Diterima Kerja!

Reka pun mengetuk pintu tiga kali sesuai yang diarahkan oleh Karina kemudian ia pun masuk ke dalam. Saat Reka telah berhasil membuka pintunya, matanya membulat dengan sempurna.

Lelaki yang selama 2 tahun terakhir menghantui benaknya, bertanya-tanya tentang keberadaannya kini hadir di hadapannya.

Reka hanya mematung di depan pintu, bibirnya begitu kelu untuk berbicara.

"Hai Asti, kita bertemu kembali," ucap Zikri membuat Reka salah tingkah.

"Om Pras?" tanya Reka.

"Iya ini aku, om Pras mu," jawab Zikri dengan senyuman manisnya.

Diusia Zikri yang sudah menginjak 27 tahun ini, ia masih terlihat sama seperti 2 tahun lalu di mata Reka. Pria yang membuatnya merasakan jatuh cinta pada pandangan pertama.

"Sini masuk, saya ingin berbicara banyak padamu," ajak Zikri menyuruh Reka masuk ke dalam ruangannya.

"Ba-baik pak," jawab Reka gugup kemudian ragu Reka melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruangan Zikri dan tak lupa menutup pintunya kembali.

Kini mereka pun duduk berhadapan, saling memandang satu sama lain.

"Apa kabar Reka Mahasti?" tanya Zikri memecah keheningan sambil menyunggingkan senyumannya.

"Alhamdulillah baik pak, bapak sendiri apa kabar?" jawab Reka yang kemudian bertanya kembali kepada Zikri.

"Alhamdulillah saya juga baik. Oh iya apa kamu sudah memiliki seorang kekasih?" tanya Zikri membuat jantung Reka semakin berdebar-debar dan nafasnya pun seolah tertahan.

"Sa-saya tidak punya pacar pak, emangnya kenapa bapak menanyakan hal itu kepada saya?" tanya Reka memberanikan diri bertanya kembali karena tak ingin menjadi salah mengartikan sikap Zikri kedepannya.

"Ah tidak! hanya saya ingin mengetahuinya saja, oh iya pulang kerja ikut saya makan malam ya?" tanya Zikri antusias. Membuat Reka berpikir sejenak.

Kenape jadi begini? bukannye dulu dia bilang mau menetap di Jepang. Ya Allah kenapa ye harus bertemu lagi sama dia. Apa yang harus aye jawab kalo begini ceritanye? oh iye sepulang dari sini pan aye mau pergi nyari kosan sama si Dinda.

Reka bermonolog dalam hatinya dan otaknya bekerja dengan sangat keras.

"Maaf pak, saya tidak bisa, saya harus.." Reka tidak melanjutkan kata-katanya kembali karena menurutnya itu tidak perlu diberitahukan kepada Zikri.

"Harus apa Asti?" tanya Zikri.

"Maaf pak panggil saya Reka saja," jawab Reka ragu-ragu dan Zikri pun mengangguk paham seraya menghela nafasnya.

Kenapa Asti sekarang sangat berbeda dengan Asti yang dulu? kalau dilihat dari matanya ada sesuatu yang membuatnya berubah.

Zikri menerka-nerka tentang hal yang telah Reka alami sehingga Zikri menganggap Reka telah berubah.

"Baiklah kalau itu maumu, dan kamu harus panggil saya pak Zikri," kata Zikri dan Reka pun ikut mengangguk.

"Tadi maksud kamu, kamu harus apa?" tanya Zikri penasaran seraya memijat dagunya.

"Ah tidak pak. Hmm.. maaf pak sepertinya saya memang tidak bisa karena saya sudah ada janji dengan teman saya pak. Ada lagi yang ingin bapak tanyakan?" kata Reka yang sudah mulai tidak nyaman karena merasa terlalu canggung.

"Kenapa terburu-buru sekali Reka? apakah ada sesuatu yang mengganjal pikiran dan hatimu?" tanya Zikri membuat Reka langsung terdiam.

Aye belom bisa bahkan gak bisa bilang tentang aye yang sekarang sama pak Zikri. Duuh gimane caranye biar cepet keluar dari sini?

"Reka, aku merindukanmu," ucap Zikri yang lolos begitu saja dari mulutnya membuat Reka tercengang.

"Maksud bapak? ape bapak belom punye istri? bagaimana kalau istri bapak marah sama saya?" tanya Reka yang sepontan keluar logat betawinya dengan seberondong pertanyaan.

"Saya sudah memiliki istri tapi.." Zikri memilih untuk tidak melanjutkan kata-katanya karena egonya ingin bersama dengan Reka namun sebenarnya istri Zikri sedang sakit parah.

Reka yang melihat Zikri tidak melanjutkan kata-katanya hanya terdiam penuh pemakluman karena baginya mungkin Zikri tidak bisa berbagi masalah pribadinya terhadap Reka.

"Reka saya rasa cukup dan kamu boleh keluar sekarang dari ruangan saya," kata Zikri sambil tersenyum membuat Reka bisa bernafas lega.

"Baik pak, kalau begitu saya permisi," pamit Reka kemudian keluar dari ruangan Zikri.

"Ape maksudnye ye perkataan pak Zikri tadi die bilang die kangen sama gue, tapi kenape die gak ngasih tau alesannye, aneh. Ape die sengaja pengen mulai ngebangun harapan ke gue, idih ogah ah ntar yang ade gue sakit hati dan die bahagia.Hus! jauh-jauhlah, gue disini cuma pengen kerja aje dapet duit terus gue bisa buka restoran lagi buat bunda, awas aje lu niat mainin gue, nanti gue pites tau rasa lu dasar mentang-mentang bos seenaknye aje!" kata Reka bermonolog sambil meremas-remas kedua telapak tangannya.

"Eh Ka lu ngape ngedumel mulu abis dari ruangan direktur?" tanya Dinda yang baru saja datang menghampiri Reka setelah dari ruang produksi.

"Lah lu ngapa disini? baru gue mau nyusul lu kesono," kata Reka sambil menujuk ke ruang produksi, alih-alih menjawab pertanyaan Dinda, dia malah balik nanya.

"Ahelah lu kebiasaan, orang nanya balik nanya, gue nyamperin lu karena sekarang kita udeh selesai dan kite harus pulang, lusa kita baru kerja hari pertame kite disini," jelas Dinda yang menaikkan satu oktav nada suaranya dan Reka pun hanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Biasa aje nape inget ini bukan dikampung kalo sampe alarm kebakaran bunyi gimana coba," imbuh Reka kemudian berjalan melewati Dinda.

"Reka.. Reka!" Dinda memanggil Reka namun tidak dihiraukan oleh Reka karena terus berjalan sampai-sampai ia melewati ruang meeting tempat interview tadi.

"Hetdah bocah bukannya ngejaga malu malah malu-maluin ini mah, masa iya gue harus lari sih," kata Dinda bermonolog dan mau tidak mau Dinda menyusul Reka sedikit berlari.

PUK, Dinda menepuk bahu Reka. "Eh bocah lu kalo malu liat-liat apa! tas kita pan masih di ruangan tempat interview tadi ngapa lu jalan udeh sampe lobby gini sih heran gue," kata Dinda kesal yang terus menggerutu.

"Eh masa? hehe yaudah ayok ke ruangan tadi ngambil tas abis itu kita pulang besok pagi kesini lagi buat cari kosan, gue gak yakin tiap hari bulak balik Cikarang-Jakarte bisa remuk badan gue. Apalagi pan kita Cikarangnye ujung bangat Din," kata Reka panjang lebar membuat Dinda memutar malas setengah bola matanya.

"Iye lu ntar bilang dah sama bunda, gue juga mau bilang sama ibu bapak gue," ucap Dinda menjawab singkat dari gerutuan Reka.

"Din lu telepon abang lu coba ade dimana gitu, bilang kita udeh kelar," usul Reka dan Dinda pun mengangguk.

Mereka pun menuju ke lobby untuk menunggu dijemput abangnya Dinda. Tak lama abangnya Dinda pun datang dan mereka pun naik ke dalam mobil.

Sepanjang perjalanan Reka hanya terdiam, ia tidak mengerti apa maksud perkataan Zikri yang bilang kalau Zikri merindukan Reka padahal kenyataannya Zikri sudah memiliki seorang istri.

Gue gak habis pikir sih, kenapa itu bos kelemesan banget punya mulut? apa dia gak ngehargain perasaan istrinya ape? bener-bener nyebelin!

Setelah bergulat dengan pemikirannya sendiri, akhirnya Reka pun ketiduran.

Bersambung..

***Karya ini telah kontrak dengan NovelToon, dilarang membajak karya seperti mencetak ulang tanpa izin.***

***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***