"Apa Papa sudah bicarakan dengannya?" Pertanyaan itu langsung menyambut kepulangan Om Hary. Ternyata, kedatangan Om Hary menemui Nona bukan tanpa alasan.
Om Hary menghela nafas malas ketika kembali diserbu dengan pertanyaan itu dari istrinya. "Sabar dulu Ma."
"Sabar? Pa! Kita tidak punya banyak waktu. Kita harus secepatnya membatalkan pernikahan itu sebelum dia semakin berharap." Mungkin, maksud tante Ambar baik.
Om Hary hanya terdiam, dia memijat pelan pelipisnya. Dia sediri juga bingung. Haruskah dia membatalkan pernikahan yang sudah dia janjikan pada Nona.
***
Sedangkan Anggara, kembali datang menemui Nona. Sebenarnya, kedatangannya cukup mengganggu rutinitas Nona. Walaupun Nona sudah melarangnya berulang kali, tapi dia tetap datang setiap hari untuk menemui Nona. Ada yang harus dia pastikan. Dia merasa ada yang aneh dengan dirinya, biasanya dia tidak pernah tertarik dengan gadis kucel seperti Nona yang tidak terlihat menarik sedikitpun. Namun, anehnya. Dia justru selalu terbayang-bayang dengan senyuman manis Nona. Rasa nyamannya ketika sedang mengobrol dan bertukar pendapat dengan Nona. Tidak dapat dipungkiri, Nona orang yang asik ketika di ajak bicara.
Dan kali ini, Anggara sudah berada di depan gerbang sekola Nona, untuk menjemputnya.
*
"Nona kita harus bicara." Langkah Nona dicegat oleh Dany.
"Aku rasa tidak ada yang harus kita bicarakan lagi."
Ini hari pertama Nona kembali bersekolah setelah cukup lama libur mandiri. Seakan tidak ingin membiarkan Nona hidup Tenang, semenjak pagi. Dany terus saja mengganggunya dengan kata "Kita harus bicara!"
"Oke, aku minta maaf. Aku melakukan kesalahan!"
"Eheemm..." Anggara tiba-tiba saja sudah berada di antara keduanya. "Maaf, aku harus menjemput tunanganku pulang." Lanjut Anggara sambil menggandeng tangan Nona dan membawa Nona menjauh dari Dany.
Dany hanya bisa menatap keduanya yang sedang berjalan menjauh. Dany tidak mencegatnya, sebagai ketua osis dia juga tidak ingin membuat masalah dan menjadi pusat perhatian. Toh, masih ada hari esok untuk menjelaskannya pada Nona.
Anggara membuka pintu mobil untuk Nona, dengan cepat dia juga masuk kedalam mobil dan melajukan mobilnya. Ketika dia melihat, kedua Adik kembarnya sedang berjalan kearah mobilnya.
"Apa dia minta maaf?" Tanya Anggara pada Nona yang terlihat sedikit melamun. "Helloooo ..."
Tepukan di bahunya membuat Nona kembali tersadar.
"Hah.. Apa katamu?"
"Apa dia minta maaf?"
"Iya.."
"Lalu kau akan memaafkannya?"
"Aku tidak sebodoh itu."
"Bagus!" Anggara tersenyum puas. "Lalu apa yang akan kau lakukan?" Lnajut Anggara.
"Aku akan terus menghindarinya sampai lulus sekolah, lagi pula hanya tinggal beberapa minggu lagi."
"Aku setuju, terus hindari dia dan jangan pernah beri dia kesempatan untuk bicara!"
"Kenapa?" Tanya Nona, karena kalimat Anggara itu terdengar seperti perintah.
"Karena kau akan luluh jika memberikan dia kesempatan untuk bicara!"
"Ch! Apa menurutmu aku selemah itu."
"Tentu saja! Kau wanita yang paling lemah, yang pernah aku kenal."
"Memangnya seberapa banyak wanita yang kau kenal?"
Pertanyaan itu membuat Anggara terdiam. "Haruskah aku jujur? Jika aku jujur, apa dia akan menganggap aku bukan cowok yang baik?"
"Kenapa kau diam?" Nona kembali bertanya.
"Yah, lumayan." Tetap! Anggara tidak ingin merendah di depan Nona.
"Kita mau kemana?" Sambil memperhatikan jalan yang mereka lalui, bukan ke arah rumahnya.
"Makan."
"Tidak bisa, aku harus pulang sekarang."
"Makan dulu baru pulang, isi dulu perutmu."
"Tidak bisa Anggara, aku benar-benar harus pulang sekarang."
"Untuk apa terburu-buru?"
"Aku harus bekerja!"
"Berjualan kue siang-siang begini?" Tanya Anggara bingung. Mana ada orang yang berjualan kue siang-siang! Lagi pula, pekerjaan itu dilakukan Nona hanya ketika pagi.
^TO BE CONTINUED^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments