Engagement

Nona memutuskan untuk mengundang Dany di acara pertunanganan nya.

Sebelum acara itu dimulai mereka menyempatkan untuk mengobrol sebentar. Sedangkan Anggara dan papa nya sedang sibuk menyapa tamu undangan.

Sesekali pandangan Anggara tertuju pada Nona yang sedang terlihat serius berbicara dengan Dany.

"Apa setelah acara ini kamu bisa menemui ku sebentar."

"Untuk apa ?"

"Rahasia dong."

"Ihh... Apaan sih." Sambil menepuk lengan Dany. "Baiklah, aku akan menemui mu nanti."

*

*

Acarapun dimulai. Kini Nona harus duduk di samping Anggara selama acara itu dimulai.

Namun Nona masih saja curi-curi pandang dengan Dany dan sesekali tersenyum sendiri melihat Dany yang memberinya kode dari kejauhan. Sengaja membuat lelucon agar Nona tersenyum.

Dan itu cukup menggangu Anggara.

"Kenapa kamu mengundangnya ?"

"Memangnya kenapa ? Bukankah aku tidak dilarang untuk mengundang temanku ?"

"Emp !" Singkat.

Anggara memilih untuk diam dan hanya memperhatikan Nona yang terlihat cukup bahagia beberapa hari belakangan ini.

Sampai akhirnya acara tukar cincin dimulai.

Nona dan Anggara naik ke atas panggung dan bertukar cincin di hadapan semua orang.

Selesai ! Acara berjalan dengan lancar.

Setelah tamu satu persatu mulai meninggalkan tempat acara. Nona menepati janjinya yang akan menemui Dany.

Mereka bertemu di belakang panggung.

"Harus di sini yaa ?" Nona bertanya sambil melihat sekeliling. Tak ada satu orang pun disana selain mereka.

"Harus dong, kan harus romantis."

"Haha romantis apanya disini." Nona terkekeh.

Tak lama, Dany berlutut di hadapan Nona dan membuat Nona sedikit kaget dengan apa yang dilakukan Dany.

Dany mengeluarkan sebuah kotak kecil yang berisikan cincin berhias berlian.

Nona menutup mulut nya yang menganga dengan kedua tangannya. Bukan karena terkejut melihat cincin itu. Cincin yang di berikan Anggara jauh lebih mewah. Namun yang membuat Nona tak percaya adalah apa yang dilakukan Dany.

"Jadi lah tunangan ku ?"

"What !!!" Anggara yang sedari tadi terus memperhatikan mereka di balik tembok besar yang berada tak jauh dari Nona dan Dany pun dibuat kaget dengan pernyataan Dany tersebut.

Menyadari Anggara yang mulai melangkah mendekati mereka Dany pun kembali berdiri.

"Berani sekali Anda, melamar tunangan orang lain di hari pertunanganan nya." Anggara tertawa terbahak, dan kini mereka berdiri bertiga dengan saling tatap-tatapan.

"Apanya yang salah. Toh kalian hanya di jodohkan. Lagian semua tergantung Nona bukan !"

"Benar, semua tergantung dengan Nona. Bagaimana Nona, apa kamu menerimanya."

"Iyaa, aku menerimanya." Sambil tersenyum tersipu. Nona menerima lamaran Dany.

"Wah Nona, Anda luar biasa. Dijari Anda sudah ada cincin tunangan."

"Aku bisa menggunakannya di sebelah kanan. Wleekkkk !" Nona menyodorkan tangan kanannya kearah Dany. Sedangkan Anggara hanya terbelalak melihat adegan dimana Dany memakaikan cincin di jari manis Nona.

Dan kini, Anggara menjadi saksi dimana Nona menerima lamaran Dany.

Nona menerima Dany karena dia sudah berencana untuk membatalkan pernikahannya. Menurutnya tidak masalah jika dia membatalkan pernikahan itu walaupun sudah bertunangan.

*

*

*

"Bravo.. bravo.. bravo.." Anggara terus menepuk pelan tangannya sambil berjalan mendekati Nona yang sedang mengerjakan PR nya di ruang keluarga.

Anggara duduk di samping Nona dan ikut menikmati cemilan yang tersedia di hadapan Nona.

"Kok bisa-bisanya kamu terima lamaran tuh cowok."

"Memangnya kenapa ?"

"Gak apa-apa sih. Belum pernah lihat aja kejadian seperti ini."

Nona terkekeh pelan sambil terus mengerjakan tugasnya.

"Apa rencana mu selanjutnya ?"

"Aku akan pergi dari sini."

Anggara terdiam. Lalu melihat ke arah wajah Nona yang terlihat serius dengan ucapannya.

"Bagus! Aku akan menanti hari itu."

Nona tersenyum ke arah Anggara.

Deg..

Jantung Anggara berdetak melihat senyuman manis itu.

Pandangan Anggara teralihkan ke jari manis sebelah kiri Nona.

Ia tak mendapati cincin pemberiannya di sana.

Entah mengapa itu membuat hati Anggara seperti ngilu, ketika melihat hanya cincin pemberian Dany yang di kenakan Nona.

Anggara bangkit dan meninggalkan Nona di sana.

***

Saat baru saja memarkirkan mobilnya di tempat parkir, pandangan Dany langsung tertuju pada Nona yang sedang berjalan di halaman sekolah menuju kelasnya.

