Nana membuka mata, cahaya matahari yang menerobos masuk melewati kaca-kaca besar yang sudah tidak tertutupi korden terasa menyilauka. Tubuh yang membeku semalam, kini menghangat dibawah selimut tebal bermotif "hello kitty" kesukaannya.
Sejak kapan Ibu tidur disini? Mendapati Ibu tidur sambil memeluk tubuhnya yang berbalut selimut.
" Aku kenapa? Kok badanku rasanya nyeri-nyeri." Mengeluarkan tangannya yang serasa kuku dari dalam selimut.
Ini handuk apalagi? Nana menyingkirkan handuk yang terasa dingin dikeningnya ke meja yang berada disebelah tempat tidur.
Obat siapa ini di meja? Banyak banget.
Lho aku kok demam? Panterasan aja nafasku kerasa panas. Nana memegang kening yang terasa ringan setelah handuknya disingkirkan.
Nana memandang lekat wajah ibu sambil mengingat kembali apa yang telah terjadi. Banyak sekali pertanyaan yang muncul secara beruntun dalam kepalanya. Terasa menyesakan, karna tidak satupun pertanyaan itu dapat Ia jawab sendiri.
" Ya Allah... Alhamdulillah anakku." Ibu terbangung.
Rasa syukur Ibu tidak terkira, melihat Nana sudah membuka mata. Ibu yang merasa hampir kehilangan anak perempuan satu-satunya itu mempererat pelukannya. Dan juga menempelkan ciumnya lama ubun-ubun Nana, dengan air mata yang mengucur karna saking bahagianya karna tengingat kejadian semalam.
" Ada apa toh, Bu?" Nana tidak mengingat apapun. Termasuk amarahnya terhadap Ibu.
" Adek udah bangun ! Alhamdulillah...." Firman mendekat keranjang tidur Nana. " Ini mas bawain bubur ayam." Segera setelah mendapat kabar dari Hafid, Firman datang membawa mobil bak terbukanya. Berjaga-jaga jika dibutuhkan untuk membawa Nana kerumah sakit.
" Mas lebay... adek cuma demam dikit sama hidung mampet sebelah aja. Tapi reaksinya nyampe segitunya." Beranjak bangun menerima bubur ayam dari Firman, karna perutnya terasa lapar. " Aduh ! kepalaku berat banget ya..." Memegangi kepala.
" Bu, sama Bu bidan suruh nyiap-nyiapin yang perlu dibawa kerumah sakit. Bentar lagi Bu bidan kesini bawa ambulan." Ucap Hafid panik sebelum sampai di pintu kamar Nana.
" Alhamdullah adek udah bisa bangun ! " Sesampainya di pintu kamar, Ia elihat adiknya menatap heran padanya.
" Ini sebenarnya ada apaan sih? Lihat adek bangun tidur aja pada di Alhamdulillahin." Heran karna sudah tiga orang yang mengucapkan kalimat syukur itu. " Ngledek ya, karna adek kesiangan?" Firman yang duduk di tepi kasur, reflek mencubit kedua pipi cabby Nana.
" Aaooowww... sakit Mas." Memukul tangan Firman yang mencengkram dipipi seperti cengkraman capitan kepiting hidup.
" Udah bikin semua orang hawatir, tapi bisa-bisanya masih bisa ngelawak." Hafid menaiki kasur, lalu mencubit pipi Nana yang masih terlihat merah bekas cubitan Firman.
" Aaaaaaoooow... punya kakak kok pada jahat banget sih ! Badan adek lemes gini bukannya disayang-sayang malah di siksa." memukuli Hafid dan Firman dengan guling. Yang justru membuat mereka tambah semangat untuk ngusilin Nana.
" Fid, cepetan kamu telfon Bu bidan. Kasih tau kalau adikmu sudah bangun." Ibu mengingatkan. Hafidpun segera mengeluarkan ponsel dari saku kemejanya, dan menghubungi Bu bidan agar tidak jadi membawa ambulans kerumah ini.
" Kok pake laporan sama Bu bidan sih, Bu? Apa mentang-mentang dia mantanya mas Sholeh?"
" Ya kan semalam Bu bidan yang mriksa kamu. Malah sempet ikut jagain kamu nyampe subuh. Terus sebelum pulang Bu bidan bilang, kalau nyampe siang masih belum bangun nanti dirujuk ke rumah sakit."
" Apa iya?" Nana mengernyitkan keningnya, tidak percaya.
" Ya kan kamunya lagi nggak sadar ! Nyampe Ibu nangis-nangis dikira kamu meninggal. Hahaha." Ketegangan yang mereka lewati, sekarang ini sudah bisa menjadi bahan lelucon untuk Hafid.
" Hust! Nggak boleh ngomong gitu, Fid." Hardik Ibu. Yang ditanggapi dengan suara tawa Hafid.
" Makanya, lain kali kalau mau tidur itu pake selimut. Jangan sok kuat !" Firman mengusap kepala Nana.
" Nih, lihatin mata Mas. Semalam cuma bisa tidur sebentar, gara-gara kamu !" Hafid menjembreng mata pandanya dihadapan Nana.
***
Dihari berikutnya, saat Hafid datang menemuinya. Nana meminta Hafid untuk menceritakan apa yang sebenarnya sudah Ia alami waktu itu. Karna Ayah dan Ibu sama-sama diam tidak mau membahasnya. Terutama Ibu, hanya menitikan air mata saat Ia bertanya.
Setelah mendengar Hafid menceritakan bagaimana kesedihan Ibu saat mendapati tubuhnya membiru dan tidak memberikan respon, dan bagaimana pontang-pantingnya Ayah mendatangi rumah bidan desa yabg berada disebelah rumah Hafid. Yang dengan otomatis membangunkan Hafid yang masih terlelap, karna mendengar suara ribut Ayah di luar rumah. Hati Nana menjadi terasa sakit. Air matanya tak sengaja menetes karna haru.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments