhlas
116 Menyesal
117 Pecel Terong
118 Siaran Langsung Author
Episodes

Updated 118 Episodes

1
Drama Perpisahan
2
Tentang Nana
3
Teman Perjalanan
4
Rumah
5
Zen dan Keluarga
6
Zen dan Keluarga 2
7
Mantan Teridah
8
Konspirasi Penolakan Lamaran
9
Konspirasi Penolakan Lamaran 2
10
Ibu Terjebak
11
Nana Sakit
12
Nana Sakit 2
13
Menerima Lamaran
14
Jurusan Yang menyesatkan
15
Mahasiswa Baru
16
Firasat Zen
17
Mahasiswa Baru 2
18
Jangan diangkat
19
Mendatangi Nana
20
Tidak dikenali
21
Canggung
22
Perpisahan Pertama
23
Saling Mengenang
24
Alasan Lain Kegelisahan Nana
25
Nasi Goreng Made in Nana
26
Senyuman di Wajah Zen
27
Senyuman di Wajah Zen 2
28
Aku Takut... by : Nana
29
Libur Telah Tiba
30
Mimpi Basah ?
31
Hadiah Untuk Nana
32
Bertemu Rif'an
33
Rumah Sakit
34
Rumah Sakit 2
35
Rumah Sakit 3
36
Rumah sakit 4
37
Rumah Sakit 5
38
Merenungkan Sikap Nana
39
Kedatangan Tamu Istimewa
40
Salah Sangka
41
Menjenguk ???
42
Mendatangkan Zen Untuk Nana
43
Mendatangkan Zen Untuk Nana 2
44
Bukan Sedang Berkencan
45
Pikiran Mesum Nana
46
Surat Cinta Dari Zen
47
I Love You Calon Imamku
48
Sayang dan Cinta
49
Menengok Keponakan Baru
50
Takbir Mursal ( Takbir Keliling )
51
Syawalan
52
Kekecewaan Nana
53
Kekecewaan Nana 2
54
Cari Pacar Lagi
55
Bidadari Vs Bidadari
56
Dia Aisyah
57
Rumah Kost
58
Sakit Karna Menahan Rindu
59
Ratunya Bidadari
60
Yank, Hujan Turun Lagi
61
Susu dan Jahe
62
Berpisah Itu Menyakitkan
63
Si Manis Jembatan Ancol
64
Memilih Hadiah Untuk Mamam
65
Susah Tidur
66
Meminta Pertanggungjawaban
67
Gayung Baru Ibu
68
Nana vs Ayah Ibu
69
Kejutan Untuk Zen
70
Ciuman Di Jari Nana
71
Kejutan Untuk Zen 2
72
Tanggal Pernikahan
73
Perdebatan
74
Pelampiasan Nana
75
Over Dosis?
76
Malam Itu...
77
Rumah Calon Mertua
78
Merasa Minder
79
Akad Nikah
80
Kapan Nikahnya?
81
Voicenote
82
Mencari Nana
83
Batal Berbaikan Dengan Masa Lalu
84
Teman Sekelas Nana
85
Tisu Gulung
86
Pengganggu
87
Perang Batin
88
Mumum Tak Tahan
89
Pasangan Dholim
90
Penasaran
91
Kehebohan Keluarga Zen
92
Ngajak Gelut
93
Pesan Berantai Zen
94
Kejantanan Zen
95
Mengecat Kamar Tidur
96
Puskesmas
97
Puskesmas 2
98
Puskesmas 3
99
Menunda
100
Nana-Nana Lain
101
Presentasi
102
Hamil Duluan
103
Rumah Mantan
104
Nana Dan Ibu Mertua
105
Menuju Hari 'H'
106
Menuju Hari 'H' 2
107
Hari 'H'
108
Hari 'H' 2
109
Kedatangan Sang Mantan
110
Sudah Sah
111
Nana Ketagihan
112
Drama Sang Pengantin
113
Menuntut Hak-nya (Zen)
114
Membuka Kado
115
Mumum Ikhlas
116
Menyesal
117
Pecel Terong
118
Siaran Langsung Author

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!