Dany menghampiri Nona dan langsung menggandeng tangan Nona.

"Selamat pagi tunangan ku."

Kalimat itu langsung membuat pipi Nona merona merah. Bibirnya sedikit terangkat karena menahan senyumnya.

"Mau makan malam bersama?" Tawar Dany.

"Hemm boleh, tapi bolehkah kamu tidak menjemput ku di rumah."

"Lalu ?"

"Bagaimana kalau aku menunggumu di halte saja."

"Kamu akan terlalu jauh berjalan."

"Tidak apa."

"Tidak.. tidak.. aku akan menjemputmu di rumah. Tenang saja, tidak akan sampai ketahuan."

"Kamu yakin ?"

"Tentu saja." Kini Dany justru merangkul bahu Nona dan dengan cepat Nona menepis tangan Dany karena saat ini Nanda dan Nindi berada tepat di hadapannya.

"Hebat sekali kamu Nona, di rumah kamu berperan sebagai tunangannya kak Anggara, sedangkan di sekolah kamu begatal dengan cowok lain." Keduanya terkekeh mengejek, ucapan Nanda itu hanya di tanggapi dengan diam oleh Nona.

Nona berniat untuk pergi meninggalkan kedua gadis itu. Namun Nindi dengan cepat menarik tangan Nona dan menggenggamnya erat.

Dany pun langsung menggenggam kembali tangan Nindi tak kalah erat.

"Lepaskan tanganmu sekarang juga." Bentak Dany dan membuat Nindi ciut.

Nindi melepaskan genggaman nya.

"Aku peringatkan jangan pernah mengganggu Nona lagi atau kalian akan menyesal."

"Tentu saja kami tidak akan mengganggunya, kalau dia tidak menjadi parasit di rumah kami."

Tak ada bantahan. Dany dan Nona terdiam.

Kalimat itu cukup menyakiti hati Nona.

"Tenang saja, aku akan pergi secepat mungkin dari rumah itu." Nona langsung meninggalkan si kembar begitu saja.

*

*

Jam menunjukkan pukul sepuluh malam. Rencana makan malam Dany dan Nona batal.

Nona mencari keberadaan Anggara di rumah. Namun tak menemuinya.

Akhirnya dia memilih untuk menelponnya.

Panggilan ke 3 akhirnya Anggara baru mengangkat telpon dari Nona.

"Hallo."

"Empp."

"Kamu dimana ? Kenapa berisik sekali."

"Aku di club, ada apa ?

"Ada yang ingin aku katakan. Jam berapa kamu akan pulang."

"Mungkin tengah malam."

"Baiklah, aku akan menunggumu."

Sudah lewat tengah malam, dan Anggara masih belum juga pulang.

Nona sampai ketiduran di sofa ruang tamu.

Sesaat kemudian, Anggara pulang dan mendapati Nona tertidur di sofa.

Bukannya membangunkan Nona. Anggara justru memanfaatkan kesempatan itu untuk memandangi wajah Nona dengan puas.

Sampai akhirnya suara ponselnya membangunkan Nona. Dengan cepat Anggara mematikan telpon di ponselnya tersebut.

"Kamu udah pulang ?" Mengucek-ngucek matanya pelan.

"Emp, aku baru aja sampai." Berbohong.

"Apa yang ingin kamu katakan ?" Lanjut Anggara.

Nona bangkit dari sofa dan menarik tangan Anggara. Membawa nya masuk kedalam kamar.

"Ini."

Nona menyerahkan kotak kecil yang berisi cincin tunangannya bersama Anggara.

Anggara hanya mematung tanpa menerima kotak itu.

Lalu Nona meraih tangannya dan meletakkan kotak kecil itu di telapak tangan Anggara.

"Aku akan pergi. Dan tolong serahkan ini pada om."

Nona meraih slim bag nya dan mengeluarkan sebuah surat.

"Ini permohonan maaf ku padanya. Aku tidak sanggup mengucapkannya secara langsung. Jadi aku menuliskannya surat."

Nona tersenyum.

Sedangkan Anggara, dadanya terasa sesak saat mendengar kalau Nona akan pergi.

Namun tak ada yang dapat dilakukannya.

Melarang Nona pergi ? Tidak mungkin ! Karena dia sendiri yang meminta agar Nona bersedia membatalkan pernikahan mereka dan pergi dari hidupnya.

Dan kini, disaat Nona melakukannya. Dia justru merasa kehilangan.

Anggara masih mematung saat Nona keluar dari kamar dan meninggalkan rumah megah itu.

Disaat tersadar, kalau dia ternyata berat melepaskan kepergian Nona. Anggara berlari keluar untuk mengejar Nona namun terlambat.

Nona baru saja masuk kedalam mobil Dany yang ternyata sudah menunggunya diluar.

Anggara mengepal keras tangannya dan meremas rambutnya kesal.

Lalu kembali masuk kedalam rumahnya,

Dia merebahkan tubuhnya di sofa ruang tamu dan menutupi mata dengan lengannya.

Ada rasa penyesalan, namun dia kembali mencoba untuk berpikir dan meyakinkan diri. Mungkin ini yang terbaik, untuknya atau pun Nona.

Anggara tertidur disofa.

💮💮💮

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!