Nana curi-curi pandang pada wanita paruh baya yang berada di satu seat dengannya. Ingin menyapa, namun hawatir malah akan mengganggu. Karna wanita itu terlihat sibuk dengan ponselnya.
Ibu ini penampilannya modis banget, nggak kalah sama yang muda. Nana menggeleng, merasa takjub.
Karna merasa diamati terus menerus, wanita itu mengalihkan pandangannya pada Nana, seraya tersenyum. Nana yang seperti ketahuan basah, hanya dapat membalas senyuman yang ditujukan padanya.
" Ibu sendirian?" Eh, Ibu apa mbak ya manggilnya. Nana membungkam mulutnya, hawatir kalau dia salah sebut.
" Iya ini Ibu sendirian. Lha adek ini?" Lega, wanita yang berada disampingnya membahasakan dirinya sebagai Ibu pada Nana.
" Saya juga. Makanya tadi kakak saya hawatir karna ini pertama kalinya saya perjalanan jauh sendirian." Nana menjelaskan.
" Ya udah nanti kalau diperhentian kita bareng aja, gimana?" Tentu saja Nana menyetujui dengan sepenuh hati.
Begitulah percakapan awal yang berbuntut panjang dengan cerita tentang satu sama lain.
Malam mulai menjelang, Bus mulai bergerak keluar dari kapal yang telah menelan bodynya di pelabuhan Bakauheni. Kaki yang pegal karna dipake untuk berjalan-jalan di deks kapal menuntut untuk diselonjorkan. Nana menarik tuas kursi untuk menangkat bantalan kaki dan mengatur posisi sandaran kursinya supaya nyaman untuk tidur.
Baru satu jam Ia terlelap, kini sudah kembali terjaga. Suara ponsel yang menandakan pesan masuk terus menerus berbunyi, seperti sedang ingin mengajaknya untuk ribut. Diperiksanya ponsel yang telah mengusik tidurnya. Namun masih saja tidak mau diam.
" Ini pesan apaan sih!" Nana yang masih diselimuti rasa kantuk menonaktifkan dering ponsel miliknya, agar tidak mengganggu orang lain.
Dilihatnya aplikasi chat yang memeperlihatkan tulisan berwarna merah, 300 plus di pojok atasnya. Terlihat chat grup alumni angkatan SMAnya, yang entah sejak kapan dia terdaftar menjadi anggotanya. Serta beberapa chat pribadi yang sudah seperti barisan para mantan. Karna dilihat dari foto profilnya itu memang mantan-mantan Nana dan lainnya adalah laki-laki yang pernah menyatakan cinta padanya. Bukankah itu bukan hal aneh untuk gadis berparas cantik dan berkepribadian menarik seperti Nana, apabila memiliki banyak cinta dari laki-laki disekelilingnya.
" Say, udah nyampe mana?" " Maaf...banget"
" Karna aku udah masukin nomor kamu di grup alumni angkatan kita." " Aku udah capek meladeni cowok-cowok gila yang terus nanyain keberadaan kamu, Say." " Bikin hidupku jadi nggak tenang." Deretan chat dari teman dekat Nana dari SMP, Ningsih. Yang kebetulan juga masuk di SMA yang sama dengan Nana.
Pantes aja nomorku sampe tersebar luaskan kayak gini. Sebelumnya Nana sudah berpesan pada Ningsih untuk merahasiakan nomor ponselnya. Karna Nana ingin membuka lembaran baru di kampung halaman.
Setelah membalas chat dari Ningsih, Nanapun membuka satu persatu chat yang bersamaan masuk keponselnya. Mungkin tadi ponselnya sempat hilang sinyal, mengakibatkan pesan masuk jadi menumpuk.
Dari semua chat, berisikan pertanyaan tentang keberadaannya saat ini. Karna malam ini diadakan acara kumpul-kumpul di salh satu rumah teman Nana, dalam rangka pesta perpisahan SMA. Dan juga pesan patah hati dari mantan serta cowok yang masih mengharapkannya. Karna kepergian Nana yang tanpa pamit.
