Matahari senja bersinar jingga. Seminggu telah berlalu sejak meninggalnya ibu. Lintang berlari terengah-engah. Badannya penuh dengan peluh karena hawa kota Surabaya yang panas.
Lintang berhenti di depan restoran cepat saji, tepat dia bekerja paruh waktu. Lintang berusaha menstabilkan nafasnya. Dia menatap sekeliling restoran yang sudah cukup ramai. Bosnya yang berbadan gendut dan berkepala botak berdiri di depannya sambil berkacak pinggang.
"Terlambat lima menit." Bos melotot dengan garang.
"Maaf, Bos, tadi jalanan macet," dalih Lintang
"Kamu dipecat," hardik si Bos gendut.
Lintang terpaku. Dia tak percaya dengan apa yang baru saja di dengarnya? Dipecat? Karena terlambat lima menit?
"Ta-tapi, Bos, saya kan hanya terlambat lima menit," rengek Lintang.
"Lima menit juga berharga. Waktu adalah uang. Cepat pergi dari sini!" kata pria itu sembari mengibaskan tangan untuk mengusir Lintang.
Lintang bergeming sejenak. Dia tak mengerti mengapa bos gendut ini sama sekali tak punya toleransi. Lintang mendesah lalu berteriak.
"Oke, aku berhenti! Tidak usah memecatku! Siapa juga yang mau bekerja di restoran cepat saji murahan seperti ini! Masakannya tidak enak, harganya mahal, sudah begitu tidak higienis, penuh kuman!"
Si Bos gendut menatap seperti gerigala lapar karena olokan Lintang itu. Pria itu hendak menyergap Lintang, tetapi Lintang segera ambil langkah seribu. Bos itu mengejarnya dengan membabi buta, namun Lintang yang lebih cepat dan lebih gesit. Akhirnya Si Bos menyerah karena kelelahan. Pria itu hanya menggeram dari kejauhan sambil mengacungkan tinjunya.
"Awas kamu, kalau berani balik ke sini lagi!"
Lintang berhenti berlari dengan nafas terengah-engah. Lega karena Si Bos gendut sudah tidak mengejarnya lagi. Lintang melangkah lunglai kembali kosnya dengan sedih. Dia merogoh saku bajunya, hanya ada selembar uang lima ribu di dalam sakunya.
"Ini cukup ... besok aku bisa cari pekerjaan baru." Lintang tersenyum kecut berusaha tetap tegar.
Sesampainya di tempat kosnya Lintang menghadapi kenyataan yang lebih menyakitkan. Barang-barangnya dilemparkan keluar kamar oleh ibu kosnya dengan kasar. Lintang terkejut dan berlari mendekat.
"A-ada apa ini, Bu?" Lintang meminta penjelasan.
"Ada yang mau menyewa kamarmu, jadi aku mengeluarkan semua barangmu, sekarang pergilah," kata wanita berambut keribo itu dengan ketus.
"Tu-tunggu, Bu, Anda tidak bisa begini ... kalau begini saya harus tinggal di mana?" Lintang memprotes.
"Tinggal saja di jalanan! Kamu pikir aku menyewakan kamarku gratis? Uang sewamu sudah menunggak tiga bulan!" Ibu kos berambut keribo itu berdecak dengan jengkel.
"Tunggu, Bu. Jangan begini ... saya mohon ..." Lintang meratap sambil memegang tangan ibu kosnya. Lintang mengeluarkan selembar uang lima ribu dari sakunya, uang satu-satunya yang dia miliki sekarang. Lintang menyerahkan uang itu pada ibu kosnya.
"Hari ini saya hanya punya ini. Tolong jangan usir saya, besok pasti saya lunasi." Lintang memohon sembari menyatukan kedua telapak tangannya.
Ibu kos berambut kribo itu merebut uang lima ribu rupiah dari tangan Lintang itu dengan bengis. "Kamu pikir segini cukup, ha? Kamu seharusnya bayar enam ratus ribu. Aku sudah muak dengan janjimu! Besok dan besok dan besok lagi!" Ibu Kos menyalak dengan mata membeliak. "Aku juga punya batas kesabaran, beruntung aku tidak memanggil polisi, cepat kemasi barangmu dan jangan pernah datang lagi!"
Wanita berambut kribo itu memasuki rumah dengan bersungut-sungut. Bahu Lintang sampai bergetar karena suara bantingan pintu ibu kosnya. Dia menghela napas kemudian berjongkok dan memunguti barang-barangnya yang berantakan di halaman. Matanya berkaca-kaca, namun dia berusaha menahan tangis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
hmd
🧡🧡🧡🧡🧡💚
2021-09-24
0
Fitria Dafina
Kasihan lintang..
2021-03-31
0
ftya adnan90
msh menelaah dlu crita nya
2021-01-09
2