Pagi itu, terdengar suara bel berbunyi berulang kali, hingga membuat Devan kesal, dengan cepat dia membuka kamar hotel dan berbicara kepada orang yang melakukan itu, "Apa kamu bosan hidup sampah? padahal aku sudah berbaik hati memberi waktu sampai besok." Devan tahu orang yang melakukan hal itu adalah preman yang mengawasinya dari kemarin.
"Hahaha ... kami sudah menunggumu di tempat itu!" Dengan sedikit arogan dia mendorong tubuh Devan.
"Jangan mencoba untuk lari! kamu tahu konsekuensinya kan? Hahaha ..." Para preman itu meninggalkan Devan dengan menunjuk mata Devan dengan kedua jarinya.
Reka waktu itu berpikir jika itu adalah resepsionis hotel, karena sudah hampir tenggat waktu meninggalkan hotel. "Devan, apa ini sudah waktunya kita pergi?" ucap Reka menghampiri Devan.
"Reka, sebenarnya tadi adalah preman yang mengawasi kita."
"Apa!" teriak Reka hingga membangunkan Zasa.
"Reka, aku akan pergi. Kamu tunggu disini bersama Zasa!"
"Ta-tapi Devan ..."
Devan memegang kedua pundak Reka, Devan mencium bibir Reka yang saat itu masih belum menyelesaikan perkataanya, "Reka, tolong dengarkan aku ... aku hanya ingin kamu ..."
"Baik Devan, jika itu memang kemauanmu. Aku akan menunggumu disini bersama Zasa, tapi berjanjilah kepadaku untuk kembali dengan selamat!" Reka mencium bibir Devan, kali ini mereka berciuman dengan permainan lidah yang sangat sensual.
"Ini adalah ciuman pertamaku," ucap Reka menghentikan ciumannya.
"Aku mencintaimu Reka."
"Aku juga mencintaimu, Devan."
Setelah ciuman panjang itu, Devan pergi untuk menemui para preman yang telah menunggunya di tempat yang dijanjikan, tak lupa Devan mengunci kamar itu dari luar.
Reka menghampiri Zasa yang masih berada dalam ranjangnya itu, "Adik, kamu disini aja bersama kakak ya," ucap Reka kepada Zasa.
"Kakak Devan kemana?"
"Kakak Devan sedang menghajar orang jahat itu, Dik." Reka waktu itu memeluk Zasa dengan erat. Dia hanya bisa berharap dan berdoa agar Devan bisa kembali dengan selamat.
***
Devan waktu itu telah sampai di tempat yang dijanjikan. Terlihat sepuluh ribu orang lebih yang menunggunya di sana, para preman itu terlihat membawa berbagai macam senjata tajam.
"Hei ... kalian sampah! ternyata kalian mau mati cepat hah? masih ada satu hari lagi sebelum perjanjian, tapi kalian malah mau cepat-cepat bertemu sang pencipta?" teriak Devan kepada para preman itu.
"Ternyata benar, kamu sangat sombong! seperti yang dikatakan Vincent, hahaha ..." para preman itu tertawa kecil melihat kesombongan Devan.
"Hai anak muda, bersiaplah menerima kematian mu hari ini!" ancaman salah satu preman itu dengan suara yang berat.
"Rasakan lah kebodohan dari apa yang kamu perbuat sendiri," sahut preman lainnya.
"Kalian yang bodoh! apa kalian pikir ancaman kalian membuat ku takut? bukankah hari ini adalah hari yang cerah untuk membuang sampah?" provokasi Devan kepada para preman itu.
Para preman menjadi terprovokasi oleh ucapan Devan itu. Mereka semua terlihat sangat emosinya dan bahkan siap untuk mengeroyok Devan. Tak lama setelah itu datang seorang yang terlihat seperti Bos dari mereka, dia membawa dua orang perempuan disampingnya.
Bos itu membawa Reka dan Zasa dengan cara menarik rambutnya dengan paksa. Saat mereka melawan maka dia akan segera memukulnya dan menyeret kedua perempuan itu. "Devan, lakukan apa yang ingin kamu lakukan, jangan pedulikan kami!" teriak Reka.
"Kak Devan! jangan pedulikan kami, habisi orang jahat ini!" teriak Zasa.
"Devan dengarkan aku baik-baik, orang yang berpakaian militer itu juga preman. Mereka hanya berpakaian untuk berkamuflase agar bisa membawa senjata api secara bebas dan ada banyak dari mereka sedang menuju kesini," teriak Reka yang waktu itu terjatuh terlentang dengan badan yang penuh luka.
Devan hanya mematung, dia seperti tak bisa menggerakkan tubuhnya. Kesombongan yang selama ini dia banggakan seakan hancur melihat itu.
Dor!
Dor!
"Bagaimana dia tahu jika para militer itu adalah bagian dari kita? dasar wanita cerewet yang menyusahkan!" Bos preman itu menembakkan timah panas tepat di dada kedua perempuan itu.
"Haaaaa ... aaaaa ... Reka ... Zasa ..." teriak Devan. Sebuah kubus barrier raksasa terlihat mendorong dan mementalkan para preman menjauh dari kedua tubuh gadis yang sekarat itu.
