Rasanya ada sesuatu yang meledak dalam diri Dirga saat mendengar Syafi memanggilnya dengan panggilan ‘sayang.’
“Diangkat Aul gak?” Pertanyaan Ardhin menyadarkan Dirga yang larut dalam lamunannya.
“Di angkat paman,” jawabnya. Dirga segera menyahut panggilan Syafi. “Aul, bisa antarkan ponsel ke kamar Arnaff?” pinta Dirga.
“Wah … kamar calon imamku, jangankan mengantar ponsel, mengantar hati aku sepaket sama perasaannya saja aku ihklas, bang,” ucap Syafi manja.
“Whoy!” Samar terdengar suara teguran dari perempuan lain.
“Aduh, kalau begitu anterin ya,” pinta Dirga. Dirga menoleh kearah paman Ardhin, dia menganggukkan kepalanya, kode tanda kalau ponsel yang ketinggalan akan segera diantarkan.
Di area parkir, Syafi bingung. Karena tidak pernah masuk hotel, dia menoleh kearah Mayfa. Ide licik produk otaknya yang selalu di bilang Mayfa kotor mendapatkan ide cemerlang. Dia memasang wajah manis, langsung merapatkan tubuhnya mendekati Mayfa. Mayfa menoleh kearah Syafi yang Nampak mencurigakan.
“Mau apa lo?” Insting Mayfa sungguh tajam, dia bisa menangkap aura mencurigakan dari temannya ini.
Bukan Syafi Namanya jika kalah dari Mayfa, memaksa otak bekerja agar Mayfa tidak menangkap kegaptekkan dirinya.
“Ada apa?” tanya Mayfa lagi.
“Emm … ini, ponsel paman ketinggalan di mobil kamu.”
“Terus?"
“Bagaimana aku nganterinnya?”
"Lempar ke udara, Bismillah ... yang penting yakin, pasti ...."
"Pasti jatuh!"
“Lah, tuh tau. Sudah ... anter sana, gitu aja kok repot.”
“Masalahnya, aku gak di bolehin ketemu calon Imamku, Paman aku ada di kamar dia, kalau aku yang anter takutnya dia yang bukain pintu.”
“Sini ponselnya, aku yang anterin, kasian paman kamu kalau harus turun lagi,” tawar Mayfa.
“Gak apa-apa nih?”
“Dah, santai aja, gak apa-apa, di mana kamarnya?”
“Orang yang biasa ngamar ya, emm cepet banget,” ledek Syafi, jemarinya sibuk mengetik pesan untuk Dirga, menanyakan di mana kamar Arnaff.
“Mendingan gua ngamar, lah elo Sukanya mojok di semak!” balas Mayfa.
Setelah mendapat balasan pesan dari Dirga, Syafi segera memberikan ponsel Pamannya pada Mayfa, gadis itu juga segera turun dari mobi, melangkah cepat memasuki hotel mewah itu. Syafi lega, kali ini Mayfa tidak meng-intogasi dirinya. Syafi mememposisikan dirinya dengan nyaman dalam mobil itu.
Mayfa baru sampai di lantai tempat tujuannya, matanya sesekali memandangi layar ponsel, sesekali menoleh nomer pintu kamar yang dia lewati. Merasa benar kamar yang di depan matanya ini, kamar tujuannya, Mayfa segera memencet bel pintu yang ada di samping pintu itu. Tidak lama pintu terbuka, terlihat seorang pemuda tampan yang tidak pernah Mayfa lihat sebelumnya. Sedang pemuda itu melempar senyuman kecil padanya, membuat Mayfa ketakutan.
“Ada paman Ardhin di dalam?” tanya Mayfa.
Belum sempat Arnaff menjawab pertanyaan Mayfa, Ardhin sudah menghampiri Mayfa. “Ponsel paman ya?” tanya Ardhin.
Mayfa tersenyum sambil memberikan ponsel yang dia pegang pada Paman Ardhin. “Saya langsung turun saja, kasihan miss rusuh sedang menunggu sendirian di mobil?” ucap Mayfa. Dia menganggukkan kepalanya tanda
menghormati Arnaff sebelum pergi. Arnaff terus memandangi Mayfa yang terus menjauh dari pandangan matanya.
“Saya mau pamit sekarang Paman, kasian kesayangan paman dan Putri Pak Said, menunggu saya terlalu lama, pekerja proyek yang bertanggung jawab pada pembangunan perumahan milik Ozage Crypton Group juga sedang menunggu saya di Duta Mall,” ucap Dirga. Dirga berpamitan pada paman Ardhin juga Arnaff, lalu melangkahkan kakinya meninggalkan kamar Arnaff.
Arnaff mematung saat mendengar 'Putri Pak Said,' Arnaff teringat dengan gadis songong yang menolak mentah-mentah dirinya.
“Pak Said?” gerutu Arnaff.
“Oh, pasti Nak Arnaff tidak asing dengan nama itu, karena kemaren nak Arnaff akan di jodohkan dengan putri keempatnya Pak Said.”
Arnaff tersenyum. Baguslah kalau gadis itu berteman dengan calon istriku, tahu rasa dia menolak tanpa berkenalan lebih dulu. Gerutu hati Arnaff.
