Di malam hari Eric sedang memegang ponsel android miliknya sembari merebahkan tubuhnya di atas kasur, terlihat di layar ponselnya ia sedang chattingan bersama Yuri.
Ding ...!
"Eric ...! kamu mau manggil nama aku pake panggilan apa?" tanya Yuri di dalam chat
"Hmm, aku belum memikirkan soal itu ..." jawab Eric
"Kita kan udah pacaran ... ayo dong ...!"
"Aku gak pernah pacaran, jadi aku gak tau mau bikin nama panggilan apa ...."
"Hmm ... Eric ...!"
"Iya ... kenapa ...?"
"Anak-anak yang udah ikut pementasan di sekolah tadi, besok pagi berangkat naik bus ..."
"Berangkat kemana ...?"
"Berangkat jalan-jalan ke pulau seribu ...."
"Kamu kan tadi ada ikut tampil drama ...! berarti kamu juga pergi jalan-jalan?"
"Iya, kamu ikut ya ...!" jawab Yuri dengan emoji senyum
"Aku gak bisa ikut, soalnya aku gak ada ikut pementasan,"
"Yah ...! emang gak bisa di usahain?"
Eric yang membaca pertanyaan Yuri bingung, pasalnya ia juga ingin ikut agar bisa menemani kekasihnya berwisata di sana, kini ia harus berpikir keras bagaimana caranya agar ia bisa ikut naik dengan rombongan ke mobil bus besok pagi.
"Hmm ... nanti aku pikirkan," jawab Eric.
"Ayolah ...! besok pagi udah berangkat lho!"
"Iya kamu tenang aja, aku pasti ikut!" jawab Eric meyakinkan Yuri
"Ok." balas Yuri dengan emoji kiss
Seketika hati Eric berbunga-bunga melihat emoji yang dikirim oleh Yuri, seakan hal itu dilakukan secara langsung oleh kekasihnya.
Tiba-tiba masuk pesan chat dari nomor tak dikenal ke dalam kotak masuk pesan Eric.
"Kak, ini aku Ardhias ...! bisa temani aku ke rumah pak kepala sekolah ...?"
"Oh ..., emangnya ke sana mau ngapain?"
"Rincinya nanti aku jelasin, ini soal pergi jalan-jalan ke pulau seribu, sekarang Kakak datang aja dulu ke rumahku pake motor Kakak!"
Eric pun langsung bersemangat, sepertinya ini kesempatan Eric agar bisa ikut masuk rombongan murid yang akan pergi jalan-jalan.
"Aku belum tau lokasi rumahmu, share lokasi dulu!"
"Ok!"
Ardhias langsung mengirimkan lokasi rumahnya ke Eric, saat ini hari sudah larut malam, Eric tengah berusaha keluar dari rumahnya diam-diam agar ibunya tidak tahu, soalnya ibu Eric sangat melarang keras diri Eric untuk keluar rumah larut malam. Saat ini semua lampu di dalam rumah Eric sengaja diredupkan agar sedikit menghemat daya listrik. Kini Eric mengendap-ngendap keluar dari pintu kamarnya, suara engsel pintu kamar yang berderit membunyikan suara yang perlahan-lahan, tiba-tiba nyaring.
Eric kini menahan nafasnya, ia takut jika sewaktu-waktu ibunya keluar dari kamar melarangnya untuk pergi keluar, langkah demi langkah Eric jalani dengan perlahan namun pasti ke arah pintu keluar depan rumah, ia terus menelusuri gelapnya ruangan.
Tak lupa Eric mengambil kunci motornya yang tergantung di dinding dekat foto ibunya.
Sekarang Eric sudah ada di ambang pintu keluar rumah, lagi-lagi ia harus melewati rintangan dengan membuka salah satu dari dua pasangan pintu engsel yang berderit, pelan-pelan Eric membuka, akhirnya berhasil ia keluar dari rumah, kini Eric harus membuka garasi mobil ibu untuk mengambil kendaraan motor milik Eric, membuka garasi itu harus memasukkan kode khusus ke tombol yang ada di samping garasi, kode khusus itu hanya diketahui oleh Eric dan ibunya.