Devan menangis melihat itu, dia tak bisa membayangkan jika akan berpisah seperti ini. Devan masih tak percaya dengan apa yang dia lihat. Devan berlari menghampiri tubuh Reka dan Zasa yang sedang terbaring di tanah.
"Reka ... Reka ... Zasa ... Zasa ... kalian jangan bercanda dong ... kalian masih hidup kan? kalian masih mendengar ku kan?" tangis Devan begitu pilu melihat kedua orang yang berbaring di tanah itu.
"De-devan kamu tak perlu merasa bersalah akan semua ini!" ucap Reka tertatih tatih mencoba untuk menenangkan Devan. Darah yang mulai keluar dari mulutnya pun tak dia hiraukan.
"Tunggu sebentar, Reka ... Zasa ... aku akan mencari seseorang yang bisa menolong mu," tangisan Devan semakin kuat.
"Kakak Devan yang baik, kumohon jangan bersedih kak ... Memang, hidup Zasa sangat singkat tapi Zasa tak menyesal dengan semua ini. Untuk yang terakhir kalinya, terima kasih untuk kakak Devan karena telah hadir dalam hidup kami. Zasa akan segera menemui Ibu dan Ayah di surga, Zasa akan bercerita tentang kebaikan kak Devan yang telah membantu kami. Zasa akan mendoakan kakak Devan di surga nanti. Selamat tinggal kak Devan ..." Ucap Zasa yang terengah-engah seolah sudah tak kuat untuk berbicara lagi. Senyum Zasa menghiasi wajah di saat Terakhirnya.
"Zasa ... tidak ...Zasa ... Kumohon jangan tinggalkan aku, kumohon ...!" Devan menangisi kepergian Zasa yang waktu itu telah meninggal untuk selama lamanya. Dia mencoba menggoyangkan tubuh Zasa dengan harapan hal itu bisa membangunkannya.
"Mengapa ... Mengapa kalian berdua harus menerima takdir yang begitu kejam seperti ini? mengapa?" ucap Devan meratapi kepergian Zasa.
"Devan kamu jangan menangis, kumohon jangan menangis Dev ..." Reka tak kuat menahan tangis saat melihat adiknya yang telah meninggal kan nya terlebih dahulu.
"Zasa ... tunggu ... kakak akan segera menyusul mu!" ucap Reka dengan sepenuh tenaga, nafasnya menjadi berat dan tak beraturan.
"Reka ... tidak ... Reka ...!"
Reka waktu itu menggenggam tangan Zasa yang berada di sampingnya. Reka melihat untuk yang terakhir kalinya wajah adiknya itu, hingga Reka pun menutup mata untuk selama lamanya.
"Reka ... Zasa ... tolong jangan tinggalkan aku! tolong Reka ... Zasa ...!" tangisan Devan semakin menjadi kala itu, dia telah kehilangan kedua orang yang sangat disayanginya.
"Tidak ... Tidak mungkin! kenapa bisa seperti ini? kenapa?" Hanya tangis pilu yang terdengar dari sana, perasaan dendam, sedih dan amarah yang dirasakannya waktu itu.
Langit yang semula cerah berubah menjadi mendung, seakan langit pun ikut bersedih akan kepergian dua orang tak bersalah dari dunia yang kejam ini. Devan pun hanya bisa diam dan tak bisa berbuat apapun, dia bahkan berpikir jika dia tak datang dalam kehidupan Reka dan Zasa, mungkin mereka masih hidup.
"Andai aku memilih mukjizat bisa menghidupkan orang mati dulu ... jika aku tau hal ini akan terjadi, maka aku akan langsung memilih mukjizat itu," ucap Devan lemas meratapi itu semua.
"Tuhan ... Tuhan! tolonglah aku. Bukankan aku tangan kanan mu? bukankah aku orang yang terpilih? Tuhan, tolong aku! kumohon kali ini saja," teriak Devan sambil menatap langit. Tapi sekeras apapun dia berteriak dan selama apapun dia berteriak, tak bisa merubah kenyataan jika mereka telah tiada.
Para preman yang mendengar dan melihat itu tertawa terbahak-bahak, "Lihatlah bocah malang itu, dari tadi mengoceh tak jelas."
"Bukankah dia sudah gila? Dari tadi ngoceh tentang mukjizat. Mungkin dia sudah gila, hahaha ..." tawa dari preman itu diikuti oleh yang lainnya.
"Ternyata ini, kemampuan spesial dari anak muda itu? dia bisa menciptakan sebuah dinding tak kasat mata? sedikit berbeda dengan apa yang dikatakan Vincent."
"Ayolah Bos, ini hanyalah trik kecil. Mana ada di dunia ini orang yang memiliki kekuatan super? hahaha ..."
Hinaan dan cacian terus terlontar dari mulut orang tak beradab itu. Mereka tertawa terbahak-bahak melihat kejadian yang begitu memilukan ini.
[Disini tertulis kisah dua orang malaikat kecil yang dalam hidupnya selalu diganggu oleh para iblis. Malaikat tak bersayap kini telah memperoleh sayapnya kembali untuk terbang menuju surga, semoga kalian tenang menuju surga malaikat ku, semoga kalian selalu bahagia di sana. Semoga kalian bisa berkumpul di surga sebagai keluarga, disini aku akan terus mendoakan mu. Selamat tinggal]
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments