I'm Not Fine

Masih belum menyerah.

Bagi Anggara, inilah waktu menjalankan rencananya selagi papanya tidak berada di rumah.

Apapun akan dilakukan Anggara agar Nona bisa pergi dari rumah.

Tok.. tok.. tok..

Sedikit lama, Nona membukakan pintu kamarnya. Maklum, dia sudah sangat lemas karena demam dan rasa sakit di kakinya.

"Bersihkan kolam!"

"Untuk apa?"

"Untuk apa lagi kalau bukan untuk berenang! Cepat!"

"Tapi ini sudah malam."

"Aku tidak perduli, dan kamu tidak berhak untuk membantah. Tugasmu hanya membersihkannya."

Nona mengikuti langkah Anggara dari belakang.

Lalu dengan perlahan membersihkan kolam. Anggara hanya memperhatikan sambil berbaring di kursi santai.

Karena sudah tidak sanggup lagi. Nona pingsan dan terjatuh dalam kolam.

Awalnya Anggara hanya melihatnya saja tanpa melakukan apa-apa. Namun karena Nona tidak muncul-muncul dia menjadi panik dan berlari lalu melompat kedalam kolam untuk menyelamatkan Nona.

Jangan tanya seberapa paniknya Anggara ketika Nona tidak sadarkan diri.

Anggara langsung membawa Nona ke rumah sakit.

"Bagaimana keadaannya Dok?" Tanyanya panik.

"Dia demam tinggi akibat infeksi pada kakinya."

"Apa itu berbahaya ?"

"Jika lebih cepat ditangani mungkin tidak akan separah ini. Sekarang kakinya yang tekilir sudah berlendir dan harus di operasi."

"Apa !!! Apa harus di amputasi ?"

Dokter itu terkekeh. "Tidak, operasi dilakukan hanya untuk membuang lendir dan memperbaiki tulangnya."

Mendengar itu Anggara mengusap dada nya yang sempat shock tadi.

"Kapan operasi nya akan dilakukan Dok."

"Lebih cepat lebih baik."

"Yasudah, lakukan secepatnya."

"Baik, saya permisi dulu."

Dokter keluar dari ruangan di mana Nona di rawat. Meninggalkan Anggara dan Nona didalam sana.

Anggara duduk di samping Nona yang masih dalam keadaan belum sadar.

Memperhatikan setiap inci dari wajahnya.

Gadis yang di anggapnya sangat-sangat kampungan itu memiliki sisi baiknya. Dia memiliki hati yang luar biasa.

Apa pun yang dilakukan Anggara tak lantas membuatnya marah atau kembali membentak. Gadis itu tetap sabar dan berbicara sopan walaupun dalam keadaan ditindas.

Tubuhnya yang kurus dan mungil terlihat begitu menyedihkan ketika sedang sakit seperti ini.

Rasa bersalah pun melanda Anggara. Dia menyesal tidak mendengarkan papa nya untuk membawa Nona ke rumah sakit. Kalau saja dia melakukan itu, mungkin hal seperti ini tidak akan terjadi.

Anggara terlelap di tempat duduknya dengan kepala menyender di bagian samping tempat tidur Nona dan tangan yang entah sejak kapan sudah menggenggam tangan Nona.

Nona terbangun lebih dulu. Dan langsung melepaskan genggaman tangan itu, membuat Anggara juga ikut terbangun.

Dengan canggung Anggara langsung berdiri. Dan menjadi salah tingkah.

Untung dokter yang masuk keruangan itu menyelamatkannya dari keadaan canggung itu.

"Selamat pagi." Sapa dokter itu ramah.

Namun tak ada jawaban dari keduanya.

"Kita akan lakukan operasi 1 jam lagi."

"Operasi !" Nona kaget, karena dia belum tahu apa-apa tentang apa yang sedang terjadi.

Dokter yang baru saja hendak berbalik arah dan meninggalkan ruangan tersebut akhirnya kembali lagi ke posisi semula.

"Iya, kita akan melakukan operasi untuk mengangkat lendir di bagian kakimu yang tekilir. Apa kekasih mu belum memberitahukan mu tentang itu ?"

"DIA BUKAN KEKASIHKU !"

"DIA BUKAN KEKASIHKU !"

Serentak ..

Membuat Dokter tersebut menatap mereka bergantian.

"Baiklah, kalau begitu bersiaplah." Dokter yang agak melambai itu pun keluar dari ruangan itu dan kembali meninggalkan Anggara dan Nona di sana.

