Chapter 14 : Ronin, Nendra Basweda

Gedung Yakuza

Di gedung mafia Yakuza nan megah dan sangat besar berlantaikan sebanyak tujuh tingkat lantai, terdapat halaman yang luas di sekelilingnya, halamannya terlihat seperti taman lagi terdapat tiga patung di tengah, satu di antaranya berbentuk patung besar ksatria berzirah samurai, sedangkan dua di antaranya merupakan patung wanita berpakaian yukata kimono samurai tradisional. Di setiap sisi gedung terdapat para bodyguard atau penjaga yang bersenjatakan senjata api dan pedang, juga terdapat pos menara yang tinggi untuk memantau penyusup yang berpotensi membahayakan gedung Yakuza, di setiap sisi gedung juga terdapat ribuan cctv.

Terlihat di ketinggian ada tiga helikopter sedang turun mendarat di halaman yang luas itu, tiap-tiap helikopter turun sekumpulan pria yang mengenakan pakaian serba hitam sontak memijakkan kakinya ke permukaan tanah yang sudah di penuhi dengan lantai batu, hanya salah satu di antara mereka yang berbeda penampilan, pria itu mengenakan seragam kepolisian Negeri Tanah Air berwarna coklat dengan gaya ukuran rambut standar, ia juga mengenakan kacamata hitam yang membuat tampilannya cukup memukau, di pinggang sebelah kirinya terdapat katana bersarung pedang yang terukir ukiran harimau putih.

Mereka semua pun masuk ke dalam gedung Yakuza tersebut, saat tengah memasuki gedung nan mewah itu, terlihat lantai gedung dipenuhi dengan lantai marmer, setiap mereka menapaki jalan kakinya, tidak ada noda yang terlihat sedikit pun, lagi tampaklah wanita-wanita pelayan mengenakan pakaian maid lolita menyambut kedatangan mereka semua, "Selamat datang!" ucap mereka dalam bahasa jepang dengan membungkukkan tubuh mereka hormat.

Pria berseragam Polisi Tanah Air itu hanya melanjutkan langkah kakinya lebih dalam hingga menemukan sebuah lift, ia pun masuk ke dalam lift dengan diikuti dua pria yakuza yang mengawalnya, salah satu pengawal itu memencet tombol lantai tujuh, yang di mana lantai tujuh itu adalah lantai pribadi milik pemimpin Yakuza, Tatsumi Shojo.

Setibanya mereka di lantai tujuh, pria berseragam polisi itu melangkahkan kakinya kedepan hingga menemukan pandangan sileut seorang pria paruh baya sedang bersila tengah mengenakan pakaian hakama tradisional pria jepang, seperti ada luka bakar di sebelah wajah kirinya. Tampak ruangan itu jika dilihat sesaat lebih persis seperti ruangan latihan berlantaikan kayu kokoh halus dengan cat kilat yang kemungkinan harganya sangat mahal, di berbagai sisi dinding melekat jendela kaca tebal tembus pandang dengan ventilasi udara di atasnya.

"Selamat datang suadaraku, Nendra!" ucapnya sambil memejamkan mata.

"Ada perlu apa kau memanggilku kesini?" tanya Nendra dengan nada yang dingin.

"Apa itu yang ditanyakan seorang saudara setelah sekian lama tidak berjum-" ucapan Shojo terpotong oleh Nendra.

"Apa itu yang dilakukan seorang anak, mengirim pembunuh bayaran untuk ayahnya yang telah membesarkan dirinya hing-"

"Cukup!!! dia bukan ayahku, dan kau juga bukan saudara ku, hahaha" tawa lepas jahatnya.

"Kau memang bajingan! orang sepertimu seharusnya dari dulu sudah mati, di mana kehormatanmu yang dulu?" bentak Nendra ke saudara angkatnya, Shojo.

"Bahkan kau seorang samurai yang juga sudah hilang kehormatannya, berani-beraninya mengucapkan soal kehormatan kepadaku!"

"Meski begitu, meski arah jalanku salah, aku tidak pernah sekali pun berniat membunuh Hiro Ayah angkatku!"

