"Sudah aahh.. pegel lengan Abang" Arben menghindar karena memikirkan perasaan Carissa.
Carissa sangat pencemburu jika melihat Arben berdekatan dengan wanita lain. Itu sebabnya sejak dulu Arben selalu menjaga jarak dengan wanita lain demi menjaga perasaan Carissa.
-_-_-_-_-
"Mau yang mana?" tanya Arben menawari istrinya perhiasan.
"Ini..ini.. dan ini" tunjuk Dira.
"Lalu itu, yang itu, itu lagi!" tunjuknya sambil dengan tampang mengerjai calon suaminya.
"Bungkus mbak, kalau bisa sama yang ini di karetin sekalian biar nggak ambyar" Arben menunjuk Dira yang langsung membuat pegawai di toko emas itu tersenyum.
"Pakai karet kolor Abang" ucap Dira sesuka hati.
"Huussttt.. !!" Arben menegur Dira agar diam.
"Nggak usah mbak, Saya cuma bercanda" kata Dira menghentikan langkah pegawai tersebut.
"Lanjut mbak!" perintah Arben.
"Dira bercanda bang" kata Dira.
"Abang nggak bercanda" jawab Arben.
***
"Kita sudah beli semua yang kamu butuhkan, mau apa lagi?" tanya Arben.
Dira memainkan rambutnya di depan Arben dan tersenyum penuh arti.
"Mau Abang" ucapnya genit menggoda.
"Jangan macam-macam. Abang selesaikan.. nggak bisa tidur kamu semalaman"
"Abang nggak berani ya di dalam ada mama sama papa" tantang Dira menaikan darah Arben ke puncaknya.
"Bukan nggak berani. Abang nggak selera liat kamu, bukan type wanita yang buat Abang cepat terangsang" ucapnya santai sambil melirik Dira yang terlihat kesal.
"Abang pulang. Satu Minggu lagi kita bertemu saat pernikahan kita" Arben berpamitan setelah menghabiskan kopi di cangkirnya.
***
Hari H telah tiba.
Arben dan Nadira menikah hari ini. Para perias harus ekstra mendandani pengantin cantik itu karena mungkin Dira menangis semalaman hingga matanya sembab.
-_-_-_-
Akad nikah sudah di ucapkan dan kini Dira sudah sah menjadi Nyonya Arben.
Arben mengeluarkan cincin emas yang dia pesan lalu menyematkan di jari Dira.
"Kemarin nggak butuh jari Dira untuk diukur bang?" tanya Dira.
Dira pun menunduk mencium tangan Arben.
"Jadilah istri Sholehah nya Abang" bisiknya begitu pelan namun masih terdengar oleh Dira.
"Abang nggak perlu jarimu yang seperti cakar ayam itu. Cukup di batin saja Abang sudah tau semua ukuran milik istri Abang" kata Arben.
"Yang benar bang?" Dira mepet menempel pada lengan Arben membuat Arben bergidik geli melihat Dira begitu agresif.
"Hajaaarr bang!!!!" teriak Brian tak tau malu di dalam gedung.
Rival menutup wajahnya menahan malu dengan ulah putranya.
Arben menyerahkan pajangan 3D buatannya yang berupa lukisan wajah cantik Dira dari uang mahar untuk istrinya.
"Untuk istri Abang, Sesuai permintaan mu dek! Abang buatkan maskawin dari jerih payah Abang sendiri. Semoga rumah tangga kita di berkahi Allah" ucap Arben.
"Terima kasih Abang Arben. Nadira terima maskawin nya" ucap Dira dengan senyumnya lalu menyerahkan lukisan itu pada mamanya.
Dira menunduk, ekor mata Arben melihat raut wajah istrinya yang begitu sendu.
#
Arben dan Dira sungkem pada kedua orang tua Arben. Rival dan Shila. Banyak nasihat yang disampaikan mengena di hati Arben.
Giliran pada kedua orang tua Dira. Dira tak sanggup berucap saat pertama kali dalam hidupnya melihat papanya meneteskan air mata untuknya.
"Papa..." ucapnya terbata tidak sanggup berkata kata.
"Arben. Papa titip putri papa satu-satunya. Papa mohon.. Bimbing dia, sayangi dia. Dia putri lugu yang papa punya. Mulai sekarang beban di pundak papa. Pasrahkan padamu" ucap seorang panglima melepas putrinya dengan terisak. Mama Dira pun ikut terisak memeluk suaminya.
"Papa jangan cemas. Saya akan menjaga dan melindungi istri saya seperti saya menjaga diri saya. Saya akan berusaha menjadi suami yang baik untuk Dira" tak banyak kata yang mampu di ucapkan Arben karena pikirannya selalu teringat rasa bersalah nya pada Carissa.
Papa semakin terharu dan sulit melepas genggaman tangan putrinya. Dira lemas di dada Arben hingga Arben harus membopong Dira untuk di tenangkan dulu.