Setelah Eric mengambil motor dari garasi, tak lupa ia menutup kembali pintu garasi, seketika Eric teringat sesuatu sembari memperhatikan pakaian yang ia kenakan.
"Astaga!!! kenapa aku masih mengenakan piyama? ya ampun, sudahlah, lagi pula ini cuma sebentar," gumam Eric pelan.
Eric pun langsung memutar pedal gas motornya menuju rumah Ardhias.
Tak berselang lama motor hitam milik Eric sudah berada di padatnya arus jalan ibu kota Axel, terlihat kemegahan kota yang sangat terkenal di negeri tanah air.
Setelah beberapa lama membelah jalanan kota Axel, motor hitam tersebut sudah sampai di jalan buntu yang berdiri sebuah rumah besar, itu adalah rumah Basweda.
Di anak tangga teras mewah itu, Ardhias yang wajahnya masih berbalut perban sedang duduk menunggu Eric yang baru saja tiba, suasana larut malam itu sangat sepi dan tidak ada satupun tetangga Ardhias yang berada di luar.
"Kak, kenapa lama sekali?" tanya Ardhias
"Haha, sorry ... tadi pas mau keluar ada sedikit kendala, liat nih ...! sampai-sampai aku tak sempat mengganti baju piyamaku"
"Oh ..., Kak...! apa kau juga berencana ikut rombongan bus untuk jalan-jalan ...?"
"Iya ..., soalnya aku ...."
"kenapa ...?"
"Haha ...! tak ada, lupakan saja ..." jawab Eric menyembunyikan sesuatu dari Adiknya Ardhias
"Oh ..."
"Kau kenapa ingin ikut rombongan?" tanya Eric kembali.
"Aku tadi baru saja jadian dengan Alena, jadi besok aku memutuskan untuk berwisata dengan dia ke pulau seribu dengan rombongan anak sekolah yang ikut pementasan ..."
"Apa ...? kau baru saja jadian dengannya?" teriak Eric keheranan.
"Emang kenapa?"
"Aneh aja ..." jawab Eric yang tak menyangka, pasalnya Alena saat di sekolah, ia baru saja menyatakan cinta ke Eric, hanya saja Eric menolaknya, namun Eric dibuat bingung oleh Ardhias yang tiba-tiba sudah berpacaran dengan Alena.
"Ah ... Kakak pikir aku tidak lihat, apa yang Alena lakukan saat di kelas kepadamu, Alena baru saja menyatakan cintanya padamu, namun kau menolaknya, menurutku itu kesempatan besar buatku ..."
"Oh ... aku tidak sadar saat itu kau ada di sana, aku hanya mengejar Yuri yang sedang menangis ..."
"Kenapa kau mengejarnya?"
"I-itu ... aku hanya mencoba untuk menghiburnya ...."
"Bukankah kau sendiri pernah bilang kalau satu-satunya gadis yang kau cintai adalah Yuri, seharusnya saat itu kau langsung mengungkapkan perasaanmu kepadanya ..."
"Hahaha, sudahlah! hentikan pembahasan soal itu," ujar Eric berusaha menyembunyikan hubungannya dengan Yuri. "Jadi intinya kita ngapain pergi ke rumah pak kepala sekolah ...?"
"Astaga! baru kepikiran, tentu saja pak kepala sekolah akan jadi tiket kita bisa ikut jalan-jalan ..." ujar Ardhias.
"Benarkah ...!? ayo bergegaslah! hari sudah mulai larut malam ..."
"Ok!"
Eric dan Ardhias pun pergi bersama dengan mengendarai motor hitam milik Eric, kini mereka harus melewati padatnya arus jalanan ibu kota axel, jam sekarang menunjukkan pukul 23:15, setengah jam lebih akan berganti hari.
