"Waktu melihatmu di pemakaman hari itu, aku teringat pada diriku sendiri," kata Langit sambil menerawang. "Betapa sedih dan kesepiannya dirimu saat itu, aku bisa memahaminya. Aku memutuskan aku ingin menjadikanmu putriku." Langit menoleh pada Lintang sambil menyunggingkan senyuman.
Lintang tertegun, entah mengapa dadanya jadi terasa hangat.
"Kamu mandi saja dulu, pumpung yang lain belum bangun. Daripada nanti berebut. Seragam sekolahmu sepertinya sudah disiapkan Awan di kamarmu," usul Langit.
"Aku sekolah?" pekik Lintang terkejut. Lintang sebenarnya sudah berniat putus sekolah saat ibunya meninggal. Dia tak punya biaya untuk sekolah.
"Iya dong. Kemarin kan aku sudah bilang, aku akan menyekolahkanmu sampai ke universitas," kata Langit sambil menyengih.
"Ta-tapi bukannya aku nggak ikut pendaftaran sekolah di mana-mana. Lagian SMA sudah masuk mulai seminggu yang lalu, kan?" Lintang masih tidak percaya.
"Kamu tenang saja! Aku sudah mengatur semuanya, kamu tinggal sekolah saja, cepat mandi sana." Langit menggampangkan masalah.
Lintang merasa tak enak hati, tapi akhirnya dia menyingkir dan masuk ke kamar mandi atas. Setelah mandi, Lintang kembali ke kamarnya dengan memakai baju handuk.
Lintang berpapasan dengan Guntur yang baru keluar kamar dengan wajah yang masih bonyok dan mengantuk. Guntur menggeram pada Lintang dan membuatnya mati kutu, namun tidak melakukan apa-apa. Guntur melewati Lintang dan memasuki kamar mandi. Dengan mengelus dadanya, Lintang masuk ke kamar dan bersiap berangkat sekolah.
Lintang memakai baju seragam SMA yang manis. Setelan baju warna merah dengan rok kotak-kotak. "Ini kan seragam SMA A," gumamnya. SMA A adalah salah satu sekolah swasta elit terbaik di Kota Surabaya. Lintang tak pernah menyangka dia akan mengenakan seragam mewah ini.
Lintang merias diri di cermin. Dia memilih gelang jam tangan, sepatu dan jepit rambut dengan brand Sekar Langit. Lintang mematut diri di cermin dengan tatapan tidak percaya. "Lintang ... apakah ini benar dirimu?" tanya Lintang pada bayangannya. Baru kali itu dia mengagumi kecantikannya sendiri.
Lintang lalu keluar dari kamar. Dari anak tangga, terlihat seluruh keluarga Langit telah berkumpul di meja makan.
"Ayo Lintang, waktunya sarapan," kata Langit riang.
Dengan canggung, Lintang turut duduk pada kursi kosong di antara Awan dan Surya. Lintang bersyukur tidak mendapat tempat duduk di samping Guntur yang terus menatapnya dengan garang.
"Jangan malu-malu ayo di makan," ujar Langit.
"I-iya." Lintang tergagap.
Menyadari kegugupan Lintang, Awan mengambilkan nasi untuk Lintang. "Segini kurang, Lintang?" tanya Awan sambil memperlihatkan sepiring berisi nasi pada Lintang
"Cukup, terima kasih, Tante." Lintang menerima sepiring nasi itu dengan senang hati.
Surya tak mau kalah, dia mengambilkan beberapa sendok makan tumis jamur dan meletakannya di piring Lintang. "Ini jamur Shiitake, rasanya benar-benar enak, makanlah yang banyak!" tutur Surya.
"Terima kasih, Kek," Lintang mengulum senyum. Dia senang mendapat perhatian dari kedua orang itu. Seolah dirinya di terima di sana. Tapi tentu saja dia tetap tak berani menatap Guntur yang duduk persis di depannya.
Belum terasa nyata sama sekali rasanya. Benarkah bahwa kini dia telah menjadi bagian dari keluarga aneh ini. Bisakah dia bertahan ke depannya? Lintang tidak tahu, tapi untuk sementara dia senang bisa tinggal di sini. Di sini lebih baik ketimbang harus berjuang sendirian di luar sana. Meskipun dia masih belum tahu tujuan Langit yang sebenarnya tapi kini dia yakin bahwa pria itu tidak punya maksud jahat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
Fitria Dafina
😍😍😍 bahagialah Lintang
2021-11-05
0
hmd
💚💚💚💚💚💚💚💚🧡
2021-09-25
0
reyya
Kalau ortu nya langit udah gak ada saat dia kecil Trus kakek surya siapa ?
2021-03-08
2