Akhirnya tugas zduhur mereka selesai. Setelah memanjatkan do'a, dua wanita cantik itu segera merapihkan mukena mereka. Saat ingin meninggalkan mushalla, Syafi sadar meninggalkan pouch make-upnya di tempat wudhu. Melihat sepasang sendal jepit di depan matanya, Syafi langsung memakainya lalu berlari kearah tempat wudhu.
"Fiy, itu sendal jepit orang bukan punya Restoran!" teriak Mayfa. Percuma Syafi sudah pergi kearah tempat wudhu.
Tidak jauh dari posisi Mayfa berada, terluhat seorang laki-laki berumur lebih 40 tahunan, celengak-celenguk mencari sesuatu. Dia seakan tidak percaya dengan apa yang dia lihat saat ini. Anak gadisnya yang tiga bulan ini dia cari-cari malah ada di depan matanya. "Mayfa?" panggilnya.
Merasa namanya dipanggil, Mayfa menoleh kearah suara tersebut.
Duggggg!
Rasanya jantung Mayfa berhenti berdetak. "Ayah …." Wajah Mayfa pucat, melihat sosok yang berdiri tidak jauh darinya.
"Alhamdulillah, perlengkapan tempur aku masih ada." Ucapan Syafi membuat keadaan canggung itu buyar.
Mayfa berusaha mengontrol perasaannya yang kacau. "Fiy, balikin itu sendal! Itu sendal punya ayah gua!" omel Mayfa.
"Ya salam, aku jadi cinderella hari ini, mencuri sendal milik pangeran …." oceh Syafi. Dia melepaskan sendal jepit yang dia pinjam.
Plakkk!
Pukulan mendarat di pundak Syafi.
"Ini Ayah gua!"
"Ayah gua juga lu gombalin?" Rasanya Mayfa ingin sekali mencekik Syafi. Yang di omelin sama sekali tidak peka, dia malah memasang sepatunya tanpa menghiraukan kekesalan Mayfa.
"Ma'af … sebaiknya kita bicara di sana." Syafi menunjuk kearah jejeran bangku yang ada dekat Restoran.
Mayfa juga menurut, dia tidak mau mengundang keributan di tempat ini karena gombalan Syafi, dan sekarang Ayahnya malah menemukan dirinya. Mereka bertiga berjalan menuju samping Restoran, duduk bersama di bangku panjang yang biasa di pakai para karyawan Restoran untuk istirahat.
Syafi merasa kikuk berada diantara ayah dan anak ini, pastinya ada pembicaraan pribadi antara mereka. "May. Kamu bicara dulu sama Ayah kamu di sini. Kalau bicara privacy-nya selesai, kamu ajak Ayah kamu kedalam," usul Syafi.
Mayfa hanya menganggukkan kepalanya. Setelah Syafi menjauh, rasanya dia ingin lari dari sini sekarang. Tapi percuma. Selama tiga bulan ini, berteman dengan Syafi, bekerja bersama dengan wanita itu. Mayfa merasa aman. Ternyata Ayahnya kini malah menemukan dia.
"Fa …."
"Maaf Ayah. Aku gak bisa menerima perjodohan!" Mayfa langsung saja mengungkapkan perasaannya.
"Tapi, Fa ...."
"Ayah … tolong mengerti aku Ayah …." Wajah yang biasa tersenyum itu saat ini menampakkan tangisnya lagi. Air matanya terus berderai. Menghiba kepada sang Ayah, agar membatalkan perjodohannya.
"Adai Ayah bisa. Tapi … ini janji Ayah pada keluarga Bu Leti, kalau Ayah akan menikahkan salah satu putri Ayah dengan anaknya." Berulang kali Ayah Mayfa menjelaskan hal ini.
"Tapi kenapa harus aku, Ayah …." keluh Mayfa.
"Ayah tidak tau Nak."
"Beri Mayfa waktu ya, Ayah …."
