Chapter 16 : Ardhias Comeback To School

Trisakti High School

Jam pelajaran pertama sudah masuk pada waktunya, setiap gedung kelas dari mulai gedung kelas X hingga XII semuanya mulai menjalani proses belajar mengajar. Di depan kelas XI-A, seorang remaja berseragam sekolah putih abu-abu tengah berlari terburu-buru, wajahnya dibaluti perban putih kecuali rambutnya yang coklat kemerahan, seketika ia menghentikan langkah larinya di depan pintu kelas dengan nafas terengah-engah.

"Permisi ..., maaf, saya terlambat Bu Guru," ucapnya sesak nafas.

Bu Helena yang sedang menulis sesuatu di whiteboard dengan spidol langsung menoleh ke sumber suara seraya berkata, "Maaf nak, nama kamu siapa? kenapa wajah kamu ditutupi perban?" tanya Bu Helena seperti tak mengenali muridnya yang nakal itu.

"Maaf, Bu! saya Ardhias, wajah saya sedang dalam masa penyembuhan,"

"Ya ampun Ardhias, kamu kenapa tiba-tiba datang ke sekolah? maafin ibu ya, gak sempat datang ke upacara pemakaman ayah kamu, seharusnya kamu jangan sekolah dulu hari ini," ucap Bu Helena kasihan kepada Ardhias sembari memeluk tubuh muridnya tersebut.

Ardhias yang nafasnya masih terengah-engah mencoba menahan nafasnya perlahan dan melirikkan matanya malu ke arah teman-teman yang sedang menatap Ardhias tengah dipeluk oleh Bu Helena, tiba-tiba semua teman-teman di kelasnya berdiri dari tempat duduk mereka masing-masing, mereka ikut serta memeluk Ardhias beramai-ramai, hanya Eric saja yang masih tak beranjak dari tempat duduknya, Eric hanya memalingkan wajahnya ke arah samping dengan duduk di bangku paling belakang.

"Kami turut berduka ya Ardhias, kami juga gak sempat datang!"

"Iya, Ardhias! yang tegar, Ya! semoga ayah kamu diterima di sisi tuhan."

Ardhias menahan matanya yang kian memerah, ia tak menyangka teman-temannya sebegitu peduli dengan dirinya, padahal dirinya selama ini sering berbuat jahat kepada murid-murid yang lain.

"Aku minta maaf kepada teman-teman semua di kelas ini, kalau selama ini aku banyak berbuat salah sama kalian."

Semua murid laki-laki maupun perempuan tertegun mendengar ucapan Ardhias, begitu juga Eric, mereka tak menyangka Ardhias berubah drastis 360 derajat, dirinya yang dulu begitu beringas kini sudah lembut hati dan ucapannya.

"Tenang saja Ardhias, kami semua disini sudah lama memaafkanmu," sahut ketua kelas, Bryan.

"Ya sudah, karena Ardhias sekarang sudah datang ke sekolah, walaupun kamu terlambat, Ibu gak akan hukum kamu, ayo duduk di kursi kamu! supaya kita lanjutkan pelajaran kita," suruh Bu Helena kepada Ardhias.

Murid-murid pun kembali duduk seperti semula begitu juga Ardhias, Eric terus memperhatikan saudaranya Ardhias itu. Di dalam hati Eric menyesal karena telah memukul Ardhias tempo hari lalu meski awalnya dia belum mengetahui kalau Ardhias adalah saudaranya, Eric pun berencana ingin meminta maaf saat jam keluar istirahat.

Di kelas itu sepertinya Yuri, Alena, Gea, dan Helvi sedang tak berada di dalam kelas, sepertinya mereka sedang latihan di aula untuk penampilan pentas panggung dua hari lagi. Bu Helena pun kembali melanjutkan materi pelajaran yang mereka bahas di jam pertama kelas XI-A itu.

.........

Bel istirahat berbunyi

Ardhias sedang berjalan di tengah-tengah para murid yang membicarakan dirinya, mereka merupakan murid dari kelas lain yang sedang berkumpul seperti biasa saat jam istirahat, kelihatannya mereka sangat benci melihat Ardhias dengan memberi tatapan mata tak suka.

"Itu Ardhias, ya? kenapa mukanya ditutup perban gitu?"

