Dira menangis tanpa henti, suhu tubuhnya meninggi dan demam. Burhan pun ikut bingung melihat kondisi Dira yang drop seketika.
"Gimana ini Ben, kita harus segera berangkat tapi Dira nggak bisa kamu tinggal"
"Iya bang, sabar! Dira lagi hamil sekarang. Nggak tega saya kalau keadaan Dira begini. Saya sudah janji sama Dira untuk mencari papa mama Dira, saya pasti berangkat" jawab Arben, tangannya mengusap pelan perut Dira.
"Makan sedikit ya dek!" bujuk Arben agar istrinya mau makan. Sejak hamil memang Dira tidak nafsu untuk makan. Belum lagi ia pun mengalami morning sickness di tambah lagi insiden kecelakaan pesawat yang melibatkan orang tuanya.
Dira menolak suapan dari Arben. Ia pun ingin turun dari ranjang karena perutnya seakan di aduk dengan kuat.
"Mau kemana?" tanya Arben.
Dira menutup mulutnya dengan tangan.
"Muntahkan saja disini!!" kata Arben tapi Dira menolaknya.
"Nanti kotor Bang!"
"Muntahkan saja. Itu urusan Abang!"
Tak tahan lagi dengan rasa mualnya akhirnya Dira muntah juga, tak ada apa-apa lagi hanya cairan tak terlukiskan rasanya keluar dari perutnya hingga mengenai pakaian Arben.
"Maaf bang!" ucapnya sangat lemah, masih ada air mata membasahi pipinya .
"Nggak apa-apa" Arben mencium kening Dira sambil membuka seragamnya.
"Biar bibi bersihkan pak!" kata seorang bibi yang akan membantu Arben.
"Biar saya sendiri bi. Bibi tolong buatkan bubur saja ya buat Dira" pintanya mengganti makanan Dira lagi agar istrinya mau makan.
"Saat Dira nggak punya teman bermain, papa selalu bisa menyempatkan pulang hanya untuk main sama Dira. Papa.. cinta pertama Dira bang! Disaat semua orang takut dengan pangkat papa, hanya papa yang menjadi teman untuk Dira" ucapnya terisak sesak.
"Iya, Abang paham. Seperti Lilan yang sangat menyayangi papa"
"Abang pergi dulu cari papa ya! Doakan Abang, semoga nanti membawa hasil"
Arben menunduk dan mencium perut Dita.
"Anak sholehnya papa. Jadi anak yang pintar ya. Ikut doakan papa biar kita bisa ketemu Oma dan Opa. Jaga mama selama papa pergi, jangan nakal!!"
"Terima kasih banyak ya Bang!" ucap Dira tercekat.
"Abang suamimu, sudah seharusnya Abang lakukan" jawab Arben sambil memberi kecupan hangat untuk Dira.
"Ma.. titip Dira ya!" pinta Arben pada mama Shila.
"Iya nak, pasti. Kamu hati-hati disana"
***
"Gelombang tinggi Let.." kata seorang dari tim SAR.
"Tolong sebentar lagi. Badan pesawat sudah ditemukan!" kata Arben meminta perpanjangan waktu.
"Siap..!! Tapi harus segera di hentikan dulu, hari sudah menjelang malam"
"Iya pak, saya paham"
-_-_-_-
Arben mengibaskan pakaiannya yang basah terkena air laut. Ada pesan masuk. Arben segera membaca pesan dari Lilan kalau kondisi Dira semakin melemah memikirkan orang tuanya, Lilan mengirim rekaman suara Dira yang juga mencari abangnya itu dan terus memanggil namanya.
Ternyata kamu masih mau mengingat Abang dek. Abang janji akan segera menemukan mama dan papamu.
#
Dibawah tenda darurat dekat pantai, Arben menyulut rokok dan menyeruput kopi panas yang baru saja ia buat.
Lilan : Kalau ada waktu segera kabari Dira bang, Dira sangat butuh Abang.
sepenggal pesan dari Lilan membuatnya semakin gelisah memikirkan Dira. ia memutuskan untuk memberi pesan suara.
"Abang baru turun dari laut dek. Maaf hari ini Abang belum dapat kabar apa-apa. Sabar sebentar lagi ya sayang! Apapun yang terjadi, Abang akan membawa mama dan papa pulang. Jaga kesehatan disana, seberat apapun yang kita jalani saat ini, ingat ada detak jantung kecil yang juga butuh perhatian. Senyum mu adalah semangat Abang, tanpa senyum itu, hidup Abang tidak ada artinya"
Dira mendengar pesan suara dari suaminya, terlihat Dira sedikit lebih tenang.
"Makan ya sayang!" bujuk Shila.
Dira mengangguk perlahan. "Iya ma"
Walau hanya dua suap yang bisa masuk, tapi itu lebih baik daripada tidak sama sekali.
"Sabar ya dek! Abang sedang berusaha" gumamnya sambil bersandar di bawah pohon kelapa malam itu. Tak terasa matanya terpejam karena begitu lelah seharian. Danki B itu tertidur tanpa memandang nyaman atau tidak tempat itu, yang ada di pikirannya saat itu hanya mengistirahatkan sejenak tubuhnya yang lelah.
