Pertemuannya dengan dokter Reyhan membuat Clara melupakan kekesalannya yang harus menetap di kampung yang jauh dari kehidupan kota. Kesialan dirinya yang harus tinggal di kampung berubah seketika menjadi keberuntungan bagi Clara. Reyhan lah pengaruh nya.
Wajah dokter tampan itu selalu memenuhi pikiran Clara, seolah wajah dokter Reyhan telah menempel di keningnya tanpa berniat untuk menghapusnya.
Clara duduk di teras menikmati langit senja. Bangku yang terbuat dari anyaman bambu itu terasa sangat empuk bagi gadis yang sedang dilanda asmara untuk pertama kalinya. Bibirnya selalu mengukir senyuman, entah apa yang di pikiran gadis itu.
Lisa yang melihat tingkah aneh Clara merasa curiga. Setelah kepulangan mereka dari minimarket, Clara berhenti mengoceh, bibir yang selalu mengeluh mengutarakan ketidaksukaannya tinggal di kampung tidak terdengar lagi.
Lisa mendekati Clara, duduk di samping Clara. Lisa mendengus kesal, kedatangan dirinya tak di sadari oleh Clara. Padahal, Lisa sengaja menghentakkan langkahnya.
" Woi! lu kenapa sih Ra!!! " kesal Lisa.
" Ck. " decak Clara yang tidak menginginkan kehadiran Lisa, mengganggu khayalan nya saja!
" Lu kenapa sih?? dari tadi senyum-senyum sendiri. " Lisa menyikut lengan Clara. " Lu gak setres kan? cuma gara-gara gak mau tinggal di sini! " tebak Lisa.
" Sembarangan ngatain gue setres! " seru Clara tak terima.
" Ya terus lu kenapa? "
" Kepo! " Clara beranjak dari duduki lalu meninggalkan Lisa sediri. Clara lebih memilih masuk ke dalam rumah, menghindari pertanyaan dari Lisa.
Clara belum berniat untuk menceritakan rasa sukanya pada Reyhan. Cukup malu mengakui perasaanya yang terlebih dahulu tertarik pada seorang pria. Sedangkan belum tentu Reyhan membalasnya.
*
Sesuai informasi dari Sinta, bahwa dokter Reyhan bertugas di puskesmas, dimana kemarin Clara memeriksakan tubuhnya.
Clara berniat untuk pergi ke puskesmas lagi, hanya untuk bertemu dengan Reyhan. Pikiran nya memang sudah tidak waras jika mengenai Reyhan. Clara mempunyai ide cemerlang terlintas begitu saja di otaknya untuk bisa bertemu dengan Reyhan tanpa menurunkan harga dirinya yang sengaja mengejar seorang pria.
" Mau ke puskesmas lagi? " tanya Sinta saat Clara meminta tolong untuk diantar. " Emang mbak Clara sakit lagi? " tanya Sinta yang belum mengerti jika Clara hanya beralasan saja untuk bertemu dengan Reyhan.
Clara mengangguk di ikuti menunjukkan lengannya yang banyak bekas gigitan nyamuk.
" Ini kan di gigit nyamuk mbak. ntar juga bisa ilang sendiri. " ujar Sinta.
" Aku gak mau ntar kulit ku jadi item-item. " alasan Clara.
" Yaudah aku anterin. " Sinta menurut saja tanpa protes kembali. Mungkin karena Clara seorang artis jadi hal sekecil itu saja di ributkan.
Dengan hati yang berdebar dan wajah yang berbinar tentunya. Clara percaya diri masuk ke dalam puskesmas mengambil nomor antriannya.
Kali ini Clara berpakaian serba panjang, tapi tak mengurangi kualitas fashionnya yang selalu enak di pandang.
Clara sudah tak sabar untuk bertemu dengan Reyhan. Informasi Reyhan dari Sinta sangat menguntungkan nya. Di dalam nanti ia berniat untuk bertanya lebih banyak lagi, kalau perlu akan mengajak dokter Reyhan untuk bertemu.
Clara masuk ke dalam ruangan setelah namanya di panggil. Senyum yang mengembang memudar dengan cepat. Tatkala harapan nya hancur. Bukan Reyhan yang bertugas, melainkan pria yang kemarin membuatnya kesal.
" Kamu! " pekik Clara. " Kenapa bukan dokter Reyhan? " tanya Clara. Gadis itu sangat kecewa tidak mendapati dokter Reyhan.
Bastian mengerutkan keningnya. " Dokter Reyhan sedang cuti. " jawabnya dengan wajah datar.
Clara terduduk lemas di bangku tepat di depan meja kerja Bastian. " Gagal deh.. " lirihnya yang masih bisa di dengar oleh Bastian.
" Ada keluhan apa? apa bengkak nya semakin parah? " Bastian bersikap profesional dalam bekerja.
Bukannya menjawab, Clara menyelusupkan kepalanya di antara kedua tangannya yang bertumpu di meja.
