Teduhnya Wanita
...KAMPUNG SEJAGAD...
Suara alarm yang berbunyi dari ponsel seorang gadis, yang masih tertidur nyenyak diatas singgasananya. Kedua matanya bahkan enggan untuk terbuka. Hingga suara ketukan pintu yang cukup keras dan juga teriakan wanita paruh baya dari depan pintu membuat ia terperanjat duduk diatas tempat tidur.
DORDORDOR (suara ketukan pintu yang cukup keras)
"Reka bangun! udah jam berape nih, kagak sekolah emangnye lu!"
Ia menoleh kearah jam dinding yang terpasang rapih diatas meja riasnya. Matanya langsung membulat dengan sempurna saat ia tahu waktu yang kini terus berjalan.
Astaghfirullah! udeh jam 6!
Pekiknya lalu menjawab pertanyaan wanita paruh baya itu dari dalam kamar dengan suara yang sedikit teriak. "Iye Bun, Reka mandi dulu!"
"Iye buruan, si Dinda udeh nyamper tuh!"
Kemudian suara wanita paruh baya itu menghilang dan tak terdengar lagi. Reka langsung turun dari tempat tidur dan sedikit berlari menuju kamar mandinya.
Lima belas menit kemudian, Reka keluar kamar dengan tergesa-gesa bahkan ia tak menutup pintu kamarnya kembali. Pakaian seragam sekolah yang ia pakai pun masih berantakan.
"Ya Allah, Reka yang bener nape itu kalo pake baju, lu pan cewek, rambut acak-acakan gitu, pusing deh Bunda kalo tiap hari liat lu kayak gini."
Wanita paruh baya itu adalah Tina Surtiana, bunda dari anak gadisnya yang kini berusia delapan belas tahun. Dan gadis itu bernama Reka Mahasti.
"Reka udeh telat bun," iapun langsung menarik tangan sang bunda yang kemudian mencium punggung tangan bundanya bergantian dengan Dinda Darani, sahabat satu servernya sejak kecil.
"Reka same Dinda berangkat dulu ya bun, assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Sang bunda hanya menghela nafasnya. Setelah keduanya hilang dari pandangan, bunda pun masuk kembali ke dalam rumah dan tak lupa menutup pintunya kembali. Saat ia melewati kamar Reka, lagi-lagi helaan nafas pun berhembus dari rongga hidung sang hunda.
Kapan ye lu bisa berubah Ka?
Tina menutup pintu kamar Reka kembali.
...🍂🍂🍂🍂🍂...
...SMAN HARAPAN BANGSA...
"Dinda lu udeh ngerjain tugas pak Jono belom?" tanya Reka yang lupa mengerjakan tugas dari guru killer itu.
"Etdah gue juga belom ngerjain Ka, bisa disetrap ini kita," jawab Dinda lalu mencebikkan bibirnya.
"Eh bocah, gue liat dong PR pak Jono," bisik Reka kepada Winda yang duduk di belakang kursinya.
"Bocah.. bocah bae! gue udah gede kali! nih buruan bentar lagi pak Jono masuk," protes Winda lalu menyerahkan bukunya kepada Reka. Dengan cepat Reka pun mengambilnya tak lupa ia bilang terima kasih pada Winda.
"Woy pak Jono otw rapihin baju kalian semua," teriak Jeki KM di kelas Reka yang tiba-tiba masuk ke dalam kelas.
"Etdah gue baru mau nulis, pasrah dah gue!" gerutu Reka yang tidak jadi menyontek lalu mengembalikan buku Winda kepada sang empunya.
Jono pun masuk ke kelas dengan langkah tegap serta memasang wajah mistis yang penuh kegelapan seperti habis diserang oleh negara api.
"Memberi salam!" ucap Jeki saat Jono sudah duduk dimeja guru.
"Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh," ucap semua siswa siswi kelas XII IPA 3.
"Waalaikumsalam warohmatullahi wabarokatuh. Kalian ini seperti anak TK kalau guru baru masuk kelas, kan saya bilang dari dulu biar saya aja yang ucap salam duluan, masih muda udah pada pikun!" kata pak Jono langsung menusuk ke jantung para murid diruangan itu.
"Sial! kita dibilang anak TK," gerutu Reka sembari berbisik ke Dinda tema satu kursinya.
"Emang!" timpal Dinda dengan pandangan yang masih melihat ke arah Jono.
"Emang apaan sih maksud lu!" sahut Reka dengan amarah yang masih bisa ia tahan.
"Emang bukan anak TK maksudnye," jawab Dinda dengan tawa yang dipaksakan.
Siang pun tiba, jam pelajaran Jono pun telah usai. Para murid diruangan itu bisa bernafas lega kembali. Walaupun mereka mendapat tugas yang cukup banyak, namun mereka hanya dengan santainya menghadapi tugas-tugas tersebut.
"Gaes, setelah ini gurunya rapat tapi gak boleh pulang tapi disuruh ngerjain tugas," ucap Jeki yang baru masuk kedalam kelas karena saat Jono keluar, Jeki pun ikut dengannya ke ruang guru untuk memanggil guru jam pelajaran berikutnya. Namun pengumuman yang Jeki berikan membuat para murid dikelasnya langsung berwajah suram.
"Tugas mulu kapan lulusnya sih!" sahut Winda sembari membuka buku pelajarannya.
"Winda pliese deh jangan ngikutin si Reka malesnya, nanti gak ada yang bisa dicontekin selain lu," ujar Bekti yang langsung dapat tatapan tajam dari Reka.
Winda memang murid paling rajin dalam hal mengerjakan tugas namun isinya belum tentu benar semua, intinya hanya pencitraan diri saja. Selebihnya mereka semua yang ada dikelas itu sama.
"Widih jangan salah! gini-gini gue otaknya adaan tapi males aja," timpal Reka membela dirinya sendiri dengan bangganya.
"Males kok bangga!" sahut Bekti kemudian terkekeh dan Reka pun menjadi terpancing emosinya.
"Sial! udeh ye abis ini gue mau berubah, jangan kaget kalo gue dapet juara umum nanti pas kelulusan," ucap Reka tak mau kalah sambil memicingkan matanya karena dia telah terbakar emosi yang mampu membangkitkan ambisinya.
Hari mulai beranjak sore, tak terasa semua pelajaran hari ini pun telah usai, semua murid pulang ke rumah masing-masing, tak terkecuali Reka dan Dinda.
"Reka! abis ini lu mau ikut kumpul sama anak-anak merpati gak?" tanya Dinda membuat Reka seketika berfikir keras. Keduanya pun kini sudah berjalan keluar dari kelasnya.
"Kayaknya gak deh lain kali aje, lu pan tau sendiri gue mau berubah sekarang. Gue mau belajar," Reka menghentikan langkahnya sejenak dan menatap Dinda membuat Dinda yang mendengar perkataan Reka langsung membulatkan matanya dengan sempurna.
PROKPROKPROK (Dinda bertepuk tangan)
"Gue kira tadi di kelas lu bercanda, taunye beneran lu Rek!" Dinda sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Rek! Rek! nama gue Reka Mahasti," kata Reka tegas lalu mereka pun melanjutkan langkahnya kembali.
"Iya maksud gue itu, santai aja kali, emosi mulu inget katanya mau berubah harus kalem," ucap Dinda mengingatkan sedangkan Reka langsung menghempaskan nafas kasar.
"Eh iye! Ya Allah, Reka sabar, thank you very much Dinda lu emang sahabat gue paling the best!" kata Reka lalu memeluk Dinda di lehernya saat keduanya sudah berjalan hampir dekat dengan rumah Reka.
...🍂🍂🍂🍂🍂...
...KAMPUNG SEJAGAD...
"Reka! mati gue! pelan dikit napa sih, gue kan mau ngerasain kawin dulu," kata Dinda emosi seraya mencoba melepaskan kaitan tangan Reka dilehernya dan Reka pun melepaskan tangannya itu.
"Kawin?" Reka pun tertawa lalu berkata, "nikah kali Din, kebelet banget kawin lu mah," kata Reka sambil menjulurkan lidahnya dan kemudian langsung berlari sekencang mungkin menjauh dari Dinda.
Dinda yang mulai ikut tersulut emosi pun langsung meneriaki Reka. "Reka! awas lu ya kalo ngomong tebang-tebang emang gak disaring dulu!"
Reka berlari sekencang mungkin hingga akhirnya Dinda tertinggal jauh bahkan tidak terlihat lagi dibelakangnya.
"Hoss hoss hoss.. syukurlah si Dinda langsung balik ke rumahnye. Gile! udah kayak dikejar hantu aja gue!" ucap Reka bermonolog sembari mengatur nafasnya kembali.
Tina yang baru saja keluar dari rumah menatap heran kepada Reka.
"Abis dikejar apaan lu! sampe ngos-ngosan gitu. Jangan bilang lu maen kejar-kejaran lagi sama si Dinda ye ?" tanya bunda sambil melipat kedua tangan didadanya lalu menghampiri Reka.
"Hehe.. iya bun. Itu bunda tau," jawab Reka sambil cengengesan dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Udeh kayak anak TK aje lu berdua tiap pulang sekolah ade aje kelakuannye," gerutu Tina kemudian pergi masuk ke dalam rumah kembali meninggalkan Reka.
Dengan nafas yang masih tersengal-sengal, Reka pun ikut masuk ke dalam rumah dan berjalan menuju ke kamarnya. Sesampai dikamar, Reka menutup pintunya kembali lalu menghela nafas panjang saat melihat kondisi kamarnya yang sangat berantakan.