"Mungkin waktu itu wajahnya rusak semenjak Eric memukulnya"

"Salah dia sendiri, dia kan selama ini ngebully anak-anak di sekolah, baik itu adik kelas, maupun sebaya kita di kelas 11 juga semua diganggu sama dia,"

"Oh gitu! Eh, Aku dengar baru-baru ini ayahnya juga meninggal dibunuh lho, tapi banyak orang yang gak tau pasti siapa pembunuhnya,"

"Hahaha, memang benar ya, pribahasa yang berbunyi (Apa yang kau tabur, itulah yang kau tuai) benar-benar terbukti!"

Pembicaraan mereka tidak terlepas dari pendengaran Ardhias yang hanya diam tak menghiraukan mereka, ia hanya menghembuskan nafasnya pelan, memang inilah hal yang patut dia terima, kesalahan di masa lalunya terkadang membuat jiwanya tak tenang, ia mengingat kembali tentang murid yang melompat dari ketinggian gedung itu satu tahun yang lalu, hal itu di sebabkan oleh diri Ardhias sendiri, ia selalu dihantui dengan perasaan bersalah, andai dia bisa membalikkan waktu, pasti ia akan meminta maaf kepada murid yang sudah tiada itu.

............

Satu tahun yang lalu

"Ardhias! mau sampai kapan kau tidak berubah?" tanya seorang murid lelaki bernama Yuda yang berlutut menghadap Ardhias dan pengikutnya WolfStreet. Di wajahnya penuh dengan lebam biru serta baju kusut berantakan seperti sehabis dihajar oleh massa.

Ardhias yang merendahkan posisi berdirinya langsung mendekati wajah Yuda, "Aku akan berubah setelah kau melompat dari gedung ini," ucap Ardhias sembari menunjukkan jari telunjuknya ke arah udara kosong tak berlantai, ia menyunggingkan sudut bibirnya jahat.

Yuda sontak melihat ke arah tunjukan itu dengan penuh antusias, "Baiklah jika itu mau mu ..."

Remaja itu berlari semampu dan sekuat dirinya yang ia bisa untuk melompat dari ketinggian gedung. Hal itu tidak terlepas dari pandangan anggota WolfStreet yang melihatnya, mereka tak percaya Yuda akan melakukan hal semacam itu.

Di udara bebas Yuda hanya memejamkan matanya tersenyum, tubuhnya di tarik bumi dari ketinggian 200 meter gedung berlantaikan 50 lantai itu.

Sontak Ardhias meraut wajah keterkejutan tak menyangka, baginya ia menyuruh Yuda melompat hanya candaan semata buatnya, ia pun berusaha mengejar serta meraih tangan Yuda, namun apa lah daya ketika nasi sudah menjadi bubur, tubuh Yuda tak bisa melawan gravitasi bumi yang menarik dirinya ke bawah, tangan Ardhias yang berusaha meraih tangan Yuda sedikitpun tak sampai.

Ardhias menatap wajah Yuda yang penuh dengan senyuman itu perlahan tetapi singkat, jauh di bawah sana tubuhnya pecah oleh hantaman permukaan tanah, tampak dari ketinggian darahnya mengalir keluar dari semua bagian tubuhnya membanjiri permukaan tanah itu.

...........

Ardhias kini hanya memendam rasa penyesalan di lubuk hatinya pada kesalahan masa lalu, ia merasa kematian ayahnya merupakan hal yang patut dia terima sebagai balasan dari tuhan untuknya setelah tragedi seorang murid melompat dari ketinggian gedung, tapi meskipun begitu ia akan tetap bersikukuh dengan niatnya guna membalas dendam kepada Shojo atas kematian ayahnya.

Sekarang Ardhias hanya melanjutkan langkah kakinya tak tentu arah pada keramaian murid-murid di halaman sekolah, tiba-tiba muncul seseorang dari belakangnya sembari merangkul pundak Ardhias. Ya, itu adalah Eric yang ingin menemani Ardhias dalam kesendiriannya.

"Hehe ... Adikku. Tak ku sangka akhirnya kau bersekolah juga," ucapnya sembari menjitakkan kepala Ardhias hingga rambut coklat kemerahannya berantakan seakan mereka sudah lama akrab.

Sontak Ardhias mendorong Eric melepaskan rangkulannya mundur beberapa jengkal "Apa-apaan sih, kenapa kau tiba-tiba seperti itu?" ujar Ardhias keheranan.

"Hahaha, lupakan. Aku hanya ingin meminta maaf kepadamu soal perkelahian kita beberapa hari yang lalu,"

"Ah ... tidak apa-apa, aku sudah tak mengingatnya."

"Apa kau sudah tau kalau kita ini ternyata saudara ...?"

"Ah ..., aku tidak ingin membahas itu, pergilah! aku hanya ingin sendiri," pinta Ardhias pada Eric.

"Ah ... ayolah, bersama dengan ku tidak akan membuatmu rugi. Bagaimana jika kita bermain basket?" usul Eric.

"... ?? kesambet apa sih ni anak?" gumam Ardhias bertanya-tanya di dalam hati sambil mengikuti langkah kaki Eric menuju lapangan basket.

Kini Eric kembali merangkul bahu Adiknya itu, ia mengarahkan langkah kaki mereka ke tempat orang-orang yang tengah bermain bola basket. Setibanya mereka di sana, mereka melihat beberapa orang sedang bermain bola basket yang ternyata mereka adalah anggota geng WolfStreet. Para Wolfstreet itu menghentikan aktivitas mereka ketika melihat Eric dan Ardhias datang.

"Bos Eric mau main basket?" tanya salah satu anggota WolfStreet.

"Iya, lemparkan bolanya kemari!" pinta Eric.

Salah satu anggota WolfStreet pun melemparkan bola basket ke Eric seketika Eric menangkapnya dengan tangan kanan, ia mulai mendribble bola basket itu seraya memberi tantangan kepada Ardhias.

"Baiklah, Adik. Jika kau berhasil mengambil bola dariku, lalu kau mencetak satu angka ke dalam ring poin, aku akan menteraktirmu makan di kantin." ujar Eric

"Hah ...? hadiah yang tak seberapa, tapi menarik juga ..." jawab Ardhias.

Ardhias langsung menggerakkan tubuhnya untuk merebut bola dari Eric, ia menggertakkan kakinya ke permukaan lantai lapangan guna menipu daya gerakan Eric, sedangkan Eric hanya mempivot semua gerakan merebut bola Ardhias. Ardhias tak tinggal diam, berbagai upaya dia lakukan untuk berhasil merebut bola dari tangan Eric.

Aggota WolfStreet hanya menonton mereka dari jarak beberapa meter.

Eric berlari kesana kemari guna menghindari Ardhias agar gagal mendapatkan bola darinya, tapi tetap saja Ardhias bersikeras dengan tantangan yang Eric berikan, seketika membuat semangat apinya berkobar.

"Haha ..., segitu saja kemampuan mu, Dik?" ejek Eric

"Jangan terlalu meremehkan!" ujar Ardhias.

Sontak kecepatan Ardhias meningkat membuat dirinya sukses mendobrak tubuh Eric, Eric yang sedikit terpental menjadi lengah dan melihat bola yang tadi ada di tangannya kini beralih pindah ke tangan Ardhias, bola itu berputar di jari telunjuk Ardhias, "Hahaha, kan sudahku bilang jangan meremehkan!" ucap Ardhias membalikkan ejekannya ke Eric.

Eric tak tinggal diam, ia langsung mengejar Ardhias dengan kemampuan normalnya, namun Ardhias dengan cepat berlari dribbling ke arah ring poin, sontak Ardhias melompat tinggi melakukan gerakan Slam Dunk Basket.

Pam ...!!!

Ardhias berhasil mencetak sebuah poin cantik, kini Eric membungkuk memegang lututnya dengan nafas terengah-engah, begitu juga Ardhias, kini mereka saling menatap satu sama lain, "... hahaha, huh .. huh ... kau ... kalah, jangan lupa dengan hutangmu!" ucap Ardhias terengah-engah.

"Sangat menarik, Dik!!" ujar Eric memperlihatkan jari jempol ditangannya ke arah Ardhias.

Aksi Eric dan Ardhias yang sedari tadi berlangsung, selalu saja di perhatikan oleh anggota WolfStreet tanpa mengedipkan mata mereka sedikit pun.

"Tunggu-tunggu, gerakan Slam Dunk barusan kayak gak asing ...!" gumam salah satu anggota WolfStreet.

"Itu lebih mirip kayak Bos Ardhias!!"

"Jangan-jangan, anak yang pake pembalut perban di mukanya itu ...."

"ARDHIAS ...!!!" ucap para anggota WolfStreet serempak.

"Hahaha ... tega kalian ya! berhianat kalian samaku !!!" ancam Ardhias melototkan matanya sembari menunjuk para anggota geng WolfStreet.

"Tapi tak apa-apa, aku sedang tidak mood menghajar kalian hari ini, maka dari itu kita lanjutkan bermain basket dengan kakakku Eric ..." ucap Ardhias semangat.

"KAKAK ...!!!!!!" teriak para anggota WolfStreet serentak.

Eric menyunggingkan sudut bibirnya tersenyum, "Baiklah, sekarang kita bagi dua tim untuk bermain, poin angka permainan hingga sampai 10 poin saja," ujar Eric.

"Siap bos ...!!!"

Kini mereka membagi dua tim, empat anggota berada di tim Eric, empatnya lagi berada di tim Ardhias, tiba-tiba remaja berkacamata minus kebetulan lewat di depan lapangan basket, itu adalah Bryan ketua kelas XI-A, Ardhias meminta Bryan menjadi wasit agar permainan mereka adil, hingga Bryan pun menurutinya.

Bryan sekarang sedang menengahi Eric dan Ardhias sambil memegang sebuah bola basket di tangannya, salah satu anggota WolfStreet yang ada di dalam tim Ardhias sempat menancapkan peluit ke mulut Bryan.

Seketika Bryan melempar bolanya lurus ke atas sangat tinggi sembari ia meniup peluit yang ada di mulutnya.

Pruitttt ...!!!!!!

Eric dan Ardhias beradu lompatan memperlihatkan siapa yang paling tinggi lompatannya di antara mereka, sontak Ardhias berhasil meraih bolanya dan mengoper ke teman setimnya, "Sepertinya ini memang permainanmu," ujar Eric, "Hahaha, kau seperti tidak tau aku siapa, akulah kapten tim pemenang juara satu osis cup basket tahun lalu," sahut Ardhias sedikit sombong. "Baiklah, sepertinya aku mulai bersemangat," ucap Eric meraut senyuman sinis terpatri di wajahnya.

Murid-murid sekolah yang berada di sekitar lapangan basket mulai tertarik untuk menonton permainan mereka, mereka mulai meramaikan pinggiran lapangan basket, hal yang membuat mereka tertarik bukan hanya kepada keahlian Eric dan Ardhias dalam bermain basket, melainkan selain Eric dan Ardhias ahli, para murid juga tertarik melihat Ardhias yang mengenakan penutup perban di wajahnya.

"Yang pakai perban di wajah itu siapa?"

"Gak tau kayaknya baru liat!!"

"Itu kan Ardhias, dia bermain basket melawan Eric ..."

"Iya, orang yang pake perban di wajahnya itu kayak gak asing, setiap gerak-geriknya mirip banget sama Ardhias,"

"Iya, gak salah lagi itu Ardhias, udah hampir 2 minggu dia gak sekolah."

"Yah ..., Ardhias sekolah lagi? apa sekolah masih aman kalau dia balik ke sekolah?"

"Tenang aja ... kan ada Eric," ucap salah satu murid menenangkan para murid yang lain.

Perbincangan mereka terhenti saat melihat Ardhias mencetak sebuah poin bola basket ke dalam ring lawan mainnya yaitu Eric.

Pam ...!!!

"Wih...,, keren banget!!!" ucap salah satu murid yang menonton.

Kini Eric semakin tertantang untuk melebihi kemampuan Ardhias dalam bermain basket, mereka saling membalas memasukkan bola ke ring lawan masing-masing, Eric sudah menganilisis pergerakan dan strategi lawannya, dengan cepat ia mengambil bola dan melakukan pivot kemusuhnya dilanjutkan dengan mendribbling bola basket serta melakukan Slam Dunk ke ring lawan.

Pam ...!!!!

Kini Score Tim Eric dan Tim Ardhias adalah

5 - 7, tim Eric ketinggalan poin sebanyak dua poin dari tim Ardhias, Eric kini lebih bersemangat mendribbling bola basket di tangannya, seperti biasa Ardhias berusaha merebut bola itu bersama teman setimnya, tiba-tiba terdengar suara seseorang berteriak lantang kepada mereka yang sedang bermain basket. "Woi ...!" teriak seseorang sontak membuat Eric, Ardhias dan geng Wolfstreet menghentikan aktivitas mereka bermain, murid-murid yang menonton juga terkaget.

"Siapa yang izinkan kalian bermain basket di lapangan kami?" teriak seseorang, dia bernama Hengki, ia merupakan anak kelas 12-A (XII-A), sekelas dengan Bayu Purbawingga.

"Bukannya ini lapangan umum sekolah? siapa saja boleh bermain," jawab Ardhias santai.

"Kau Anak pake pembalut! apa kau tidak tau kami ini siapa??"

"Tentu saja kami tau, kalian adalah geng Thunderdown di kelas 12," jawab Ardhias membuat Eric yang mendengarnya bingung.

Eric tidak pernah tau, ternyata di kelas 12 ada juga murid-murid yang membentuk geng, padahal Eric hampir dua tahun bersekolah di SMA Trisakti, itu semua karena Eric dulunya adalah orang yang antisosial, ia tidak peduli dengan lingkungan sekitar.

Pasalnya geng Thunderdown merupakan geng legend yang sudah lama bernaung di SMA Trisakti, kasus mereka lebih buruk daripada WolfStreet, Thunderdown cenderung sering melakukan tauran dengan geng yang berada di sekolah lain, sekolah geng yang mereka lawan bernama Victorian High School, bahkan mereka sempat masuk penjara karena ada salah satu murid yang mati di sekolah Victorian.

Jika WolfStreet membuat kekacauan di dalam sekolah, maka Thunderdown sebaliknya, mereka membuat kekacauan di luar sekolah tepatnya di sekolah lain. Katanya orang yang memimpin geng Thunderdown adalah sosok remaja yang kuat seperti Iblis, namun namanya dirahasiakan oleh para anggota geng Thunderdown sendiri.

Kembali kelapangan basket, Hengki yang berlatar belakang geng Thunderdown itu menghampiri Eric sembari ia merebut bola basket dari tangan Eric, "Kalian bocah ingusan, jangan coba-coba berani melawan kami! atau kalian akan tau akibatnya!" ancam Hengki kepada Eric, Hengki yang sok keren langsung membalikkan tubuhnya beranjak ingin pergi dari tempat itu, namun langkahnya terpaksa terhenti oleh perkataan Eric.

"Hei ... kau. Datanglah ke sini melawanku, jangan bertindak pengecut seperti itu."

Terpopuler

Comments

RatnaSari007

RatnaSari007

Wih, abang adek jadi sedikit akur😀

2021-02-03

1

lihat semua
Episodes
1 Chapter 1 : PROLOG
2 Chapter 2 : Trisakti High School
3 Chapter 3 : Eric Pratama
4 Chapter 4 : Natsumi Yuri
5 Chapter 5 : Selembar Surat
6 Chapter 6 : Profesor Muda, E. P
7 Chapter 7 : Tiket Eric ke Penjara
8 Chapter 8 : Eric dan Yuri mulai dekat
9 Chapter 9 : Ayah Eric, Enmo Pratama.
10 Chapter 10 : Ibu Eric, Maria Deslova.
11 Chapter 11 : Yuri Berkunjung Ke Rumah Eric
12 Chapter 12 : Eric Comeback To School
13 Chapter 13 : Hari minggu mau ngapain?
14 Chapter 14 : Ronin, Nendra Basweda
15 Chapter 15 : Empat Anak Katana
16 Chapter 16 : Ardhias Comeback To School
17 Chapter 17 : WolfStreet Vs Thunderdown
18 Chapter 18 : Ibu Eric pulang!!?
19 Chapter 19 : Pementasan Drama
20 Chapter 20 : Mambayar Tiket jalan-jalan
21 Chapter 21 : Membayar Tiket jalan-jalan 2
22 Chapter 22 : Perjalanan menuju dermaga Marina
23 Chapter 23 : Menuju Pulau Pantara
24 Chapter 24 : Pulau Pantara
25 Chapter 25 : Siapa Ayah Bayu?
26 Chapter 26 : What The Hell?
27 Chapter 27 : Suara Mengagetkan
28 Chapter 28 : Sinar Bulan
29 Chapter 29 : Sebuah Paket
30 Chapter 30 : Awal Mula Gangster WolfStreet
31 Chapter 31 : Murid Baru Again
32 Chapter 32 : WolfStreet Vs Thunderdown 2
33 Chapter 33 : Firasat Yuri/Eric
34 Chapter 34 : Cerita Ibu-nya Bayu
35 Chapter 35 : Persiapan yang terlambat
36 Chapter 36 : Ronin, Enmo Pratama.
37 Chapter 37 : Menjemput WolfStreet
38 Chapter 38 : Desa KenRoshi
39 Chapter 39 : Kakek itu lagi
40 Chapter 40 : Mata Berapi Biru
41 Chapter 41 : Ronin, Natsumi Oga. Dan Ninja, Hikari Yumeko.
42 Chapter 42 : E-Ryu
43 Chapter 43 : Kedatangan Mantan Marinir
44 Chapter 44 : Cerita Bayu
45 Chapter 45 : Semua ada di tangan Eric
46 Chapter 46 : Bercampur Dendam
47 Chapter 47 : Apa Itu Dendam?
48 Chapter 48 : Pak Walikota Disandra
49 Chapter 49 : Why Always Dendam
50 Chapter 50 : Menebus kesalahan
51 Chapter 51 : Ilmu dari Edward
52 Chapter 52 : Kecemburuan Yuri
53 Chapter 53 : The Hikari Ninja Clan
54 Chapter 54 : Ready To War
55 Chapter 55 : Dibendung Rasa Tak Terduga
56 Chapter 56 : Samurai, Fujiwara Satoru.
57 Chapter 57 : Bangkit Dari Keterpurukan
58 Chapter 58 : Di Ambang Perperangan Besar
59 Chapter 59 : Pertarungan Terakhir
60 Chapter 60 : EPILOG
61 Info (Mutant : Katana Holder)
Episodes

