Mayfa memacu begitu cepat motor matic milik Syafi. Kekhawatirannya bukan hal yang berlebihan. Dia sangat hafal kebiasaan teman anehnya itu. Merayu laki-laki yang ada di depan matanya. Saat ini dia cemas, karena Ayahnya laki-laki yang ada di depan mata Syafi. Sedang Ayahnya orang baru. Belum mengenal siapa Syafi dan hobi anehnya itu.
Sedang di kost-an itu, otak Syafi dalam posisi normal. Dia tidak mengeluarkan jurus mautnya. Berlaku sebagaimana gadis normal pada umumnya. Menatap kearah jalan raya. Dia merasa heran, sebab dari tadi malam, saat dia pulang bekerja, ada mobil Avanza putih yang parkir di seberang kost-an. Otaknya terus bekerja, memikirkan apa yang di lakukan oleh pengemudi mobil Avanza itu.
"Fiy. Kamu kok lancar gitu ngerayu orang, bagaimana perasaan kamu saat merayu orang selepas itu?" Pertanyaan Pak Said membuyarkan lamunan Syafi.
"Bakat dari lahir Ayah," jawab Syafi asal.
"Ya salam … aku nanya serius Fiy."
"Beneran bakat dari lahir, bayi pada umumnya lahir dalam keadaan menangis. Lah kalau aku langsung ngedipin mata dokter tampan yang membantu persalinan mama aku." Sorot matanya masih memandang kearah seberang jalan.
"Kamu ini ada-ada aja! Mana ada seorang tahu keadaan saat dia lahir ke dunia!" Pak Said protes.
"Aku kan istimewa Ayah … wajar …."
"Iya … aku ngalah."
Akhirnya delevery order yang membawakan sarapan untuk mereka sampai. Tapi bukan delevery order yang murah senyum. Dari kejauhan saja sangat jelas bagaimana masamnya wajah delevery order itu.
"Aku aduin kamu mbak, ke atasan kamu. Ngerjain tugas kok gak ada manis-manisnya," ledek Syafi.
Mayfa memarkirkan motor Syafi. Turun dari motor sambil membawa tiga kantong plastik makanan. "Lo apain Ayah gua?" cerca Mayfa.
"Nggak aku apa-apain. Cuma bersandar di bahu Ayah. Ayah … nyendernya boleh remidi gak Yah?" goda Syafi.
"Lo ini!" Mayfa geram. Refleks dia menarik ikatan rambut Syafi.
"Aduh May! Yang kalem dan manis dikit dong jadi cewek. Kayak aku gini … kalem … manis …." Syafi memasang wajah sok cantik.
"Ya salam … teman kamu ini kelewat narsis!" sungut Pak Said.
"Kita sarapan di kamar aja, Ayah. Biarin makhluk astral ini sarapan sendiri!" Mayfa meletakan satu kantong makananan diatas meja tamu. Lalu menarik tangan Ayahnya agar meninggalkan Syafi di sana.
"Ayah thayank … gak mau gitu makan di suapin Syafi yang manis?" Namun dua orang yang terus melangkah itu tidak memerdulikan ucapannya.
Syafi tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. Entah kenapa puas rasanya bila melihat raut kekesalan di wajah target gombalannya. Syafi meraih kantong plastik yang berisi sarapan paginya. Tenaganya harus segera di isi. Medan tempur di kamar mandi tengah menunggunya. Sebelum bertempur dengan tumpukkan cucian kotor dan licinnya porselen kamar mandi, dia harus bertenaga dulu. Dengan semangat dia melangkah menuju kamarnya. Untuk menikmati sarapan yang di bawakan Mayfa.
Dalam kamar kost yang di tempati Mayfa. Dia dan sang Ayah menikmati sarapan pagi bersama.
"Bagaimana rasanya jadi buronan keluarga, Fa?"
Mayfa hanya tersenyum. "Maafin aku ya Ayah …."
"Jangan minta maaf, kamu gak salah. Harusnya Ayah lebih mementingkan perasaan kamu. Secara paksaan itu dampaknya pada hidupmu. Ayah tidak tahu, kenapa dari empat saudari. Kedua orang tua Arnaff malah memilih kamu."
"Maaf, Ayah. Aku masih ingin berbakti pada Ayah-Bunda. Sebab itu aku tidak ingin cepat menikah, nanti saja saat aku benar-benar siap."
"Iya … Ayah juga minta maaf. Tapi kamu tenang … Ayah sudah batalin perjodohan kalian."
"Beneran Ayah?"
"Ya bener lah, Ayah gak bohongin kamu, Fa. Jadi … kapan kamu pulang? Bunda rindu sama kamu loh, kakak dan adikmu juga. Tiga bulan kamu ninggalin mereka."
