Chapter 1.2 - Balas Dendam

"Woi sampah! kalian tau kan pepatah mengatakan mata dibalas mata, ku harap kalian mengerti apa yang aku ucapkan. Kalian manusia sampah bersiap lah. Sang Raja akan memberikan hukuman yang layak bagi kalian semua."

"Siapa yang kamu bawa kesini Reka, apa kamu mau anak yang ter obsesi menjadi tokoh anime ini untuk menyelamatkanmu. Hei anak muda jangan sia sia kan sisa hidup mu seperti ini. Bagaimana jika kamu menjadi anjingku, mungkin kamu akan keluar dari sini dengan keadaan utuh," ucap Bos preman itu mencaci Devan yang berada tak jauh darinya.

Semua rekan preman tertawa mendengar hal itu. Terdapat 30 preman di bar tersebut dengan wanita pemandu di sampingnya. Pandangan angkuh dari pengunjung lainnya dan tatapan sinis dari wanita kupu kupu malam membuat atmosfer tidak berpihak kepadanya.

"Reka! kamu pikir membawa seorang pria bisa menyelesaikan masalahmu? masih untung kamu tidak ku jual ke rumah bordil. Kamu aku berikan kesempatan malah membuang nya, bodoh sekali kamu. Aku pastikan setelah aku membunuh pria itu kamu akan aku lelang di rumah bordil, dulu kamu masih kecil dan tak membuat orang tertarik tapi sekarang lihat gundukan itu. bukankan sekarang waktunya untuk memanen," ucapnya sambil menunjuk Reka yang waktu itu berada di luar Bar.

"Oh jadi namamu Reka," ucap Devan pelan. Reka yang ketakutan terus menundukkan kepala dan adiknya terus memegang tubuh kakak nya. Keringat dingin dari kedua kakak beradik ini jelas sekali terlihat. Devan yang melihat itu memegang pundak reka.

"Woi paman, bukannya perkataan mu terlalu keterlaluan. Memang, aku tak akan menyelesaikan masalah Reka tapi aku akan membunuh kalian semua. Sekarang kalian semua bersujud kepadaku dan memohon untuk diampuni nyawa kalian. Dengan begitu mungkin akan kuberikan kematian yang tidak menyakitkan bagi kalian semua," ucap Devan sambil mengacungkan jari tengah.

"Apa yang kamu katakan bajingan? apa kamu bosan hidup hah." Teriak seorang preman sambil membawa botol miras. Tak lama setelah itu, Krak, crot splash kepala preman Itu seperti meledak dan darahnya tumpah kemana mana. Devan menyuruh Reka untuk pergi dari bar itu. Reka Yang melihat kejadian Itu bingung dan tak bisa berkata kata. Suasana bar menjadi kacau, pengunjung berlarian dan pelayan bar hanya mematung.

"29"

"28"

Pandangan Devan seperti pembunuh berdarah dingin sambil terus menghitung orang yang dibunuhnya.

"Hmm, tinggal sepuluh. Tenang saja kalian tak akan bisa lari dariku," ucap Devan.

"Ka ... kamu mau apa? kalau memang uang oke aku transfer sekarang," ucap Bos preman itu gemetar ketakutan.

"Jangan salah paham sampah, tumpukan kertas seperti itu sudah tak bernilai dihadapan ku, kalau cuman uang nih aku juga punya. Apa kamu pikir uang bisa menyelesaikan segalanya?"

"Kalau kau membunuhku saudaraku tak akan tinggal diam," ancam Bos preman itu.

"Diam! mengoceh terus bikin kepalaku tambah pusing. Kamu terus saja mengoceh seperti badut, mungkin nama preman terlalu berat untuk kamu tanggung. Bukankah sudah kukatakan memohon lah kepadaku mungkin akan kuberikan kematian yang layak bagi sampah sepertimu, " ucap Devan kepada preman itu.

Devan berdiri, Devan tak sengaja melihat Reka tidak lari tapi masih mengintip nya dari kejauhan sambil menutup mata adiknya. Reka terus mengintip dari luar bar dan saat Devan melihatnya dia mencoba untuk bersembunyi.

"Reka kamu kesini! aku tau kamu masih di sana. Sekarang katakan padaku apa ada diantara sampah ini yang membunuh keluargamu," ucap Devan.

Reka menunjuk salah satu dari mereka. Tak lama kemudian Devan langsung membunuh 8 preman lainnya selayaknya membuang tumpukan sampah. Devan mengunci tangan dan kaki kedua preman Itu dengan posisi duduk seperti ter salib. Devan mengambil sebuah pisau dari penyimpanan dimensi miliknya dan memberikan kepada Reka. Itu adalah Combat Knife yang di belinya saat mengunjungi toko peralatan militer.

"Sekarang bunuh dia Reka!"

Dengan pandangan dingin dan menggenggam pisau dengan erat Reka terus melihat ke arah preman itu selama beberapa detik.

splash!

crak!

crak!

terlihat Reka menusuk kedua mata preman itu.

"Argh, mataku. Kamu sialan, kamu dan adikmu akan aku bunuh dan ku siksa sampai mati!"

"Sadarilah posisimu dasar sampah." Reka langsung menikam ke arah leher pria tersebut membuat darahnya muncrat ke arah Reka. Reka yang melihat darah bercucuran membuat nya muntah muntah. Devan mencabut pisau yang menancap di leher orang tersebut. Devan Menghampiri preman satunya dan melihat kearahnya, preman itu menangis bahkan hampir pingsan. Devan melepaskan kedua tangan dan kaki preman tersebut. Devan menarik rambut kepala preman itu.