"Aku akan membelikan sarapan." Dengan cepat Anggara melangkah.

Sedangkan Nona masih kebingungan seorang diri.

Mengetahui dirinya akan menjalankan operasi membuatnya sedikit tegang.

Pasalnya ini kali pertama dia harus menjalani operasi.

Membayangkan kakinya akan dibelah dengan pisau dan segala peralatan lainnya membuat jantungnya mulai berdetak lebih cepat.

Tak lama Anggara kembali dengan bubur kacang hijau hangat.

"Makan dulu."

"Terimakasih, letakkan disitu saja. Nanti aku akan memakannya."

"Sekarang !"

Anggara mendekat dan membenarkan posisi duduk Nona agar dapat menyantap buburnya.

Mau tidak mau Nona harus melakukannya atau jika tidak Anggara akan mengamuk lagi. Begitulah pikirnya.

Anggara memilih duduk dan memperhatikan Nona yang sedang menikmati bubur hangatnya.

"Kenapa tidak katakan kalau kamu sakit ?"

"Hemm entahlah, menurutku itu tidak perlu."

"Kenapa tetap melakukan semua yang aku suruh padahal sudah sangat lemas ?"

"Aku tidak mau kamu kecewa."

Anggara terdiam. Dan ini bukan gombal. Namun begitulah adanya.

Nona memang tipe orang yang lebih memilih mengorbankan dirinya demi orang lain. Sekalipun orang itu sudah membuatnya sakit hati atau marah.

Hening..

Mereka sama-sama terdiam.

Tok tok tok.

"Permisi, sudah waktunya untuk operasi."

Wajah Nona kembali menegang. Dia menarik nafas dalam.

Anggara menyadari itu. "Tidak perlu takut, tidak akan sakit." Untuk pertama kalinya, dia tersenyum kepada Nona.

Dan Nona pun membalas senyumnya ramah, seperti yang biasa dia lakukan. Namun belum pernah di lakukan nya pada Anggara.

Dan senyuman itu berhasil menghipnotis Anggara. Membuat Anggara terus terbayang-bayang dengan senyuman Nona yang menurutnya sangat manis.

Suster itu membawa Nona menuju ruang operasi. Sedangkan Anggara menunggunya di depan ruang operasi dengan pemikirannya yang terus saja memikirkan senyuman Nona tadi.

"Kenapa aku selama ini tidak menyadari kalau gadis itu memiliki senyuman yang manis."

Operasi berjalan lancar. Nona diizinkan pulang setelah menginap satu malam lagi di rumah sakit.

Saat akan pulang, mereka kembali berdebat lagi.

"Gunakan ini saja, ini akan lebih aman bagimu."

"Tidak perlu Anggara, aku cukup menggunakan ini saja. Aku tidak sakit parah sampai harus menggunakan kursi roda."

"Tapi tongkat itu bisa saja membuat kamu terjatuh Nona."

"Tidak Anggara, aku bisa mengatasinya."

"Tidak, kamu harus dengarkan aku."

Sedangkan suster yang akan mencabut infus di tangan Nona sampai kebingungan melihat mereka berdua.

"Nona, sebaiknya ikuti saja kemauan kekasihmu."

"DIA BUKAN KEKASIHKU !"

"DIA BUKAN KEKASIHKU !"

Serentak..

Dan akhirnya, Nona mengalah. Karena dia tidak akan menang jika berdebat dengan Anggara.

Sesampainya di rumah.

"Nona, kemarin teman sekolah mu datang. Dia menyuruhmu untuk menelponnya jika kamu sudah pulang dari rumah sakit." Ucap tukang kebun dir rumah Anggara saat menemui Nona yang baru saja turun dari mobil Anggara.

"Baik, terimakasih pak."

Belum lagi kalimat itu selesai, Anggara sudah langsung mendorong kursi roda Nona dan membawanya masuk ke kamar.

Si kembar langsung menghampiri Anggara yang baru saja keluar dari kamar Nona.

"Apa yang terjadi dengannya kak ?"

"Ada infeksi di kaki nya yang tekilir."

Anggara langsung meninggalkan kedua gadis kembar itu.

"Itu tekilir yang gara-gara kamu ngerjain dia dikamar mandi itu ya Nan ?" Tanya Nindi penasaran.

Nanda terbahak puas. "Iya."

Dan Anggara pun mendengar percakapan itu.

💮💮💮

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!