"Walau di sini aku cuma tiga bulan. Mereka semua baik sama aku. Aku butuh waktu buat pamitan sama mereka."
"Butuh berapa waktu?"
"Belum tau, Yah, tapi aku usahakan secepatnya, jika izin didapat, kita kembali, jujur aku sangat rindu dengan saudari-saudariku, yah."
"Kalau begitu, Ayah tetap di sini, Ayah akan pulang saat kamu siap untuk pulang ke rumah."
Tidak ada lagi pembicaraan diantara keduanya. Mereka menikmati sarapan pagi mereka.
Saat yang sama.
3 orang yang sedari tadi malam ronda di mobil. Mengabadikan segala hal yang menurut mereka bisa di-abadikan untuk tugas mereka. Langsung mengirim tangkapan mata kamera pada junjungan yang memberi tugas pada mereka.
Tidak berselang lama, ponsel salah satu dari tiga orang itu berdering.
"Iya, bos?"
"Ini alamatnya sudah jelas?"
"Sudah bos. Dia bekerja sebagai pelayan Restoran di kota kecil ini."
Tidak ada sahutan lagi di ujung telepon sana. Orang itupun segera menyimpan ponselnya. Intaian sudah tak terlihat, saatnya mereka mengisi perut sebelum menjalankan tugas yang lain.
Kerjaan di kost-an selesai. Kamar sudah rapi. Cucian sudah selesai. Saatnya menuju medan pertempuran yang lain. Restoran Indah Rasa, tempanya bekerja selama ini. Jam menunjukkan jam 9 pagi. Syafi berjalan menuju kamar Mayfa.
Tokkk tok tok!
"May …." panggilnya.
Tidak berselang lama pintu kamar kost terbuka. "Iya Fiy?" jawab Mayfa.
"Mau ketempat kerja bareng, gak?"
"Bentar … aku pamit sama Ayah dulu." Mayfa menghilang, dia melangkah kedalam menemui Ayahnya. Tidak berselang lama, Mayfa kembali dengan senyuman di wajahnya. "Ayok …."
Dua wanita itu segera menaiki motor matic milik Syafi, menuju tempat kerja mereka.
***
Matahari mulai meninggi. Aktivitas di Restoran itu semakin sibuk. Para pengunjung mulai berdatangan. Tanpa Mayfa dan Syafi sadari. Tiga orang yang dari tadi malam memata-matai mereka juga ada di Restoran Indah Rasa. Sambil curi-curi kesempatan untuk mengambil foto di sana. Mereka begitu ahli, dan berbaur begitu saja dengan para pengunjung Restoran lain.
"Kak Adian thayank … mis yu tu much!" oceh Syafi.
"Hilih, aku yang sial! Sepertinya aku yang pertama kali kena sasaran mukidinya Syafi!" omel Adian.
"Nggak! Pagi ini abang jadi sasaran kedua!" balas Mayfa.
"Lah, yang kena sial pertama kali jadi sasaran rayuan bucin Syafi siapa, May?"
"Ayah gua!" jawab Mayfa.
"Dasar si Syafi …." Adian menggelengkan kepalanya. Tidak pernah menyangka kalau Syafi tidak pandang bulu kalau ngebucin.
"Bang … maduku mana?" Syafi memandang kearah pintu masuk.
"Istriku lagi sibuk, gak bisa ikut," jawab Adian.
"Baguslah, kalau begitu kita bisa menikmati waktu berdua lebih lama tanpa kak madu." Syafi langsung duduk di samping Adian.
Mayfa lebih memilih menjauh dan terus melayani pelanggan yang lain.
Adian meraih sesuatu dari sakunya. Dia memberikan itu pada Syafi.
"Jangan bilang abang mau lamar aku," ucap Syafi.
"Bukan! Itu bonus buat kamu, karena bantuan kamu tadi malam." jawab Adian.
Syafi tersenyum, mulai mengeluarkan lagi jurus basinya. "Owh, kirain restu istri pertama dah dikantongin, jadi abang bisa lamar aku."
"Fiy! Kerjaaa!" Teriakkan itu sontak membuat Syafi segera berdiri.
"Iya bu Erli, aku lagi kerja kok," jawabnya.
"Kerja ngegombal!" maki Mayfa.
Plakkk!
Sebuah nampan yang Mayfa pegang mendarat di bahu Syafi. Yang kena pukulan hanya tersenyum. Bagaimanapun tingkah Mayfa, bagi Syafi itu selalu lucu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments
Jasmine
mata2 itu kiriman dan suruhan siapa ya
2022-11-27
0
Rose_Ni
target operasinya siapa nih,si makidi apa mayfa
2022-03-21
0
Fatma ismail
Syafi Syafi... 😍😍kira kira ,BS gombalin Dirga jg GK yh...
2021-07-02
0