Tibalah Eric dan Ardhias di depan rumah Pak kepala sekolah mereka, Pak Suryo. Mereka melihat pria paruh baya tengah duduk meminum kopi panasnya di teras rumah yang sederhana, dialah Pak Suryo. Rumahnya tidak terlihat sesederhana teras rumah milik Pak Suryo, rumah Pak Suryo sudah terbilang cukup mewah bagi penduduk yang perekonomiannya menengah.
"Permisi, Pak. Selamat malam ..." ucap Ardhias dan Eric serempak.
"Wah ..., Eric. Ada apa datang larut malam begini? teman yang di sebelahmu itu siapa? kenapa make perban di muka, hehe ...?" ujar Pak Suryo sambil terkekeh.
"Ada yang ingin kami bicarakan, Pak. Teman saya di sebelah ini Ardhias, anaknya almarhum pak Nendra," jawab Eric terus terang.
"Oh ..., Ardhias. Bapak minta maaf ya, Nak! saya turut berduka atas apa yang terjadi sama Ayah kamu nak Ardhias ..."
"Sudah, Pak. Tidak apa-apa, saya sudah menerima kepergian ayah saya ..." jawab Ardhias sopan.
"Ngomong-ngomong kalian ada perlu apa datang kemari ...?" tanya Pak Suryo.
Eric dan Ardhias saling memandang satu sama lain, mereka melakukan bahasa isyarat saling melempar tugas untuk memutuskan siapa yang akan bicara kepada Pak Suryo.
Ardhias pun mendenguskan nafasnya halus, akhirnya dia yang angkat bicara.
"Jadi gini, Pak. Saya dan Eric juga ingin ikut pergi jalan-jalan ke pulau seribu beserta rombongan murid yang ikut pementasan," jelas Ardhias
"Oh ..., gampang itu biar bapak telpon guru yang mengurusnya ..." ujar Pak Suryo sambil memegang ponselnya menelpon seseorang.
.........
"Halo,"
"Iya, Halo. Ada apa, Pak?"
"Hehe ... maaf Bu Helena, saya mengganggu waktu istirahat, Ibu"
"Oh ..., gak apa-apa, Pak. Ada apa ya, Pak?"
"Saya mau bertanya dulu ini, Bu! bus yang menuju ke dermaga marina ancol besok pagi apa masih ada tempat duduk penumpang yang kosong ...?"
"Hmm ... ada, Pak. masih ada sekitar 5 bangku lagi"
"Ini ada murid yang ingin ikut pergi kesana, hanya dua orang kok, gak banyak," ujar Pak Suryo menjelaskan.
"Oh ... boleh-boleh, Pak! tapi masalahnya kita tidak punya dana untuk membiayai mereka saat di sana, dana untuk murid-murid yang ikut pementasan sudah menyeluruh!"
"Kalau soal itu, Bu Helena tenang aja! yang penting saya sudah konsultasi kalau rombongan bertambah 2 murid lagi,"
"Iya. Baik, Pak!"
"Baiklah ... sudah ya, Bu Helena."
"Iya, Pak!" jawab Bu Helena sembari mematikan telpon
.........
"Nah ..., kalian besok sudah boleh berangkat ikut rombongan murid, siapkanlah perlengkapan yang perlu disiapkan, jangan lupa membawa uang untuk kebutuhan kalian di sana saat berwisata," ucap Pak Suryo.
"Baik, Pak. Terimakasih ya, Pak. Ini ada sedikit uang, Pak. Gak banyak ..." ujar Ardhias sembari memberikan Amplop berisi uang ke Pak Suryo.
"Ah ... sudahlah, kalian gak perlu sampai segitu, gunakan saja uang kamu itu untuk berwisata besok ..." ucap Pak Suryo menolak bayaran dari Ardhias.
"Tapi Pak-"
"Sudah, gak apa-apa. Bapak sudah tobat dari hal suap-menyuap, Bapak sekarang ini sudah merasakan dampaknya dari dosa yang Bapak buat, salah satu dampaknya adalah Kantor Polisi selalu mengirim surat peringatan kepada Bapak selaku kepala sekolah bahwa beberapa murid lelaki SMA Trisakti, melakukan balapan liar di jalanan lintas panjang setiap malam hari pukul 00:00 ke atas, hal itu membahayakan pengemudi lintas malam. Mereka adalah murid-murid yang orangtuanya dulu pernah menyuap Bapak agar menerima anak mereka masuk ke SMA Trisakti," jelas Pak Ardhias penuh penyesalan, ia merasa Sekolah SMA Trisakti sudah tercemar nama baiknya oleh murid-murid brandalan itu.
"Tapi, Pak. Walau kami gak membayar, setidaknya ada hal yang bisa kami lakukan untuk Bapak," ucap Eric membuat Ardhias menyenggolkan lengan sikunya ke bahu Eric, Eric hanya melihat Ardhias dengan ekspresi bertanya-tanya.
Pak Suryo kini mengelus-elus dagunya yang berjanggut tebal, ia sedang berpikir hal apa yang ia inginkan kepada kedua murid sekolahnya itu.
"Gimana kalau gini aja, bapak dengar Ardhias punya geng yang cukup berpengaruh di sekolah, apa Bapak benar?" tanya Pak Suryo memastikan.
"I-itu ..." jawab Ardhias terputus langsung disambar oleh perkataan Eric.
"Iya, Pak! Ardhias adalah pemimpin geng itu, nama geng mereka adalah WolfStreet, cukup berpengaruh di lingkungan kelas 10 dan 11," jelas Eric membuat mata Ardhias melotot kepadanya.
"Wah ..., kalau begitu bagus, anak-anak yang bandel ini mereka duduk di bangku kelas 10, mereka masih adik kelas kalian, kalau kalian yang mengancam mereka untuk tidak balapan liar lagi, pasti mereka akan menurutinya," ujar Pak Suryo mengambil kesimpulan.
"Tapi, Pak. Polisi saja yang sudah mengancam mereka, tetap mereka tidak berubah, apa lagi kami yang hanya murid brandal biasa," ucap Ardhias terus terang.
"Justru itu, jika mereka diancam oleh Polisi dari eksternal lingkungan sekolah, juga harus didukung dengan ancaman internal lingkungan sekolah, yaitu geng kalian. Tentu pastinya mereka sangat membutuhkan sekolah yang aman bagi mereka, lagi pula mereka sangat membutuhkan ijazah SMA dari sekolah Trisakti guna untuk melanjutkan pendidikan mereka ke jenjang yang lebih tinggi, orangtua mereka menekankan kepada anak-anaknya untuk sampai mendapatkan Ijazah itu," jelas Pak Suryo.
"Kenapa Bapak tidak keluarkan mereka dari sekolah saja?" tanya Ardhias.
"Hah, kan kalian tau sendiri ..., itu sudah menjadi perjanjian lama. Bapak tidak bisa mengeluarkan mereka dari sekolah hingga mereka tamat, meski apapun yang terjadi, tetap Bapak tidak boleh mengeluarkan mereka." ujar Pak Suryo panjang lebar.
Kini Eric dan Ardhias sudah mulai paham atas kebijakan Pak Kepala Sekolah kepada anak murid dari orangtua mereka yang pernah menyuap Pak Suryo. Pak Suryo tak serta merta dapat melakukan tugasnya sebagai kepala sekolah akibat kesalahan Pak Suryo sendiri, namun Pak Suryo mengaku sudah berhenti dari perlakuan salahnya yang dulu.
"Baiklah, Pak. Kami akan mengancam mereka untuk tidak balapan liar lagi di jalanan lintas panjang, ini semua untuk memperbaiki nama baik sekolah," ucap Eric antusias.
"Iya, Pak. Sekaligus juga untuk membayar, karena bapak sudah mengizinkan kami ikut serta masuk rombongan wisata murid-murid pementasan," ujar Ardhias.
"Bapak sangat berterimakasih besar sama kalian berdua, bapak yakin saat ini mereka sedang menjalani aktivitas balapan liar mereka, hal ini benar-benar berdampak negatif bagi pengemudi lintas malam."