Updated 61 Episodes

1
Chapter 1 : PROLOG
2
Chapter 2 : Trisakti High School
3
Chapter 3 : Eric Pratama
4
Chapter 4 : Natsumi Yuri
5
Chapter 5 : Selembar Surat
6
Chapter 6 : Profesor Muda, E. P
7
Chapter 7 : Tiket Eric ke Penjara
8
Chapter 8 : Eric dan Yuri mulai dekat
9
Chapter 9 : Ayah Eric, Enmo Pratama.
10
Chapter 10 : Ibu Eric, Maria Deslova.
11
Chapter 11 : Yuri Berkunjung Ke Rumah Eric
12
Chapter 12 : Eric Comeback To School
13
Chapter 13 : Hari minggu mau ngapain?
14
Chapter 14 : Ronin, Nendra Basweda
15
Chapter 15 : Empat Anak Katana
16
Chapter 16 : Ardhias Comeback To School
17
Chapter 17 : WolfStreet Vs Thunderdown
18
Chapter 18 : Ibu Eric pulang!!?
19
Chapter 19 : Pementasan Drama
20
Chapter 20 : Mambayar Tiket jalan-jalan
21
Chapter 21 : Membayar Tiket jalan-jalan 2
22
Chapter 22 : Perjalanan menuju dermaga Marina
23
Chapter 23 : Menuju Pulau Pantara
24
Chapter 24 : Pulau Pantara
25
Chapter 25 : Siapa Ayah Bayu?
26
Chapter 26 : What The Hell?
27
Chapter 27 : Suara Mengagetkan
28
Chapter 28 : Sinar Bulan
29
Chapter 29 : Sebuah Paket
30
Chapter 30 : Awal Mula Gangster WolfStreet
31
Chapter 31 : Murid Baru Again
32
Chapter 32 : WolfStreet Vs Thunderdown 2
33
Chapter 33 : Firasat Yuri/Eric
34
Chapter 34 : Cerita Ibu-nya Bayu
35
Chapter 35 : Persiapan yang terlambat
36
Chapter 36 : Ronin, Enmo Pratama.
37
Chapter 37 : Menjemput WolfStreet
38
Chapter 38 : Desa KenRoshi
39
Chapter 39 : Kakek itu lagi
40
Chapter 40 : Mata Berapi Biru
41
Chapter 41 : Ronin, Natsumi Oga. Dan Ninja, Hikari Yumeko.
42
Chapter 42 : E-Ryu
43
Chapter 43 : Kedatangan Mantan Marinir
44
Chapter 44 : Cerita Bayu
45
Chapter 45 : Semua ada di tangan Eric
46
Chapter 46 : Bercampur Dendam
47
Chapter 47 : Apa Itu Dendam?
48
Chapter 48 : Pak Walikota Disandra
49
Chapter 49 : Why Always Dendam
50
Chapter 50 : Menebus kesalahan
51
Chapter 51 : Ilmu dari Edward
52
Chapter 52 : Kecemburuan Yuri
53
Chapter 53 : The Hikari Ninja Clan
54
Chapter 54 : Ready To War
55
Chapter 55 : Dibendung Rasa Tak Terduga
56
Chapter 56 : Samurai, Fujiwara Satoru.
57
Chapter 57 : Bangkit Dari Keterpurukan
58
Chapter 58 : Di Ambang Perperangan Besar
59
Chapter 59 : Pertarungan Terakhir
60
Chapter 60 : EPILOG
61
Info (Mutant : Katana Holder)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!