Di kamar itu tertinggal Ardhin dan Arnaff, kesempatan bagi Ardhin untuk berbicara langsung dengan calon suami keponakannya. “ Nak Arnaff yakin menerima perjodohan ini, siapalah Aul, dia hanya gadis desa biasa dan rada bar-bar,” ucap Ardhin.
Arnaff tersenyum. “Paman bicara apa? Em … saya akan ceritakan siapa wanita yang menjadi permaisuri saya, tapi dia sudah pergi meninggalkan saya untuk selama-lamanya. Nama Almarhumah istri saya Ismi. Dia juga gadis yang berasal dari desa, dia bekerja di kantor saya sebagai office girl, kami saling jatuh cinta, hingga kami menikah, sampai kejadian pahit itu memisahkan kami.” Arnaff terus menceritakan sosok Ismi dan Nadira putrinya.
Mendengar Arnaff menyukai Ismi karena sosok yang ceria, kekhawatiran di hati Ardhin berkurang. “Ismi dan Aul jauh berbeda, semoga Nak Aul tidak membuat nak Arnaff kecewa,” ucap Ardhin.
“Itu tidak benar, yang ada saya yang merasa takut kalau-kalau membuat keponakan Paman kecewa, setau saya, keponakan Paman mempunyai kebiasaan unik, em—” Arnaff bingung mengutarakan kata apa yang tepat buat wanita yang baru dia lihat, yang dia kira itu calon istrinya.
“Iya, keponakan paman unik.”
Ardhin melanjutkan obrolan mereka tentang perencanaan pernikahan yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat. Entah kenapa, walau sudah berbicara langsung dengan Arnaff, rasa takut itu masih menyelimuti hatinya.
Di sudut lain ….
Adzan ashar mulai berkumandang, perlahan mobil Mayfa memasuki parkiran sebuah masjid, tanpa bicara ketiganya langsung melangkah menuju masjid. Menunaikan kewajiban mereka. Dirga selesai lebih dulu, dia berdiri di samping mobil Mayfa, menunggu dua gadis itu. Senyuman terukir di wajah Dirga jika dia bisa memandangi wajah Syafi. Sedikitpun tidak mengalihkan pandangan matanya. Saat dua gadis itu semakin mendekat,Dirga segera membuang pandangannya kearah lain.
“Maaf ya kak, kami kelamaan,” ucap Mayfa.
“Santai saja,” jawab Dirga.
“Gak bisa santai Abang … perut adek sudah isi ini,” celoteh Syafi.
“Isi makanan,” jawab Dirga.
“Kak, mending masuk mobil kak, dia itu kalau lihat cowok kayak orang kehausan,” ucap Mayfa.
“Engkaulah mata air, mataa air cinta, izinkanlah ku minum, walau setetes saja ….” Nyanyian Syafi.
“Radio butut mulai mengeluarkan suara. ”Mayfa segera masuk mobil, tanpa memerdulikan Syafi.
Melihat pintu mobil sudah terbuka, Dirga segera masuk ke mobil bagian belakang. Dirga bukan kesal dengan Syafi, dia hanya tidak tahan terlalu dekat dengan Syafi. Melihat Dirga sendirian di bagian belakang, Syafi juga ikut masuk, duduk dengan nyaman di samping Dirga.
“Abang … jangan jauh-jauh dari adek bang, adek gak kuat ….” Goda Syafi.
“Syafi, pindah!” teriak Mayfa.
“Gak mau ….” Syafi semakin erat memeluk lengan Dirga, membuat Mayfa semakin kesal.
“Syafiiii!” teriak Mayfa.
“Jangan pisahkan, aku dan diaaa, Myfa tolonglah … kucinta dia ….” Syafi bernyanyi lagi.
“Arrggttt!” Mayfa berteriak.
“Jangan cemburu May ….” Goda Syafi.
“Gua nggak cemburu! Lo itu bentar lagi nikah, Dirga sahabat calon laki lo, masa nasib Dirga lo sama-in, sama korban bucin lo!” protes Mayfa.
“Dirga Jomblo, tenang May, jangan cemburu sama gua,” goda Syafi lagi. Dia segera turun dari kursi mobil bagian belakang, lalu berpindah ke kursi bagian depan di samping Mayfa.
“Gua nggak cemburu!” Mayfa membela diri.
"Dirga adalah … kakak angkatku … yang tidak pernah aku temui … ho-hooo
Jangan-jangan cemburu buta, jangan-jangan cemburu …." Syafi sengaja bernyanyi lagu ‘Cemburu Buta’ yang dinyanyikan oleh Rita Sugiato, untuk meledek Mayfa
“Kuatkan hati Arnaff Ya Allah, karena dapat spicies kayak Syafi,” oceh Mayfa.
Dirga tersenyum, sangat terhibur dengan kelakuan Syafi.
Ya Tuhan ... sisakan satu untukku wanita ceria seperti Syafi. Permohonan hati Dirga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments
dina firara
hhemmmm...jadi penasaran gRa2 apa arnaf ninggalin syafi
2023-01-22
0
Jasmine
kuat mentalkah arnaff menghadapi tingkah somplak fyi
2022-11-27
0
Fatma ismail
arnaff salh orng y,,
2021-07-02
0