"Kamu diam dulu disini! berniat untuk kabur kamu akan mati. Sekarang dengarkan aku baik baik, di sana 100 meter dari sini ada sebuah lapangan golf. 3 Hari, aku berikan waktu untuk kalian semua, panggil semua temanmu Bos mu dan antek anteknya. Pastikan untuk memberitahunya. Jika tidak, akan kucari kalian dan akan aku bunuh kalian satu persatu dan untukmu aku sarankan untuk tidak kabur setelah ini, kamu tau kan konsekuensinya. Kamu bisa pergi sekarang pecundang!"

Bahkan preman itu sampai menangis berlari keluar. Devan menghampiri Reka dan memeluknya.

"Aku dulu juga muntah muntah waktu pertama kali membunuh orang," ucap Devan kepada Reka.

"Tak apa, Devan kamu tak perlu mengkhawatir kan aku! untuk sekarang mari kita pulang dahulu. Maafkan aku karena terlambat memperkenalkan diri, perkenalkan namaku Reka, Teresa Reka adalah nama lengkap ku dan adikku Aria Zasa." Reka memperkenalkan dirinya dan adiknya waktu itu kepada Devan.

"Aku Devano Devan senang berkenalan dengan mu."

...****************...

Devan kaget melihat rumah Reka hanya sebuah kardus di pinggir jalan dengan beberapa helai selimut didalamnya. Rumahnya berada diantara Kedua pohon yang tumbuh melintang di pinggir jalan raya.

"Reka, sekarang ganti pakai an mu dan ambil semua bajumu mari ikut aku! untuk bajumu yang terkena darah jangan dibuang, berikan kepadaku aku yang akan menyimpannya," ucap Devan kepada Reka yang saat itu pakaian nya berlumuran darah.

Pukul 02:00 dini hari Devan membawa Reka ke hotel dan menyewa kamar untuk 3 Hari. Devan menyuruh Reka untuk mandi, sementara dia membuatkan secangkir kopi untuknya. Zasa tertidur bahkan tanpa melepaskan alas kaki nya terlebih dahulu. Devan dan Reka keluar dan mengobrol di balkon hotel. Kamar yang disewa Devan berada di lantai 15, jadi pada malam hari terlihat indah pemandangan kota. Angin semilir yang bertiup menambah suasana menjadi lebih damai pada malam itu.

"Ah, suasana yang indah setelah semua peristiwa hari ini," ucap Devan lirih.

"Devan, boleh kah aku bertanya?"

"Tanyakan lah, akan ku jawab selama aku mengetahui nya."

"Devan, apakah aku berdosa setelah melakukan pembunuhan itu? Bahkan tanganku tak bisa berhenti gemetar, mengingat saat aku menusuk kedua matanya dan lehernya membuatku gila. Apakah aku sudah ternodai?"

"Hahaha, apa yang kamu katakan jangan membuat ku tertawa Reka. Justru kamu adalah pahlawan Reka, kamu bisa membalaskan kematian kedua orang tuamu. Jiwamu yang tegar dan selalu sabar hingga saat ini aku yakin jiwa mu adalah jiwa yang suci," ucap Devan sambil tersenyum.

"Terima kasih Devan, perkataan mu membuat hatiku sedikit tenang."

"Reka, kamu harus tau perbedaan antara pembunuh yang hanya membunuh semua orang dan pembunuh yang hanya membunuh orang jahat," sahut devan sembari melihat indahnya gemerlap lampu kota.

"Jadi kamu maksud aku pembunuh gitu?" ucap Reka sedikit marah.

"Ya emang kenyataan kamu sudah membunuh orang jadi kamu termasuk pembunuh. Tapi membunuh demi kebaikan orang lain adalah hal baik menurutku, bayangkan jika preman itu masih hidup, berapa banyak orang lagi yang akan dia peras. Membunuh untuk menyelamatkan kehidupan orang lain, mungkin itu adalah Hal tersuci yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan dunia yang busuk ini," ucap Devan meyakinkan Reka.

"Terima kasih Devan untuk semua nya, aku tak tahu harus berbuat apa untuk mu. mungkin jika aku mengabdikan seluruh hidupku untukmu tak akan cukup untuk membayar rasa terima kasih ku kepadamu."

"Jangan salah paham dulu Reka, manusia memang sering melakukan hubungan timbal balik, tapi aku bukan lah manusia aku adalah Raja!"

"Kamu terus berbicara tentang Raja, apa maksudmu itu? Bagaimana kamu bisa memiliki kekuatan itu," ucap Reka dengan penasaran.

"Reka kau tak perlu mengetahui masalah ini, hanya orang yang setara yang boleh menanyakan itu. Sebaiknya kamu tak tau tentang ini," jawab Devan dengan sombong.

"Baiklah, Aku tak akan memaksamu untuk menceritakan masalahmu kepadaku tapi Devan, kamu harus tau jika aku sangat berterima kasih kepadamu." Reka sedikit kecewa dengan jawaban Devan tapi dia tak mau jika perkataannya menyinggung Devan.

Pandangan kosong Reka melihat ke arah Devan. Seolah dia tak percaya akan semua kejadian yang dialaminya hari ini. Mulut mungkin bisa berbohong tapi mata tak akan pernah bisa berbohong.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!