"Dasar ronin, samurai tak bertuan! mereka benar-benar sudah kehilangan kehormatan mereka selamanya,"

"Kau ...! bertarunglah denganku untuk mengakhiri pertikaian ini!"

"Wah, sangat disayangkan sekali aku belum sempat menanyakan di mana Enmo berada, apa kau tidak tau aku memanggilmu karena sangat membutuhkan serum yang dia ciptakan?"

"Enmo ... aku tidak pernah lagi melihatnya semenjak empat anak katana berpisah,"

"Wah, wah, wah, empat anak katana, kau masih ingat itu ya," ucap Shojo memelas, "aku sudah tak memikirkan tentang hal itu lagi, jangan coba-coba mengingatkan ku kembali!" ancam Shojo kepada Nendra.

Kemudian Shojo berdiri dari duduk silanya dan melangkahkan kakinya menuju ke sebuah peti ramping berukuran panjang, ia membukanya dan mengambil sebentuk pedang di dalamnya, terlihat sarung pedang terukir huruf A yang melambangkan tulisan "Azazel" bermaknakan salah satu nama raja Iblis neraka pada mitologi tertentu.

Lalu Shojo mengambil salah satu katana yang sarung pedangnya terukir ukiran harimau putih sembari melemparkan pedang itu ke arah Nendra, Nendra pun sontak menangkapnya dengan tangan kanan. Shojo membentuk senyuman sinis terpatri di wajahnya seraya berkata, "Jika kau bersikeras mengingatkan aku kembali tentang masa lalu, gunakanlah kemampuan lamamu," pinta Shojo.

Nendra yang kini mendapati dua pedang di kedua tangannya yang berukiran gambar harimau putih tertegun "Pedang lamaku ..." sebut Nendra dalam hati.

Nendra langsung membuka kedua pedang miliknya dan mengayun-ayunkan pedang itu untuk kembali membiasakan diri setelah sekian lama tak pernah lagi memegang keduanya sekaligus.

"Bagaimana? kau siap untuk pertarungan hidup dan mati melawan saudara mu ini?" tanya Shojo dengan tatapan menindas ke arah Nendra

"Baiklah, ini semua aku lakukan demi Hiro Ayahku!!" ucap Nendra Basweda itu

"Wah ... jiwa seorang ronin yang bertindak atas emosionalnya sendiri," sebut Shojo seraya memerintahkan seluruh anak buahnya meninggalkan ruangan hingga menyisakan mereka berdua untuk melakukan pertarungan duel satu lawan satu.

Kini dua pria yang sedang berhadapan satu sama lain itu membentuk kuda-kuda kokoh di kedua pergelangan kaki mereka masing-masing.

Pandangan Nendra terfokus dengan lawan tarungnya, begitu juga sebaliknya Shojo.

Kini Shojo membuka sebilah pedang panjang miliknya sembari mengarahkan tangannya ke depan, keheningan di dalam ruangan membuat kedua karakter itu mendapatkan ketenangan batin mereka baik itu Nendra maupun Shojo.

Nendra menghirup nafasnya perlahan dan menghembuskannya sekali, ia hanya bersikap tenang dengan mengingat ajaran ayahnya Hiro saat ia masih kecil, "Untuk menjadi kuat, tidak harus mengacaukan pikiranmu dengan amarah, cukup redam semuanya, ingatlah hal yang indah, walau terkadang hal itu bisa menyakiti jiwa, kau akan menemukan jalan tujuanmu yang sebenarnya, yaitu ketenangan batin." Hanya kata-kata itu yang terlontar dari Ayahnya Hiro kepada Nendra sebagai pegangan moto hidup baginya.

Seketika Shojo bergerak maju dengan kecepatan tak diduga-duga menyabetkan pedangnya ke wajah Nendra, hingga meninggalkan luka sayatan kecil di pipi kirinya, Nendra menyadari gerakan Shojo dengan menghindar mundur ke belakang, hanya saja ia sedikit keliru. Tak berhenti di situ Shojo langsung mengerahkan semua gerakan berpedangnya.

Nendra hanya membalas semua gerakan Shojo dengan kedua bilah pedangnya, dentangan-dentangan besi terdengar sangat keras menggema di seisi ruangan, peluh keringat mulai mengaliri dahi mereka masing-masing, Shojo mengeluarkan suara jeritan lolos dari mulutnya, ia terus berusaha mencari titik lemah yang ada pada Nendra, "Setelah lama tak berpedang, ternyata kau masih mahir menggunakannya," ujar Shojo sambil mengayunkan pedang tebasan demi tebasan, "Diam, dan bertarunglah!!" sahut Nendra menangkis semua sabetan pedang Shojo.

Nendra yang terus tenang kini menyadari tubuh Shojo yang mulai kelelahan, meski nafasnya terengah-engah tetap saja Nendra masih banyak menyimpan stamina, kini setiap dentuman pedang tak terasa terlalu kuat bagi Nendra, ia merasakan tubuh Shojo yang mulai tua tak sekuat yang dulu lagi, pasalnya usia Shojo kini menginjak usia yang ke 50 tahun, sedangkan Nendra 46 tahun.

Tenaga dari seluruh gerakan Shojo sudah mulai tak terasa kuat bagi Nendra, kini kesempatan Nendra lah untuk menyerang balik.

"Shlaash ... Shlaash ..." dua tebasan pedang Nendra berhasil melukai dada Shojo, kini Shojo berlutut menahankan rasa sakit di dadanya itu, pakaian hakamanya robek oleh sayatan silang dua bilah pedang, lukanya cukup dalam hampir menembus organ dalam tubuhnya, "Hahahaha" tawa lepas Shojo memuntahkan darah di mulut, "Bunuhlah aku untuk mendapatkan kehormatanmu!" pinta Shojo pada Nendra, "Aku adalah Ronin, sekali aku menjadi ronin, maka tetaplah, tak ada kehormatan apapun bagiku, melainkan hanya kehormatan bagi diriku sendiri," ucap Nendra yang memegang dua bilah pedangnya mengalir darah segar di mata runcingnya, "Kalau kau tak membunuhku, maka aku lah yang membunuhmu untuk mendapatkan kembali kehormatanku!" gerutu keras Shojo.

Tiba-tiba mata Shojo berubah warna menjadi merah darah, seketika lukanya sembuh menyisakan bekas sayatan, ia berdiri tegap mengacungkan pedangnya dengan kedua tangan, Nendra yang melihat hal itu tidak bisa menyembunyikan raut wajah keheranannya dengan mata bergetar, "Mahkluk apa kau ini?" tanya Nendra, "Apa kau tak ingat, aku lah satu-satunya Iblis di keluarga ini!" jawab Shojo sinis.

Shojo langsung menyerang Nendra dengan kecepatan 0,1 detik tiap tebasan katananya, Nendra yang berusaha menghindar serta menangkis serangan itu tak dapat menghalau, tubuhnya tersayat bertubi-tubi membuat dirinya menghindar mundur tak tentu arah, kedua bilah pedang ukiran harimau putih seketika terlepas dari genggaman erat tangan Nendra ke permukaan lantai, kini Shojo menerjang Nendra dengan kaki kanannya, membuat Nendra terhempas jatuh terbaring tak berdaya, tak berhenti disitu Shojo menyabet kedua kaki Nendra hingga membuat kakinya tak mampu bergerak, keluarlah darah-darah segar yang membanjiri lantai ruangan dari sekujur tubuhnya, dalam keadaan tengkurap Nendra berusaha menyeret-nyeret tubuhnya sendiri dengan tangan ke arah pintu keluar, Shojo yang melihatnya tak tinggal diam, ia menusuk tepat di bagian jantung Nendra.

Jlebbb ...!!!

"Akhirnya aku mendapatkan kembali kehormatanku," ucap Shojo berdiri tegap sembari menarik kembali hunusan pedangnya, ia melanjutkan dengan membungkuk hormat kepada lawannya yang sekarat.

Nendra kembali membalikkan tubuhnya yang tengkurap, ia menatap langit-langit ruangan itu dengan pandangan mata yang mulai menghitam, tubuhnya yang sekarat berusaha mengembalikan tenaga ke alat pita suara dirinya, hembusan nafas terakhirnya mengeluarkan kata-kata "A-anakku Ardhias..., m-maafkan Ayah...!!" ucapnya memejamkan mata untuk terakhir kalinya.

Shojo memerintahkan anak buahnya masuk ke ruangan untuk membereskan jasad tubuh Nendra Basweda, serta ia menyuruh mereka membakar jasadnya dan mengirim abunya kembali ke Negeri Tanah Air.

.......................

Axel, 16 Februari 2021

pukul 21:54 WIB

Warnet Alpha

Seorang remaja mengenakan baju stylish dengan tutup perban yang memenuhi seluruh wajahnya terkecuali rambut sedang asik memainkan game online di layar monitornya, tiba-tiba seseorang datang membuatnya gagal fokus memainkan game yang sedang ia seriusin.

"Tuan muda! tuan muda!" panggilnya menepakkan tangannya ke bahu remaja itu.

"Ada apa sih ribut-ribut, orang lagi main game juga," ucapnya marah sembari membuka headseat di kepala.

"Maaf tuan muda, ada hal yang harus saya sampaikan," ucapnya gelisah.

Remaja itu pun mengikuti orang itu ke pintu keluar warnet yang tadi mereka lewati saat masuk, "Bicara saja langsung, ada apa?" tanya pemuda itu, "A-anu tuan, maaf saya jadi susah mengucapkannya," ujar pria di hadapan pemuda itu ragu-ragu, "Tidak apa-apa, bilang saja," sahut pemuda itu dengan nada ramah.

"Maaf sebelumnya tuan muda, saya belum kunjung memberitahunya kepada tuan muda. Ayah anda tuan Nendra...." jelasnya tanggung

"... A-ayahku, ada apa?"

"T-tuan Nendra, m-meninggal seusai bertarung melawan pemimpin yakuza, T-tatsumi Shojo ..." jelasnya terbata-bata.

Pemuda yang baru mendengar tentang kematian Ayahnya tersebut adalah Ardhias.

Seketika kini mata Ardhias yang hitam legam bergetar, mulutnya terngaga tidak dapat menerima pahitnya kenyataan yang ia dengar, ia membalikkan tubuhnya melangkah perlahan menjauh dari orang yang memanggilnya dengan sebutan, "Tuan muda," tanpa menghiraukan orang itu.

"Tuan muda!" panggil bawahannya itu lagi berkali-kali.

Suara yang memanggilnya kian mengecil tanpa ia hiraukan dengan melanjutkan langkah kakinya yang membuatnya tiba-tiba berlari sekencang mungkin di tengah padatnya pejalan kaki tengah perkotaan, ia terus berlari jauh hingga menemukan perempatan jalan, langsung dirinya berbelok ke jalan kiri melangkahkan larian kencang nya ke jalan buntu yang berdiri sebuah rumah mewah milik Nendra Basweda.

Ia menapakkan kakinya masuk ke dalam rumah melewati pintu besar teras mewah itu, setelah masuk dirinya ke dalam, ia melihat ke sekeliling luasnya ruangan, wajah yang tertutup perban basah oleh peluh keringat membanjiri seluruh tubuhnya, matanya memerah keluar air tangisan yang tak dapat ia tahan, ia berteriak kencang menyuarakan hatinya, "Ayah ...!!!!!!!!!" teriaknya menggema di seluruh ruangan rumah itu.

"Kau ... bilang ... kita akan bertemu lagi di rumah ... kebanggaan kita, Ayah ..." ucapnya lirih dengan isakan tangis.

Kemudian Ardhias melihat sosok Ayahnya muncul tak jauh di hadapannya, Ayahnya itu masih mengenakan seragam kebanggaannya, Ardhias terus menatap Ayahnya yang berada di hadapannya yang kian bayang-bayangnya memudar semakin jauh dari pandangan mata tangis Ardhias.

"Ayah, kembalilah!" pintanya sambil mencoba meraih bayang-bayang Ayahnya dengan tangan fana miliknya.

Namun sia-sia, bayang-bayang itu hilang seketika tak menyisakan pandangan apapun, hanya tatapan tangis kekosongan yang Ardhias rasakan malam itu. Ardhias sangat sendiri pada kesunyian malam yang membuat diri kembali merasakan sepi di dalam sedih jiwanya.

................................

Rumah Basweda

Pukul 08:30 WIB

Di sebuah ruangan, berjejer bunga-bunga mawar yang di tengahnya terpampang Foto besar, orang-orang berpakaian serba hitam berduka cita atas kematian orang yang ada di dalam foto itu, sepertinya mereka adalah orang-orang terdekat, kemudian muncul sosok pemuda mengenakan perban di wajahnya berjalan ke arah foto besar itu dengan membawa sebuah kalung bunga di tangannya, saat ia tengah melangkahkan kakinya, orang-orang sontak memeluk dirinya sembari melepas peluh tangis di wajah-wajah mereka dan berkata, "Yang kuat nak Ardhias, kami turut berduka cita, semoga ayahmu tenang di alam sana," ucap salah satu dari wanita berpakaian hitam. "Tak apa-apa," angguk Ardhias menahan rasa ingin menangis, ia melanjutkan langkahnya ke foto besar yang terpampang itu sembari mengkalungkan bunga yang ia bawa, dirinya berkata, "Aku akan membalasnya, ayah. Aku akan membuatnya membayar untuk ini."

____________________________________________

Visual :

Nendra Basweda

Tatsumi Shojo

Terpopuler

Comments

🌻Ruby Kejora

🌻Ruby Kejora

like mendarat ya thor

2021-02-23

1

RatnaSari007

RatnaSari007

Kalau Ardhias pake dua pedang samurai, kayanya bakalan jdi karakter ope

2021-02-03

2

lihat semua
Episodes
1 Chapter 1 : PROLOG
2 Chapter 2 : Trisakti High School
3 Chapter 3 : Eric Pratama
4 Chapter 4 : Natsumi Yuri
5 Chapter 5 : Selembar Surat
6 Chapter 6 : Profesor Muda, E. P
7 Chapter 7 : Tiket Eric ke Penjara
8 Chapter 8 : Eric dan Yuri mulai dekat
9 Chapter 9 : Ayah Eric, Enmo Pratama.
10 Chapter 10 : Ibu Eric, Maria Deslova.
11 Chapter 11 : Yuri Berkunjung Ke Rumah Eric
12 Chapter 12 : Eric Comeback To School
13 Chapter 13 : Hari minggu mau ngapain?
14 Chapter 14 : Ronin, Nendra Basweda
15 Chapter 15 : Empat Anak Katana
16 Chapter 16 : Ardhias Comeback To School
17 Chapter 17 : WolfStreet Vs Thunderdown
18 Chapter 18 : Ibu Eric pulang!!?
19 Chapter 19 : Pementasan Drama
20 Chapter 20 : Mambayar Tiket jalan-jalan
21 Chapter 21 : Membayar Tiket jalan-jalan 2
22 Chapter 22 : Perjalanan menuju dermaga Marina
23 Chapter 23 : Menuju Pulau Pantara
24 Chapter 24 : Pulau Pantara
25 Chapter 25 : Siapa Ayah Bayu?
26 Chapter 26 : What The Hell?
27 Chapter 27 : Suara Mengagetkan
28 Chapter 28 : Sinar Bulan
29 Chapter 29 : Sebuah Paket
30 Chapter 30 : Awal Mula Gangster WolfStreet
31 Chapter 31 : Murid Baru Again
32 Chapter 32 : WolfStreet Vs Thunderdown 2
33 Chapter 33 : Firasat Yuri/Eric
34 Chapter 34 : Cerita Ibu-nya Bayu
35 Chapter 35 : Persiapan yang terlambat
36 Chapter 36 : Ronin, Enmo Pratama.
37 Chapter 37 : Menjemput WolfStreet
38 Chapter 38 : Desa KenRoshi
39 Chapter 39 : Kakek itu lagi
40 Chapter 40 : Mata Berapi Biru
41 Chapter 41 : Ronin, Natsumi Oga. Dan Ninja, Hikari Yumeko.
42 Chapter 42 : E-Ryu
43 Chapter 43 : Kedatangan Mantan Marinir
44 Chapter 44 : Cerita Bayu
45 Chapter 45 : Semua ada di tangan Eric
46 Chapter 46 : Bercampur Dendam
47 Chapter 47 : Apa Itu Dendam?
48 Chapter 48 : Pak Walikota Disandra
49 Chapter 49 : Why Always Dendam
50 Chapter 50 : Menebus kesalahan
51 Chapter 51 : Ilmu dari Edward
52 Chapter 52 : Kecemburuan Yuri
53 Chapter 53 : The Hikari Ninja Clan
54 Chapter 54 : Ready To War
55 Chapter 55 : Dibendung Rasa Tak Terduga
56 Chapter 56 : Samurai, Fujiwara Satoru.
57 Chapter 57 : Bangkit Dari Keterpurukan
58 Chapter 58 : Di Ambang Perperangan Besar
59 Chapter 59 : Pertarungan Terakhir
60 Chapter 60 : EPILOG
61 Info (Mutant : Katana Holder)
Episodes