"Ayah akan tingal ditempat kamu, sambil memberi kamu waktu. Fa … kalau kamu sayang sama Ayah, terima saja, banyak kok mereka menikah karena perjodohan, malah mereka sangat bahagia."
"Maaf ...." Mayfa mengusap air mata yang menetes di wajahnya.
Merasa obrolan penting bersama Ayahnya selesai, Mayfa mengajak Ayahnya masuk ke Restoran. Memasuki area dalam Restoran, keadaan nampak lengang, karena banyak pelanggan sudah selesai makan siang. Mayfa meminta Ayahnya duduk di salah satu kursi. Sedang dirinya langsung meminta izin pada bu Erli, untuk menemani Ayahnya yang baru datang. Izin di dapat, makan siang gratis pun Mayfa dapat. Dia segera menemui sang Ayah.
Syafi menikmati makan siangnya di meja yang tidak jauh dari Harun. Harun tersenyum melihat Syafi yang terlihat sedikit Normal. "Ternyata gombal mukidi lo gak keluar ya? Itu cowok yang sama Mayfa gak kamu gombalin …." ledek Koki Harun.
"Itu bapaknya Mayfa …." jelas Syafi.
"Tumben … biasanya mah kamu gak pandang siapa korban kamu," ledek Harun.
Syafi tidak terima di ledek seperti ini. "Aku makan dulu bang ... ngegombal juga butuh tenaga …." Syafi membela diri.
"Penasaran aku sama reaksi Mayfa, saat Ayahnya kamu gombalin."
"Abang lakukan tugas abang sana … gimana aku yakin Bang Harun imam yang baik bagi aku, bagi diri sendiri aja Abang gak bertanggung jawab." Tanpa melihat kearah Harun, Syafi terus menikmati makan siangnya.
"Ya salam … aku lagi yang kena rayuan mak kidi," keluh Harun.
Dari kejauhan Mayfa terlihat mendekat kearah Syafi. Dengan senyuman termanisnya Syafi menyambut temannya itu. Teman di kost-an juga teman kerjanya.
"Fiy, aku mau minta tolong …." ucap Mayfa.
"Ya udah, bilang apaan. Kalau aku bisa, insya Allah aku tolong, kalau di luar batas kemampuan aku, aku bantu lewat do'a."
"Ikut aku kesana, sekalian kenalan sama Ayah aku. Tapi jangan di gombalin kayak tadi, kasian Ayah aku bisa demam …."
Syafi dan Mayfa segera menghampiri meja yang di tempati Ayah Mayfa. "Assalamu'alaikum. eh … ketemu lagi ama aku yang cantiknya gak ketulungan, dan manisnya bisa bikin orang mual," ucap Syafi.
"Wa'alaikumsalam." Ayah Mayfa hanya membalas dengan senyuman. Entah jijik dengan tingkah teman anaknya atau apalah itu.
"Duduk, mode normal ngapa … ini ada Ayah aku, gesrek sama somplaknya di kresekkin dulu …." keluh Mayfa.
"Tidak bisa May … kau meminta aku jadi normal, sama aja kamu nyiksa aku …." goda Syafi.
"Huh …." Hembusan kasar napas yang Mayfa lepas terdengar jelas. Dia memandang kearah Ayahnya. "Ayah … sebelum Ayah semakin demam karena ni orang …." Mayfa meng-isyarat pada Syafi. "Ayah kuatkan hati, karena ni orang kalau lihat cowok, bucin dia kumat, rayuan mukidinya juga lepas landas, Ayah ingat di mushalla tadi 'kan?" ucap Mayfa.
"Masya Allah … akhirnya salju turun di bumi Murakata …." Tatapan mata Syafi ter arah pada Ayah Mayfa.
"Salju? Mana?" Ayah Mayfa menoleh kearah luar, yang ada matahari bersinar terik di luar sana. "Teman kamu memang aneh Fa, masa panas terik begini ada salju."