Dan satu lagi nomor yang sangat Nana hafal setiap angka dalam urutannya. Itu adalah nomor dari mantan terindah Nana. Satu-satunya mantan yang dapat bertahan sampai satu tahun disampinya, dan satu-satunya mantan yang berani mengatakan kata putus padanya setahun yang lalu. Dia adalah senior Nana di SMA, yang membuat Nana bertekat untuk tidak terlibat dalam hubungan pacaran lagi.
***
Ciiiitttt... Bessss....
Deru bus yang di tumpangi Nana berhenti di rumah makan, saat subuh menjelang. Nana mengliat-gliat tanpa memperdulikan pandangan dari samping tempat duduk. Nana lelah, karna semalaman dia begadang untuk membalas pesan chat yang masuk di ponselnya.
" Turun yuk..." Ajakan dari teman perjalan Nana. Nana membuka matanya, bersiap untuk turun.
" Nana mau mandi dulu, Bu. Mumpung yang lainnya pada sholat, jadi gak terlalu antri ke kamar mandinya." Meski hawanya dingin, Nana nekat untuk mandi dijam segini. Demi dapat mengusir kantuk yang masih menempel dimatanya.
" Ayo kita sarapan, dek." Teman lerjalanan Nana, setia menungguinya dari mandi hingga selesai sholat di mushola.
" Ma'af ya, Bu. Udah nunggu Nana lama." Selesai mengemas perlengkapan sholat
Dengan semangat Nana menggandeng teman perjalanannya yang berumur lebih dari emat puluh lima tahun itu, menuju rumah makan.
Diperhatikan satu persatu menu-menu yang tersaji di meja prasmanan. Nana yang seorang pecinta telur, menyendok dua telur balado sekaligus kedalam piringnya. Ditambah tumisan pepaya muda dengan kuah santan, membuat nasi panasnya tidak terlihat lagi. Karna nasi yang diambil Nana memang tidaklah banyak. Teh hangat Nana pilih untuk mendampingi menu sarapannya.
Nana menuju ke meja kasir, memperlihatkan makanan yang dia ambil, " Berapa, mbak?" Tanyanya kepada petugas kasir sambil mengeluarkan dompetnya.
" Minumnya teh hangat ya, jadi semuanya tiga puluh lima ribu, dek..."
Nana mengeluarkan uang dari dompet namun dicegah oleh teman perjalanannya, " Kamu duduk aja disitu, makanannya biar Ibu yang bayar." Sambil menunjuk meja tempatnya meletakan makanan.
" Gak usah, Bu... Nana bayar sendiri aja."
" Udah gak papa. Ibu pingin traktir kamu." Tersenyum meyakinkan Nana
" Makasih ya, bu... sarapannya." Ucap Nana tulus. Saat berjalan bersama meninggalkan rumah makan, menuju bus yang sudah memberikan aba-aba untuk melanjutkan perjalann.
" Iya... udah gak usah sungkan." Teman perjalanan, mentertawakan sikap Nana yang terlihat malu-malu karna sudah menerima traktirannya.
Bus sudah kembali berpacu di jalanan. Nana menutup tubuhnya dengan slimut, berlogokan nama bus yang sedang ia tumpangi. Badan yang segar karna baru dibersihkan, serta perut yang sedang sibuk mencerna sarapan membuat Nana ingin menambah jam tidurnya.
Nana terbangun mengintip keluar dari balik korden kaca jendela bus yang sedang melaju kencang. Matahari terasa menyengat, bagai menusuk bola matanya yang baru saja terjaga dari tidur.
Nana melihat jam di tangannya, jarum pendek mununjukan angka sdpuluh. Nana mengambil ponsel, membuka GPS untuk mencari tau posisinya dan berapa lama lagi waktu yang dibutuhkan untuk sampai ke kota Semarang. Kota dimana dia janji bertemu dengan Sholeh, yang akan menjemputnya untuk pulang ke kampung halaman.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
Priska Anita
Lanjut disini 💜
2020-07-21
1