Eric dan Ardhias pun melihat jam tangan mereka masing-masing, jam menunjukkan pukul 00:01.
"Baiklah, Pak. Kami akan mengurusnya malam ini juga, bisa bapak beritahu lokasinya di mana?" tanya Eric.
"Lokasinya berada di arah timur, itu adalah jalan keluar lintas panjang kota Axel, berhati-hatilah jika Polisi lalu lintas melewati jalanan itu, bisa-bisa kalian tertangkap," jelas Pak Suryo.
"Iya, Pak. Terimakasih atas sarannya, kami berdua pamit undur diri dulu, Pak." ucap Eric langsung pergi dengan Ardhias meninggalkan kediaman kepala sekolah mereka.
Dengan mengendarai motor hitam milik Eric, sekarang mereka sedang menuju ke lokasi balapan liar, tempat di mana para murid kelas X(10) memamerkan kendaraan bermotor mereka yang dimodif sedemikian rupa.
Setibanya di lokasi, Eric dan Ardhias berhenti di sebuah tempat, yang dikatakan oleh pak kepala sekolah mereka memang benar.
Kini para brandal itu sedang berkumpul di satu titik yang padat dengan para remaja brandal, jarak mereka cukup jauh dengan jarak pandang Eric dan Ardhias berada. Mereka semua tengah merembes pedal gas motor mereka sekencang-kencangnya, ada yang sedang freestyle menggunakan motor, ada juga dua sileut pengendara motor sedang balapan liar di jalanan lintas panjang itu. Cukup ramai orang-orang yang ingin menonton aksi balapan liar, beberapa gadis juga ikut menonton aksi para remaja lelaki yang tengah memamerkan kendaraan bermotor mereka.
"Yang benar saja? apa ini surga bagi mereka ..." gumam sinis Ardhias.
"Kita harus menghubungi anggota WolfStreet untuk datang kesini, kita akan mengadakan tauran secara mendadak ..."
"Ya sudah, Kakak telpon sana! Kakak kan Bosnya," ucap Ardhias
"Aku tidak memiliki kontak ponsel mereka satupun, kau kan mantan bos mereka, pasti punya kontak mereka dengan lengkap, cepatlah hubungi ..." pinta Eric
"Hah ..." keluh Ardhias langsung menelpon salah satu anggota WolfStreet yaitu Raimon.
.........
"Halo, Ardhias. Ada Apa?"
"Raimon ...! Anak-anak WolfStreet yang lain sedang berada di mana?"
"Kebetulan kita lagi bermain futsal di lapangan pusat kota, di sini rame, sekitar 30 orang ..."
"Wah ..., kebetulan sekali, cepatlah kalian semua datang ke arah timur jalan keluar lintas panjang kota axel, kita akan mengadakan tauran malam ini," pinta Ardhias
"Tapi kau kan bukan bos kami lagi, kenapa kau yang memerintahkan kami?" tanya Raimon seperti tak merasa bersalah sedikit pun.
"KAU ...!!! AKU ADALAH ADIK BOS KALIAN ERIC. BOS ERIC MEMERINTAHKAN KALIAN UNTUK DATANG KEMARI SECEPAT MUNGKIN ...!!!" ucap Ardhias penuh dengan bentakan dan amarah hingga memecahkan gendang telinga Raimon dari speakers ponsel miliknya.
"B-baiklah, k-kami akan segera datang!!!" jawab Raimon terbata-bata.
.........
Ardhias pun langsung menutup telpon di layar ponsel miliknya seraya berkata, "Soal WolfStreet udah beres, sekarang waktunya kita menunggu ... atau .. sedikit ... bermain-main ...?" tanya Ardhias memelas membentuk senyuman sinis terpatri di wajahnya.
"Baiklah, kita akan menghampiri brandalan kelas X(10) itu untuk memberi mereka peringatan ..." ucap Eric dingin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
RatnaSari007
Bantai thor😅
2021-02-03
1