#
Arben menyelipkan sedotan di bibir Dira agar istrinya bisa minum.
"Dir, setelah ini pedang pora. Jangan lemes donk!" kata Lilan dengan suara kencang menyemangati sahabat yang sekarang sudah menjadi kakak iparnya.
"Lilan!! Bisa nggak sich nggak usah teriak!!" tegur Arben.
"Bang, bisa nggak kalau acara pedang poranya Lilan yang gantiin sama Bang Hilman?" tanya Shila merusak perhatian Arben yang sedang memperhatikan wajah Dira.
"Hilman, tolong bawa Lilan pergi dulu. Sakit kepala Abang dengarnya. Abang mau bicara berdua sama Dira"
"Siap bang!"
-_-_-_-_-_-
"Bilang sama Abang! Kamu kenapa. Ini kedua kalinya Abang lihat kamu nangis seperti ini" tanya Arben.
"Dira hanya sedih dengar kata-kata papa" ucapnya pelan.
"Hanya itu??"
"Dira akan kesepian tanpa mama dan papa" ucapnya berusaha tersenyum.
"Apa menakutkan hidup dengan Abang? Kalau belum ada cinta di antara kita.. Kita bisa berteman. Mencoba bersahabat dalam ikatan yang halal. Sekarang kamu sudah berhak menegur Abang kalau Abang salah, boleh meminta hak yang mungkin tidak Abang berikan. Apa kamu mau menjalani hidup ini sama Abang?" tanya Arben membujuk istrinya yang sungguh sangat berbeda dari Carissa.
Dira mengangguk mengiyakan. "Gendong!!" pintanya pada Arben.
"Manja...!" gerutu Arben, tapi karena Dira sudah menjadi istrinya, Arben tak akan menolaknya. Karena ia tau pernikahan itu adalah hal yang suci di hadapan Allah.
Teringat seluruh kisah papanya yang ia dengar, sejujurnya dalam hati.. ia tak ingin menyakiti hati wanitanya. Bukankah dulu papanya juga belum mencintai mamanya saat menikah. Tapi waktu yang menjawab semua kekuatan cinta itu. Dan Arben ingin kisah cintanya di mulai karena Allah, ini sudah takdirNya yang harus dijalani.
#
Banyak mata memandang ke arah pengantin baru itu. Nampak serasi dan harmonis. Tanpa tau apa yang terjadi pada hati mereka.
***
Dira mengapit lengan Arben berjalan melewati pedang yang tegak berjajar. Langkah tenang di atas karpet panjang ke arah pelaminan. Lagu pengiring menemani prosesi pedang pora mereka. Ada rasa bangga bercampur haru dari keduanya. Hanya satu yang mengganjal dalam hati mereka, pendamping hidup nya bukanlah pilihan hati mereka.
Arben mencoba mengikhlaskan yang terjadi. Kini tanggung jawabnya bertambah. Dirinya adalah suami dari Nadira Anjani.
***
"Bang Brian.. mauuuu!!!" Lilan bermanja pada Abangnya saat Hilman pergi ke toilet.
Brian menyuapi rolade dan nasi dari piringnya.
Tiba-tiba ada seorang gadis menyiram wajah Lilan dengan air minum hingga bajunya basah sampai ke dada. Hilman yang baru saja datang segera melepas jas nya untuk menutupi baju Lilan yang basah. Hilman geram melihat tingkah Sora.
"Sora....!!!" Brian menepis tangan Sora lalu membersihkan wajah Lilan dengan tissue.
"Beraninya kamu merebut bang Brian!" teriak Sora membuat keributan di acara pernikahan Arben dan Dira.
"Kak Sora, jangan salah sangka!!" Lilan memegang kedua bahu Sora.
"Lepaskan tanganmu yang kotor itu. Tak tau malu merebut pacar anak Danyon" Sora berkoar menjelaskan di telinga Lilan kalau ia anak seorang Danyon.
"Dan apa kau tau, Bang Brian ini anak orang berada, orang berpangkat. Mana pantas bersanding denganmu yang bodoh" ejek Sora.
"Apa katamu?? Kamu bilang adik ku bodoh?? Persetan dengan bapakmu yang Danyon itu. Mana bapakmu????" bentak Brian dengan marahnya.
"Sayang.. Maaf, aku nggak sengaja bilang gitu. Aku nggak tau Lilan ini adikmu" kata Sora merajuk.
"Pulang kamu sekarang. Mulai hari ini kita tidak ada hubungan apa-apa lagi"
"Abaang..jangan marah! Lilan takut" ucapnya memeluk Brian melihat kemarahan Brian.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
Tiaga Raz aghastya
koq aku ngerasa lilan kayak Yara ya
2023-01-02
1
Nur Rachmawati
mantapppp Briiannnn....
2021-01-11
0
Lia
cari mati c sora menyiram kesanyangannya kapten Rival ku....😁
2021-01-10
0