Updated 61 Episodes

1
Chapter 1 : PROLOG
2
Chapter 2 : Trisakti High School
3
Chapter 3 : Eric Pratama
4
Chapter 4 : Natsumi Yuri
5
Chapter 5 : Selembar Surat
6
Chapter 6 : Profesor Muda, E. P
7
Chapter 7 : Tiket Eric ke Penjara
8
Chapter 8 : Eric dan Yuri mulai dekat
9
Chapter 9 : Ayah Eric, Enmo Pratama.
10
Chapter 10 : Ibu Eric, Maria Deslova.
11
Chapter 11 : Yuri Berkunjung Ke Rumah Eric
12
Chapter 12 : Eric Comeback To School
13
Chapter 13 : Hari minggu mau ngapain?
14
Chapter 14 : Ronin, Nendra Basweda
15
Chapter 15 : Empat Anak Katana
16
Chapter 16 : Ardhias Comeback To School
17
Chapter 17 : WolfStreet Vs Thunderdown
18
Chapter 18 : Ibu Eric pulang!!?
19
Chapter 19 : Pementasan Drama
20
Chapter 20 : Mambayar Tiket jalan-jalan
21
Chapter 21 : Membayar Tiket jalan-jalan 2
22
Chapter 22 : Perjalanan menuju dermaga Marina
23
Chapter 23 : Menuju Pulau Pantara
24
Chapter 24 : Pulau Pantara
25
Chapter 25 : Siapa Ayah Bayu?
26
Chapter 26 : What The Hell?
27
Chapter 27 : Suara Mengagetkan
28
Chapter 28 : Sinar Bulan
29
Chapter 29 : Sebuah Paket
30
Chapter 30 : Awal Mula Gangster WolfStreet
31
Chapter 31 : Murid Baru Again
32
Chapter 32 : WolfStreet Vs Thunderdown 2
33
Chapter 33 : Firasat Yuri/Eric
34
Chapter 34 : Cerita Ibu-nya Bayu
35
Chapter 35 : Persiapan yang terlambat
36
Chapter 36 : Ronin, Enmo Pratama.
37
Chapter 37 : Menjemput WolfStreet
38
Chapter 38 : Desa KenRoshi
39
Chapter 39 : Kakek itu lagi
40
Chapter 40 : Mata Berapi Biru
41
Chapter 41 : Ronin, Natsumi Oga. Dan Ninja, Hikari Yumeko.
42
Chapter 42 : E-Ryu
43
Chapter 43 : Kedatangan Mantan Marinir
44
Chapter 44 : Cerita Bayu
45
Chapter 45 : Semua ada di tangan Eric
46
Chapter 46 : Bercampur Dendam
47
Chapter 47 : Apa Itu Dendam?
48
Chapter 48 : Pak Walikota Disandra
49
Chapter 49 : Why Always Dendam
50
Chapter 50 : Menebus kesalahan
51
Chapter 51 : Ilmu dari Edward
52
Chapter 52 : Kecemburuan Yuri
53
Chapter 53 : The Hikari Ninja Clan
54
Chapter 54 : Ready To War
55
Chapter 55 : Dibendung Rasa Tak Terduga
56
Chapter 56 : Samurai, Fujiwara Satoru.
57
Chapter 57 : Bangkit Dari Keterpurukan
58
Chapter 58 : Di Ambang Perperangan Besar
59
Chapter 59 : Pertarungan Terakhir
60
Chapter 60 : EPILOG
61
Info (Mutant : Katana Holder)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!