"Ndhuk.." Bik Inah langsung menghampiri Nona, yang masih berdiri dengan pipi yang memerah dan air mata yang mengalir. Dengan lembut Bik Inah mengusap pipi Nona.
"Bik, bisa kita pulang sekarang?" Lirih Nona.
"Iya iya ayo kita pulang sekarang!" Bik Inah jadi merasa tidak enak pada Nona, atas perbuatan Nyonya nya itu.
Mereka berduapun berlalu pergi, meninggalkan rumah majikannya.
Rina yang sedang mabuk, memaki apapun yang ada di hadapannya. Lalu merebahkan tubuhnya di atas sofa ruang tengah. Nafasnya terengah-engah, dia tertawa lalu menangis diwaktu yang bersamaan.
***
"Kau baru pulang jam segini?" Pertanyaan itu membuat Nona yang sedari tadi berjalan sambil menunduk, mendonggakkan wajahnya. Dia tahu itu suara Anggara.
"Kenapa kau disini?" Nona balik bertanya tanpa menjawab pertanyaan Anggara.
"Aku sudah menunggumu hampir 3 jam." Anggara, berjalan mendekati Nona yang justru hanya terdiam di tempat.
"Untuk apa kau menungguku selama itu?" Nona kembali bertanya.
Anggara yang sudah berdiri tepat dihadapan Nona langsung teralihkan dengan bekas meras dipipi Nona. Anggara bisa langsung menebak, pasti terjadi sesuatu. Melihat dari ekspresi wajahnya yang juga terlihat murung.
"Apa yang terjadi?" Dengan tatapan tertuju ke arah pipi Nona yang memerah itu.
"Tidak apa-apa." Nona menutup pipinya yang memerah dengan sebelah tangannya, Nona kembali berjalan, menuju kursi bambu yang terletak disamping rumahnya.
"Ada perlu apa kau mencariku?"
Anggara, berbalik dan mengikuti Nona, ikut duduk bersamanya di kursi bambu itu.
"Entah. Aku juga tidak tahu kenapa aku berakhir disini!"
"Dasar aneh!" Nona terkekeh pelan. "Lalu...?" Lanjut Nona.
"Aku hanya ingin melihat wajahmu sebelum pergi."
"Harus?"
"Sepertinya, atau aku tidak akan bisa tidur."
"Kau benar-benar aneh." Nona hanya menunduk. Tentu saja, sebenarnya dia sedang tidak ada mood untuk melayani obrolan siapapun saat ini.
"Apa kau tidak ingin cerita padaku, apa yang terjadi?"
"Tidak.."
"Kenapa? Aku bisa menjadi pendengar yang baik!"
"Hanya pendengar?"
"Tidak, aku juga bisa membantu jika kau butuhkan!" Kalimat itu tulus di ucapkan Anggara. Sebenarnya, setelah mengenal dan dekat dengan Nona selama beberapa minggu, membuat dia memiliki rasa 'kasihan' mungkin terhadap gadis malang itu.
Nona hanya tersenyum getir.
"Tidak bisakah kita menikah tanpa harus ada perjanjian apapun? Aku sudah sangat lelah!" Nona menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Dia merasa sudah sangat lelah menjalani hidup sebatang kara. Dia merasa, untuk menghidupi dirinya saja dia tidak mampu. Dia butuh seseorang yang dapat melindunginya, yang dapat menafkahinya.
Sebelum berakhir menjadi ART di rumah itu, Nona sudah melewati banyak rintangan dalam pekerjaannya. Dia pernah bekerja di sebuah toko, namun berakhir dengan pemecatan. Dia dituduh melakukan hal yang tidak dia lakukan. Lalu, Nona juga sudah pernah menjadi pelayan disebuah restoran, lalu berakhir hampir diperkosa oleh bos nya.
Dan kini, dia justru mendapatkan perlakuan kasar dari majikannya. Padahal dia tidak melakukan kesalahan apapun.
Anggara hanya terdiam. Dia tidak menyangka Nona akan mengatakan hal seperti itu. Sebenarnya, dia sendiripun tidak siap untuk menikah.
Selama ini dia hanya bersenang-senang untuk mendekati Nona, dia tidak berniat serius. Anggara masih dalam tahap ingin memastikan perasaannya, dia masih bingung mengapa selalu memikirkan wanita itu. Padahal Nona bukan seleranya sama sekali.
"Aku sudah memikirkannya, aku setuju! Aku akan menikah denganmu!" Imbuh Nona sambil menyeka air matanya.
Deg!
Anggara jadi pucat pasi. Dia tidak berharap Nona menerimanya. Dia justru berharap Nona menolak permintaan Papanya. Agar dia bisa punya alasan terus bermain-main dengan Nona dan mengatas namakan Papanya.
Dasar Anggara, ternya jiwa bajingannya belum hilang-hilang juga. Sifatnya mempermainkan wanita sepertinya sudah mendarah daging.
"Apa kau mendengarku?" Nona membuyarkan lamunan Anggara.
"Eh ee I-iya. Akan aku sampaikan pada Papa tentang keinginanmu."
Nona yang masih sesegukan hanya menatap ke arah Anggara yang terlihat bingung.
"Yaudah kalau gitu, aku permisi dulu." Anggara langsung bergegas meninggalkan kediaman Nona. Dengan langkah seribu.
^TO BE CONTINUED^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments