Tidak perlu repot mengetuk pintu kamar teman gesreknya. Pintu kamar itu terlihat sedikit terbuka.
"Assalamu'alaikum," salam Mayfa.
"Wa'alaikumsalam." Terlihat sunggingan senyum dari wajah Syafi.
Mayfa tidak membuang waktu, dia segera masuk dan mengunci pintu kost-an. Meletakkan bawaan yang dia bawa di atas kursi yang ada di pojok ruangan. "Fiy, aku langsung bobo ya, capek pake bingits!"
"Iya, kuy kita merem," ajak Syafi.
Keduanya berbagi tempat tidur. Beruntung badan mereka sama-sama kecil. Tempat tidur kecil itu masih muat menampung dua tubuh wanita manis itu.
"Fiy …."
"Hemz …." Mata Syafi sudah berpejam.
"Aku datang ke kota ini, karena lari dari rumah," Pengakuan Mayfa.
Sontak Syafi langsung bangun, dia duduk di atas tempat tidur, sorot matanya terfokus pada Mayfa. "Keluarga adalah tempat terbaik dan paling indah. Kenapa lu malah kabur dari tempat terindah? Di mana semua orang ingin selalu dalam lingkup keluarga, dan lo malah kabur?"
"Gua di jodohin! Gua ogah, makanya gua kabur!"
"Lari dari masalah tidak membuat keadaan membaik, sebab itu ada jalan musyawarah. Bicara baik-baik sama keluarga, bukan kabur."
"Gua takut!"
"Takut?"
"Takut keberatan gua gak di gubris."
"Lo sudah coba?"
Mayfa menggelengkan kepala. "Lo gak kenal bagaimana keluarga gua."
"Bicara dulu May … kalau keluarga lu kagak nerima, setidaknya lo sudah utarakan isi hati. Anggota keluarga lo manusia biasa, bukan orang istimewa yang bisa membaca isi hati setiap orang!"
"Gua sudah bilang sama Ayah. Tetap saja Ayah selalu menceritakan bagaimana istimewanya tuh laki-laki."
"Itu kasih sayang seorang Ayah. Dia hanya ingin anaknya mendapatkan imam yang tepat buat lo."
Mayfa terdiam. Dia tidak pernah memikirkan sampai kesana. Saat mendengar akan di jodohkan, seketika pikirannya di penuhi rasa benci dan ingin kabur dari rumah. Tanpa mengutarakan keinginanya. Dia kabur begitu saja hingga langkah kakinya sampai di Terminal Barabai, bertemu Syafi lalu bekerja di Restoran Indah Rasa.
"Bicara dari hati ke hati sama Ayah lo, Fa. Beliau pasti menderita saat lo pergi dari rumah."
Mayfa mengusap air mata yang terlanjur lolos dari pelupuk matanya.
"Dah, ayok kita bobo, bicarakan hal itu baik-baik sama Ayah kamu. Jangan pake emosi. Tapi pake hati." Syafi kembali membaringkan tubuhnya diatas kasur. "Jangan lupa baca do'a! Karena yang terpukau ama kecantikan gua cuma Arjuna. Bukan Syetan! Jadi gua bukan penangkal Syetan."
Tidak ada sahutan dari Mayfa. Hanya bunyi 'srekkk!' Yang terdengar. Mayfa sedang menarik ulur cairan yang menghuni kedua lubang hidungnya.
Suara Kajian mulai menggema memecah sunyinya alam. Membangunkan mata-mata yang masih rapat terpejam. Perlahan Syafi mengerjapkan matanya, hingga kedua bola matanya bisa terbuka sempurna. "Alhamdulillah … masih di beri Allah umur hingga pagi ini." Seraya mengucapkan do'a bangun tidur. Syafi melirik kearah jam dinding. Sebentar lagi subuh. Dia melangkah menuju kamar mandi, sengaja tidak membangunkan Mayfa. Kalau di bangunkan sekarang, yang ada perang berebut daerah kekuasaan. Alias kamar mandi.
Selesai membersihkan tubuhnya, juga wudhu. Syafi segera membangunkan Mayfa. "Putri tidur, bangun …."
"Dah subuh Fiy?" Suara Mayfa sedikit serak, ciri khas orang bangun tidur.
"Sebentar lagi, kita jama'ah ke mushalla yuk …."
Ajakkan Syafi di jawab dengan anggukkan kepala oleh Mayfa. Mayfa segera bangun dan melangkah menuju kamar mandi.
*****
Keduanya sudah cantik mengenakan mukena. Berjalan ber iringan menuju musahalla terdekat. Saat yang sama, Ayah Mayfa juga keluar dari pintu yang berada tepat di sebelah mereka.
"Pagi calon imamku …." goda Syafi.
"Fiy … masih subuh … masa catatan amal lo, sudah lo isi ama keburukan! Syafi … menggoda laki orang!" ucap Mayfa ketus.
Syafi menggerakan tangannya seolah mengunci bibirnya, lalu melakukan gerakan membuang sesuatu.
"Ayah, mau ke mushalla?" tanya Mayfa.
"Gak, Ayah mau main basket!" canda Pak Said.
"Ya salam … kita harus cepat-cepat pulang, kasian Ayah aku ketularan virus kamu Fiy." Sedang yang di maksud memasang wajah kalem.
"Kamu ini Fa, sudah tau Ayah mau subuhan di Mushalla, main tanya mau kemana segala," balas Pak Said. "Ayo langsung saja, itu sudah adzan subuh."
*****
Matahari mulai menerangi bagian bumi Murakata. Lampu-lampu jalanan sudah padam secara otomatis. Jamaah yang ikut salat subuh berjamaah mulai keluar dari Mushalla. Syafi, Mayfa dan Pak Said berjalan ber iringan menuju kost-an yang mereka tempati.
"Ayah … maafin aku." Samar terdengar suara permohonan maaf Mayfa.
"Hemz …." Hanya deheman yang keluar dari mulut Pak Said.
"May … kamu beli sarapan gih buat Ayah kamu, pakai aja motor matic aku. Sekalian--"
"Sekalian kamu nitip!" potong Mayfa cepat. Mayfa hafal dengan kebiasaan Syafi, selalu menitip sarapan jika sama-sama malas memasak.
"Ayah mau sarapan apa?" tanya Mayfa.
"Apa aja yang mudah di dapat, Fa."
Langkah kaki mereka akhirnya sampai di kost-an. Pak Said lebih memilih duduk di kursi yang berjejer di depan kost-an. Yang biasa di pakai penghuni kost, untuk menjamu tamu dari luar. Sedang Syafi dan Mayfa masuk kedalam kost-an, meletakkan mukenah mereka.
Tidak lama dua orang itu keluar. Mayfa dengan baju panjangnya dan kerudung pasminanya. Sedang Syafi dengan setelan santai. Dengan rambut yang ia gulung keatas asal-asalan.
Mayfa langsung menuju motor Syafi. "Awas lo, kalau godain Ayah gua!" ancamnya. Tapi yang diancam tidak memerdulikan ucapannya. Dia melenggang bebas menuju kursi di mana Ayah Mayfa duduk bersantai.
Mayfa segera mengendarai motor matic milik temannya. Semakin cepat berangkat, semakin cepat pula kembali. Semakin aman pula Ayahnya dari serangan Syafi.
"Assalamu'alaikum, Ayah … eh om aja kali ya?"
"Wa'alaikum salam, Fiy." Pemilik wajah tegas itu memberikan senyuman pada Syafi. "Panggil apa aja yang nyaman bagi kamu."
"Ya sudah, saya ikutan manggil Ayah aja."
"Iya."
"Tadi malam, saya dan Mayfa bicara, tentang dia pergi dari rumah-"
"Itu salah saya. Saya merasa sedih saat Mayfa pergi. Saya sudah putuskan untuk membatalkan perjodohan, saya sudah menghubungi keluarga laki-laki yang akan di jodohkan dengan Mayfa. Mereka setuju membatalkan perjodohan ini."
"Serius?!" Berteriak lepas, lupa kalau dirinya ada di tengah ruang terbuka.
"Demi kebahagiaan anak-anak. Saya serius!"
"Alhamdulillah …." Syafi sangat bahagia mendengar pembatalan perjodohan Mayfa.
"Kenapa Fiy? Pagi-pagi dah teriak-teriak!" Mendengar suara itu, Syafi menoleh kearah suara berasal.
"Eh, ada bu Je." Memberikan senyuman yang dipaksakan.
"Kenapa kamu?" tanya pemilik kost.
"Aku dilamar Ayahnya Mayfa, bu."
"Astaghfirullah, pagi-pagi …." Bu Jaenab memilih pergi dari tempat itu, daripada meladeni kehaluan anak itu.
"Kamu ini ya Fiy, enak banget bercanda kayak gitu." Pak Said menggeleng. Dari kemaren dia jadi sasaran gombal mukidinya Syafi.
"Bawaan saya Ayah. Rasanya kalau gak ada target ngegombal, bagai sayur asem tanpa garem!"
"Hahahaa … tapi unik, lucu, aku suka. Terima kasih …."
"Lah, terima kasih apa Ayah?"
"Terima kasih karena mewarnai hidupku," balas Pak Said.
"Jangan mulai Ayah. Kalau aku loss doll, aku takut Ayah mimisan. Gombalan aku yang kemaren belum ada level!"
"Ya salam …." gerutu Pak Said.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments
Sk Rum
Konyolllll asliii ngakakkk 😆😆😆
2023-06-04
0
neng aya
🤗
2023-01-15
0
Jasmine
klu org yg disomplakin ngerti ya podo amat tp klu org tsb gampang tersungging ya kiamat
2022-11-27
0