***
Arben membantu menggeser sayap pesawat ke sebuah kapal yang membawa mereka ke laut.
"Ijin Let, ada empat korban lagi yang di temukan!!"
"Mana?" Arben melihat empat korban yang baru saja di angkat.
deg...
"Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun papa..mama.." Arben melepas topi rimbanya dan mengusap wajahnya yang berpeluh keringat. Dadanya terasa sesak mengingat Dira yang sedang berada di rumah. Langit berpayung awan hitam.
"Bagaimana Let??"
"Kalau semua sudah ditemukan, langsung segera di kirim ke tempat asal dan segera di kebumikan" perintah Arben.
"Siap.."
***
Dira duduk di tengah aula untuk melaksanakan prosesi terakhir penghormatan kepada jenazah panglima.
Tak lama Arben turun dari mobil dengan seragam lengkap dan berbaret. Hujan deras mengguyur seluruh tubuh suaminya.
Dira berlari kehadapan suaminya yang basah kuyup.
"Jangan bilang kalau Abang membawa jasad papa dan mama" tanyanya tersendat. Arben pun menguatkan hatinya sendiri. Bukan karena ia lemah, tapi keadaan Dira yang membuatnya ikut down.
"Dek, manusia hanya bisa berusaha tapi Allah yang menentukan" Arben menghadapkan wajah Dira agar bisa menatapnya.
Dua puluh ambulans datang berjajar rapi. Para anggota pun membantu mengeluarkan semua peti jenazah. Dira menoleh melihat ambulans itu satu persatu.
Kenapa Abang membawanya pulang dalam keadaan seperti itu?? Dira mau papa mama Dira" teriaknya begitu histeris.
Bibir Arben tak sanggup berucap, melihat keadaan Dira sudah membuatnya ikut terpukul. Hatinya begitu sakit mendengar tangis istrinya yang begitu menyayat hati.
Dira merosot tak kuat menyangga badannya.
"Papa.. mama" Arben menarik Dira kedalam pelukannya, menguatkan sang istri agar lebih tabah.
***
"Abang, bilang sama mama dan papa kalau Dira sudah hamil. Ada cucu mereka di perut Dira" pintanya sesenggukan menggoyang lengan Arben.
"Sayang, jalan papa mama akan semakin berat. Coba ikhlaskan! Ada Abang disini!"
Tangis Dira semakin pecah saat kedua orang tuanya di makamkan. Dira hanya bisa bersandar pada Arben sembari tangan Arben mengusap perut istrinya. Bunga menghiasi kedua makam dan Dira berontak mencoba lari dari dekapan Arben.
"Semua sudah tinggalkan Dira. Pasti setelah ini Abang tinggalkan Dira juga khan?" teriaknya begitu emosional.
"Nggak akan sayang. Kenapa mikir begitu sich" jawab Arben dengan sabar.
"Ben, istrimu pasti syok. Apalagi banyak msalah blkngan ini. Sabar!!" kata papa Rival mengingatkan seusai menjadi Irup prosesi pemakaman.
Arben tidak bisa mewakili apapun dari pihak keluarga karena sibuk menenangkan istrinya.
"Nyebut dek, ingat hidup dan mati di tangan Allah"
Setelah Arben membaca doa di telinga Dira, Perlahan Dira tenang dan melemah, tidak berontak dan tidak ingin lari lagi.
"Dira sayang, Abang nggak akan pernah meninggalkan kamu. Istri Abang adalah nyawa Abang juga. Anak Abang jantung hati Abang. Tanpa kamu dan anak kita, dunia Abang seakan hilang"
"Ma..pa.. ada cucu yang mama papa tunggu, kenapa mama papa tinggalkan Dira?"
Tangis Dira terus meleleh, karena terlalu lelah menangis, Dira tak sadar dalam pelukan Arben. Danki B itu langsung membawa istrinya ke rumah sakit.
-_-_-_-_-
"Apa perasaanmu sekarang?" tanya Rival melihat Arben tak melepas tatapannya dari Dira. Tangannya terus menggenggam jemari istrinya.
"Sakit sekali pa, apalagi saat Ben nggak bisa menghentikan tangisnya" ucapnya penuh sesal.
"Itulah perasaan seorang suami saat istrinya bersedih, hati kita sebagai suami ikut teriris pedih. Hanya senyumnya yang ingin kita lihat. Bahagianya pun ingin selalu kita rasakan. Itu namanya cinta. Kamu sudah sayang sama Dira"
Arben berdiri kemudian membungkuk mencium sayang kening Dira.
"Iya pa, Arben sangat sayang sekali sama Dira" ucapnya tersendat.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
VIDAYA
pas mama papa dira kasi box bayi sudah jadi pertanda sebenarnya, karena mereka gaakan bisa liat dira pas hamil jadinya mereka lebih dulu kasi box bayi..
2022-02-28
0
Priatin Ningsih
MasyaAllah hatiku morat-marit Thor,,,
2021-07-16
0
Nur Rachmawati
😭😭😭😭😭😭
2021-01-11
0