Pov Author.
Anggara meneguk bir nya untuk kesekian kalinya. Lalu mengangkat telpon di ponsel nya yang sudah sedari tadi berdering.
"Hallo pa."
"Papa sedang dalam perjalan keluar kota. Tolong bawa Nona ke rumah sakit. Kaki nya tekilir."
"Kenapa harus aku ?"
"Karena dia calon istrimu !"
"Aku belum setuju atas rencana papa itu !"
"Kamu tidak punya pilihan kecuali ingin meninggalkan perusahaan."
Anggara langsung mematikan ponselnya.
Dengan geram dia membanting gelas bir yang berada di depannya sampai mengenai seseorang.
Tak terima, akhirnya pria itu menghajar Anggara. Bukannya melawan, Anggara justru hanya menerima setiap pukulan yang melayang di wajahnya.
Anggara pulang dengan wajah yang lebam dan sedikit berdarah di bibir nya.
Saat sampai di rumah, Anggara langsung menuju ke kamar Nona. Menggedor pintu itu tanpa henti.
Dengan terburu-buru, Nona berusaha dengan cepat membukakan pintu. Disaat pintu itu terbuka tubuh Anggara langsung terjatuh dalam pelukan Nona.
Anggara sangat mabuk akibat alkohol yang entah seberapa banyak sudah di teguk nya di tambah lagi dia baru saja di hajar oleh seseorang.
Nona panik melihat wajah Anggara yang lebam dan berdarah.
"Kamu kenapa ? Apa yang terjadi ?"
"Apa aku boleh minta satu permintaan ?"
"Apa ?"
"Batalkan pernikahan itu dan tinggalkan rumah ini !"
Anggara tak sadarkan diri dalam pelukan Nona setelah mengucapkan kalimat itu.
Nona membantu Anggara untuk berbaring di tempat tidur. Masih di kamar Nona.
Nona tidak sanggup jika harus membawa Anggara ke kamarnya karena berada di lantai 2.
Nona membuka jas yang di kenakan Anggara, dasi, dan membukakan sepatunya.
Lalu mengambil air dan handuk kecil untuk membersihkan wajah Anggara. Setelah itu mengolesinya dengan salep yang berada di kotak P3K.
Nona membiarkan Anggara tertidur di kasurnya dan sedangkan dirinya sendiri memilih untuk tidur di sofa yang berada di kamarnya.
***
Anggara perlahan terbangun. Dia mencoba membukakan mata nya. Dan pertama kali yang dia lihat adalah, Nona yang sedang shalat subuh.
Anggara terus memperhatikan Nona yang membelakanginya, sampai Nona selesai sholat dan berdoa.
Setelah sholat bukan hanya berdoa saja yang dilakukan oleh Nona. Dia juga mencurahkan isi hatinya ke pada sang Khalik atas segala yang membebani hatinya.
Tanpa bersuara, Anggara bisa dengan jelas melihat kalau saat ini Nona sedang menangis sesegukan.
Ada sesuatu yang membuat hati Anggara terenyuh. Tanpa dia sadari, air matanya mengalir dari sudut matanya.
Anggara sudah terlalu jauh melangkah. Sampai melupakan sesuatu yang menjadi kewajibannya. Yaitu Shalat !
Anggara kembali memejamkan matanya saat Nona hendak bangun dan membuka mukenanya.
Setelah memastikan Anggara masih terlelap, Nona keluar dari kamar dan menyiapkan sarapan untuk dirinya sendiri.
Saat Nona kembali masuk ke kamarnya. Dia sudah tidak mendapati Anggara di sana.
***
Nona memilih untuk tidak bersekolah, kakinya terasa semakin sakit. Dan dia memilih untuk beristirahat di rumah.
Sedangkan Anggara, mengabaikan perintah ayah nya yang menyuruhnya untuk membawa Nona ke rumah sakit.
Di hari ketiga, pagi-pagi sekali Dany datang. Berniat untuk menjenguk Nona.
"Maaf, cari siapa ya mas ?" Tanya salah seorang pembantu di rumah Anggara.
"Nona nya ada ?"
"Oh tunggu sebentar, silahkan duduk. Saya akan panggilkan Nona."
Dany duduk di kursi yang tersedia di teras rumah. Sambil menyibukkan diri dengan ponselnya.
"Siapa mbak ?" Anggara menghadang.
"Sepertinya teman sekolah Nona, permisi tuan, saya akan panggilkan Nona dulu."