" Nona.. apa anda baik-baik saja? " tanya Bastian sesabar mungkin.
" Tidak baik! " seru Clara yang sudah mengangkat kepalanya, menatap tajam. pada Bastian.
" Apa keluhannya? "
Clara mendengus lagi, tidak percaya jika Bastian sekaku itu. Clara menegakkan posisi duduknya lalu menggulung lengan panjangnya, menunjukkan bintik-bintik merah akibat gigitan nyamuk.
Hanya dengan melihatnya saja, Bastian sudah tahu penyebab bintik-bintik di lengan Clara. Walau begitu, Bastian harus memeriksa lebih lanjut.
Belum sempat memeriksanya, ponsel Bastian berbunyi nyaring, mengalihkan perhatian Clara. Dengan sangat lancang Clara meraih ponsel itu. " Hape dokter bisa dapet signal? "
Bastian kesal melihat kelakuan Clara yang tidak sopan. " Anda sangat tidak sopan! " Bastian merebut ponselnya dari genggaman Clara.
" Dok, boleh aku pinjem ponselnya sebentar? " Clara tak mengindahkan ucapan Bastian. Dia lebih tertarik untuk meminta ijin meminjam ponselnya. Pasalnya, semenjak Clara tiba di kampung, gadis itu sama sekali belum memberikan kabar pada keluarga nya. Terutama pada Wina, karena susah sekali mendapatkan signal.
" Apa seorang artis tidak mempunyai ponsel? " Bastian.
" Oh.. ayolah.. aku susah sekali mendapatkan signal. Aku belum mengabari oma dan kedua orang tua ku. " jelas Clara. " Tapi kenapa ponsel dokter bisa mendapatkan signal dengan mudah? " ucap Clara dengan wajah mengiba. ternyata mempunyai bakat acting memudahkan Clara mendapat simpatik.
Terlihat di wajah Bastian yang ikut terhanyut dalam kesedihan, wajahnya memelas tak tega menolak permintaan Clara.
Dengan terpaksa Bastian memberikan ponselnya.
" Terimakasih.. " Clara meraih ponsel Bastian. Gadis itu tidak perlu menunggu lama untuk segera melakukan panggilan pada oma Wina.
Panggilan terhubung.
" Halo... " jawab Wina di sebrang sana.
" Oma... ini Clara... " teriak Clara begitu senang mendengar suara omanya. " Clara kangen sama oma. "
" Clara sayang.. cucu oma baik-baik kan disana? " tanya Wina.
Clara merengek. " Oma.. Clara pengin pulang.. Clara gak betah oma... "
" Mau gimana lagi Clara.. oma gak bisa berbuat apa-apa. Kecuali kamu nglakuin saran dari oma. " jawab Wina.
" Oma... please... masa Clara mesti nikah dulu. " Clara merajuk.
Bastian hanya menjadi pendengar baik, sesekali melirik kesal karena Clara bebicara lama sekali. Untung saja di luar tidak ada pasien mengantri lagi.
" Ehem... " Bastian sengaja berdeham, mengisyaratkan agar Clara cepat menyelesaikan panggilannya.
Clara melirik ke arah Bastian. " Oma.. sudah dulu ya.. yang punya hape ini orang nya pelit. nanti Clara telpon Oma lagi. " ucap Clara sebelum memutuskan panggilannya.
" Sekali lagi ya. " ijin Clara untuk melakukan panggilan lagi pada Adrian.
Dua kali panggilan tak kunjung mendapat jawaban. Melihat wajah masam Bastian, membuat Clara hanya mengirimkan pesan saja. Tidak lupa sebelum itu, Clara berselfie menunjukkan wajah sedihnya.
Clara mengirim fotonya ke nomor Adrian, dengan caption " Papa, please...help me. "
" Terimakasih.. " ucap Clara mengembalikan ponsel Bastian.
" Hem. " saut Bastian.
" Kalo begitu saya permisi. " pamit Clara meninggalkan Bastian.
Bastian hanya menghilangkan kepalanya merasa heran dengan gadis itu. Belum sempat di periksa dan memberikan resep obat sudah pergi begitu saja.
Bastian tersenyum tipis saat melihat ponselnya memperlihatkan foto Clara dengan wajah memelas. Pria itu tidak habis pikir, wanita yang terlihat sudah dewasa itu ternyata seperti anak kecil. Apalagi, Bastian mendengar nya sendiri bagaimana Clara mengadu pada orang yang ia panggil Oma.
*
*
*
...Jangan lupa berikan dukungan kalian. ...
...Like. komen. vote. ...
...Bye.. bye.. ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Ranie
semua ceritanya bagus2
2022-05-17
0
Juliezaskia
kocaak😂😂😂
2021-09-25
0
AAAaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
bagaimana cara Bastian menghilangkan kepala nya? d peuncit kah,d parieuskn kah atw d poteskn begitu saja .
2021-09-20
1