"Hati aku tiba-tiba dingin dan hampir membeku saat melihat Anda, Ayah …." ucap Syafi.
Brukkk!
Mayfa menelungkupkan wajahnya keatas meja. Kesal dengan Syafi yang sama sekali tidak punya rambu-rambu. Saat yang sama, pekerja yang melihat dan mendengar kejadian tadi, hanya bisa tepuk jidat, karena kelakuan Syafi.
"Kamu ini ada-ada aja, saya ini orang yang setia. Saya hanya setia sama mamanya anak-anak …." terang Ayah Mayfa.
"Ayah … dia orang gelo, dah jangan didengerin …." pinta Mayfa.
"Gak apa-apa Ayah, andai boleh poligami lebih dari 4, aku jadi yang ketujuh pun Rela. Bersama Ayah … seakan kebahagiaan separu isi bumi ini aku miliki …." Syafi memasang wajah sok manis. Tanpa perduli bagaimana masamnya wajah Mayfa, melihat ayahnya kena gombal temannya.
"Baru beberapa menit ketemu, Ayah dah mimisan ini Fa …." ucap Ayah Mayfa.
"Fiy, ini bapak gua loh … mode normal dikit lah …." rengek Mayfa.
"May, Ayah kamu kerja apa?" tanya Syafi.
"Punya beberapa saham pencetak uang!" jawab Mayfa asal-asallan.
"Owh … aku kira guru …." Syafi mengambil buku resep, lalu menutup wajahnya.
"Kenapa Guru?" sela Ayah Mayfa.
"Aku merasa signal menguat," jawab Syafi.
"Signal?" Ayah Mayfa terlihat bingung sendiri.
"Signal … kalau Guru dalam kehidupan aku berada tepat di depan mata aku …." Hiyaaa hiyaaa
"Arghttt!!" Mayfa geram.
"Maaf ya Ayah, sampai di sini dulu gombalannya. Kenalkan … saya Syafi, teman geludnya anak Ayah. Sehari gak Gelud, rasanya hidup ini hampa, Ayah ...." Syafi mengulurkan tangannya menjabat tangan Ayah Mayfa.
"Nama saya Rifqi Said Maulana, orang biasa memanggil saya Pak Said." Ayah Mayfa mengenalkan diri.
menyambut jabatan tangan Syafi.
"Saya manggilnya Ayah aja, boleh gak?"
"Apa saja," ucap Pak Said.
"Tadi mau minta tolong apaan May?" tanya Syafi.
"Minta tolong, supaya kamu jadi mama sambung bagi Mayfa, adik-adiknya, juga kakak-kakaknya." Pak Said membalas candaan Syafi.
"Ya salam … Ayah gua yang normal ketularan somplak karena dekat ma Lu, padahal baru beberapa menit …." dumel Mayfa.
"Saya jangan di ladenin Ayah, semakin Ayah lawan, saya semakin kumat." Syafi menoleh kearah Mayfa. "Kamu mau bicara apa? Waktu istirahat kita bentar lagi habis." Syafi mengintip jam tangannya.
"Ayah gua mau nginep di sini, jadi gua mau minta tolong sama lu, apa lu mau pinjemin kamar buat Ayah gua? Cuma sementara, pleas …." Wajah Mayfa terlihat sangat serius.
"Jangankan kamar aku, hati dan perasaan aku aja dah aku kasih buat Ayah kamu." Syafi berusaha menahan gelak tawanya.
"Ya Salam …." Rasanya Mayfa ingin sekali melempar Syafi dari puncak gedung tertinggi, berharap bisa normal dan mengurangi rayuan asinnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments
Sk Rum
Ngakak pollll 🤣🤣🤣😆😆😆
2023-06-03
0
Jasmine
somplak ketemu somplak....
nyambung terussss
2022-11-27
0
Ika Purbaningsih
hahahaha,,, author pinter bget bikin org ngakak,,, mantap2,,, 👍👍
2022-06-19
0