Anggara duduk di ruang tamu yang dekat dengan pintu masuk. Juga menyibukkan dirinya dengan ponsel.
Tak lama berselang, Nona muncul berjalan melewatinya.
Anggara memperhatikan langkah Nona yang tertatih-tatih dan wajahnya yang terlihat sangat pucat.
"Dany, ngapain kamu kesini ?" Nona duduk di kursi samping Dany.
"Aku khawatir kamu akan ketinggalan pelajaran kalau kamu gak masuk sekolah. Aku kesini bawa catatan dan beberapa tugas rumah yang harus dikerjakan. Kamu sakit ?"
"Iya, agak demam."
Dany meletakkan tangannya di dahi Nona.
"Ini bukan agak nama nya Non."
Nona dengan sopan langsung memindahkan tangan Dany.
"Udah ke rumah sakit ?"
"Belum."
"Mau aku anterin ?"
"Gak usah, aku bisa sendiri."
"Beneran ?"
Nona mengangguk. "Mana catatan dan tugasnya ? Nanti aku hubungi kalau sudah selesai."
"Betul, hubungi." Dany menyodorkan ponselnya. Agar Nona menyimpan nomornya.
Setelah menyerahkan semua buku-bukunya dan sudah mendapatkan nomor ponsel Nona, Dany pun beranjak pergi.
Sedangkan dari dalam rumah, Anggara terus saja memperhatikan gerak gerik kedua manusia itu dari balik kaca tembus pandang yang berada di belakang mereka.
Nona kembali melangkah menuju ke kamarnya tanpa memperdulikan Anggara.
"Tunggu !"
Langkah Nona terhenti, lalu menoleh ke arah Anggara yang masih tetap duduk di tempat semula.
"Buatkan aku mie goreng seafood."
"Tunggu sebentar, aku akan menyimpan buku-buku ini dan setelah itu akan membuatkannya."
Setelah selesai menyimpan buku, Nona langsung menuju ke dapur. Namun, dia tidak mendapatkan mie goreng instan di dalam lemari penyimpanan.
"Mbak, apa masih ada mie goreng instan ?"
"Sudah habis. Tadi tuan Anggara juga meminta saya untuk membuatkannya mie goreng seafood. Tapi karena mie goreng instannya sudah habis, akhirnya tidak jadi. Kalau Nona mau, biar saya belikan dulu. Sekalian nanti saya masak untuk Tuan Anggara."
Nona langsung memahami, jika itu hanya untuk mengerjainya saja.
"Tidak apa mbak, biar saya saja yang belikan."
"Tapi kaki Nona."
"Tidak apa-apa."
Nona kembali menemui Anggara diruang tamu.
"Mie goreng instannya habis. Akan aku belikan dulu."
Anggara hanya mengangguk tanpa menoleh. Dia masih sibuk dengan ponselnya.
Cukup lama Nona tak kembali. Maklum, Nona masih belum terlalu tahu dimana supermarket yang dekat dari rumah Anggara. Sehingga dia memilih berputar-putar mencari supermarket.
Sesampainya di rumah.
"Lama banget sih ! Kamu keluyuran kemana ?"
"Maaf, saya lama karena mencari supermarket. Saya tidak tahu..."
"Ah alasan." Anggara merampas kantong plastik yang berada di tangan Nona lalu membantingnya.
"Aku sudah tidak berselera makan itu."
Nona menatap mata Anggara. Kini mata nya sudah di penuhi dengan air mata yang sudah bersiap untuk menetes.
'Aku mencari mie itu dengan susah payah. Mengabaikan tubuhku yang lemas dan rasa sakit ku hanya untuk tidak mengecewakanmu. Tapi itu sama sekali tidak ada artinya.'
Air mata Nona menetes begitu saja.
"Dasar cengeng ! Cepat bersihkan itu !"
Tanpa menunggu. Nona langsung memungut mie yang sudah berhamburan di lantai.
Anggara pergi meninggalkan Nona.
Disaat itulah, tangis Nona pecah.
"Ayah, aku harus bagaiman? Aku ingin sekali membuat dia mengerti arti kehilangan. Agar dia tahu, betapa sakitnya aku kehilanganmu. Salahkah aku? Berdosa Kah aku? Inikah hukuman bagiku? Karena memiliki dendam pada orang yang telah menabrak mu?"
💮💮💮
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Maliqa Effendy
nah kan....kuat kan dulu hati..bendung dulu airmata,baru melangkah
2023-01-08
0
Any
ah si Dany mah modus
2022-12-04
4