Alih-alih membereskan kamarnya terlebih dahulu, tapi ia malah memilih membaringkan tubuhnya diatas tempat tidur dan tak butuh waktu lama ia pun tertidur pulas dengan kondisi masih memakai seragam sekolah lengkap serta sepatunya.
Waktu bergulir sangat cepat, matahari pun sudah hampir tak terlihat. Kini hanya ada bulan yang sudah tersenyum diatas sana. Tina yang merasa aneh karena Reka sejak pulang sekolah tak kunjung keluar kamar pun pergi menghampiri Reka dikamarnya, dibukanya pintu kamar tersebut ternyata tidak dikunci.
Tina langsung masuk ke dalam kemudian berkata dengan nada yang mulai ditinggikan satu oktav. "Astaghfirullah ini anak gadis ampun deh, gimana mau ada cowok yang deket same lu kalo kelakuan lu kayak gini. Reka! bangun udeh sore molor aje lu!" kata bunda sambil membangunkan Reka dengan menggoyang-goyangkan tubuh Reka.
Reka pun menggeliat karena merasa tubuhnya terkena guncangan yang sangat dahsyat. Iapun mulai membuka kedua matanya dan langsung terperanjat duduk di tepi tempat tidur.
"Bunda! kok bisa masuk? bukannye Reka kunci ya tadi kamarnya?" tanya Reka sambil mengumpulkan kesadarannya sambil sesekali menguap.
"Udeh jangan banyak tanya! cepet mandi sono gih udeh mau maghrib ini! kebiasaan lu sholat ashar di lewatin mulu. Udeh gak sayang ape sama bunda sama almarhum ayah lu?" tutur Tina sambil merapihkan kamar Reka yang sangat berantakan.
Selama ini Reka paling malas membersihkan kamar, selalu Tina yang turun tangan. Padahal saat ini ia sudah kelas 3 SMA tapi kebiasaan buruknya tidak pernah berubah. Tina selalu memberitahukan pada Reka dari cara yang halus sampai suara bunda melengking menjadi lima oktav. Tapi Reka tidak pernah jera.
Mungkin karena almarhum ayahnya dulu yang selalu memanjakannya sejak kecil jadi Reka menjadi anak yang sangat manja dan ketergantungan dengan orang lain.
"Iya bunda maaf, Reka ngantuk banget tadi pas pulang sekolah, padahal Reka laper tapi gara-gara ngantuk jadi ngalahin segalanye," jawab Reka dengan pelan sambil menundukkan kepalanya, namun Tina pun langsung berdecak seraya menatap Reka.
"Sampe kapan sih Ka lu mau kayak gini terus?" tanya Tina yang kemudian ikut duduk disebelah Reka lalu berkata. "Lu tuh udeh gede, udeh 18 tahun Ka. Harusnya lu udeh punya pemikiran dewasa. Ini ape? kamar aje MasyaAllah berantakan udeh kayak kapal pecah," tutur Tina panjang lebar sembari berdiri lalu merapihkan kembali kamar Reka, membuat Reka hanya terdiam dan merenungkan perkataan sang bunda.
"Iya bun, pelan-pelan Reka bakal berubah kok. Maafin Reka ya bun udeh selalu ngerepotin bunda terus," ucap Reka sambil menghampiri Tina kemudian memeluk sang bunda dengan begitu erat. Tak disangka Reka pun menangis begitupun dengan bunda.
"Iye, buka ape-ape suatu saat bunda udeh gak ade dan lu udeh nikah. Siapa yang bakal ngurus lu sendiri dan juge suami lu? iye kalau suami lu nanti kaya raye, lu bisa sewa tuh pembantu. Coba kalo suami lu miskin dan gak punye ape-ape, ape lu sanggup ngerjain semua kerjaan rumah sendiri? mulai sekarang berubah Ka, gak semua nikmat yang kita dapetin sekarang akan berlangsung lama sampe nanti. Inget pesen bunda, jadilah wanita yang kuat dan bisa segala hal. Tapi tunduklah kite sama suami kite nanti setelah menikah ye," jelas bunda panjang lebar membuat Reka merasa tertampar mendengar penjelasan sang bunda. Keduanya pun melepaskan pelukannya.
"Udeh sono mandi, bunda mau siapin makan malem buat kite, nanti kalo udeh selesai jangan lupe sholat maghrib terus langsung keluar kamar ye jangan tidur lagi!" sambung bunda kemudian pergi dari kamar Reka.
"Iye bun," jawab Reka lirih.
Bener juga ape yang dibilang bunda barusan, pokoknye gue harus berubah!
Tina keluar dari kamar Reka, sedangkan Reka langsung masuk ke dalam kamar mandi.
Bersambung..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Christy Oeki
sukses selalu
2022-08-10
1
hengki30
gas
2021-06-15
1
coco
keren kk
jangan lupa mampir di dear star
2021-06-14
1