Lintang bersimpuh dengan mengenakan baju serba hitam. Wajahnya pucat, matanya berkantung, seperti mata panda. Tatapannya kosong. Dia tidak menangis.
Di depannya, jenazah ibunya terbujur kaku, tak bernyawa. Orang-orang yang di dekatnya menangis dan menenangkannya. Mereka turut bersedih sambil melantunkan ayat-ayat suci. Lintang hanya diam tak bergerak. Tak satu kata pun terucap dari bibirnya.
Dia teringat pada kejadian kemarin saat ibunya masih tertawa bersamanya. Saat Lintang masih bercerita pada
ibunya tentang cowok yang disukainya di kelas. Saat ibunya membelai rambutnya, saat ibunya mengecup keningnya sebelum berangkat kerja. Hal-hal itu tak mungkin dialaminya lagi setelah ini. Ibunya akhirnya meninggal setelah lima tahun menderita kanker rahim dan tak akan kembali untuk selama-lamanya.
Di antara kerumunan peziarah yang datang, seorang pria tampan yang wajahnya mirip sekali dengan
artis Korea Lee Dong Wook duduk bersila. Pria itu terus menatap Lintang dengan rasa iba yang dalam.
Lintang masih begitu muda. Baru enam belas tahun, baru saja lulus dari SMP, tapi kini dia harus hidup
sebatang kara. Pria itu diam dan mengalihkan pandangannya pada jenazah ibu Lintang yang telah dibungkus kain kafan dan terbujur kaku dilantai.
Pria itu pernah mengalami masa-masa seperti Lintang. Masa-masa kelam saat dia kehilangan kedua orang
tuanya di usia yang hampir sama dengan Lintang. Hal itu membuatnya merasa lebih sekadar simpati. Dia merasa ikut merasakan beban dan kesedihan yang dirasakan oleh Lintang meskipun sebenarnya pria itu sama sekali tidak mengenal Lintang.
Setelahnya, jenazah ibu Lintang pun dibawa tandu dan dikebumikan di pemakaman umum. Lintang tetap tidak
menangis, air matanya sudah benar-benar mengering. Hatinya terkoyak-koyak namun tak setetes pun air dapat mengalir dari matanya. Setelah semua peziarah pergi Lintang tetap berjongkok di hadapan makam ibunya dan membelai nisan ibunya penuh kasih.
"Ibu ... aku tidak akan menangis. Aku akan tegar dan melanjutkan hidupku. Suatu saat nanti kita
pasti akan bertemu lagi," kata Lintang lirih.
Si Lee Dong Wook diam-diam masih berada di belakang Lintang. Justru air mata Lee Dong Wook lah yang jatuh
karena mendengar kata-kata Lintang itu. Pria itu mengusap matanya dengan rasa malu. Lintang bangkit dan tertegun mendapati masih ada satu peziarah yang berdiri di belakangnya. Jujur dia tidak mengenali cowok itu. Siapa dia?
"Apa kabar?" sapa pria itu dengan suaranya yang bergetar karena menahan air mata.
"Anda siapa?" tanya Lintang.
Pria itu mengeluarkan selembar kartu nama dari sakunya dan memberikannya pada Lintang. Lintang membacanya dengan seksama. Nama Langit Kresna Riyadi tertera di kartu nama itu, jabatannya sebagai CEO Perusahaan Konveksi Sekar Langit tempat ibunya dulu bekerja sebagai penjahit.
Lintang memandangi wajah pria itu. Dia ingat beberapa kali ibunya sering menceritakan tentang Presdirnya
yang sangat ramah, baik hati dan tampan mirip artis Korea. Kini pria yang sangat dipuja-puja ibunya itu berdiri di hadapannya.
Pria bernama Langit itu tersenyum padanya. Senyuman yang manis dan menyejukan hati persis seperti apa
yang diceritakan ibu Lintang.
"Aku rekan kerja ibumu. Jika kamu butuh bantuan atau dalam kesulitan hubungi aku. Aku pasti membantu sebisaku," kata Langit sambil tersenyum.
"Terima kasih," jawab Lintang lirih.
Langit tersungging dan menepuk-nepuk punggung Lintang. Pria itu kemudian membalikkan badan lalu
meninggalkan Lintang. Lintang memasukkan kartu nama itu ke dalam saku bajunya dan diam. Dia lalu meninggalkan makam, tempat peristirahatan terakhir ibunya. Seluruh kehidupannya berubah hari itu. namun Lintang tak mengetahui betapa bergunanya kartu nama yang diterimanya hari itu nanti.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
hmd
🧡🧡🧡🧡🧡🧡🧡💚
2021-09-23
0
ftya adnan90
sllu like...
2021-01-09
0
Helni mutiara
next...👍
2021-01-07
0