"Ijin Danki, ini ada kiriman makanan dari ibu" kata seorang ajudan.
"Terima kasih banyak. Tolong letakan saja di meja ya!" perintah Arben.
Brian masuk ke dalam ruangan Dira. dilihatnya wanita yang sudah menjadi kakak iparnya itu tergolek lemah dengan selang infus di tangan juga selang oksigen yang membantu jalan nafasnya.
"Bagaimana Dira Bang?"
"Belum ada perubahan. Masih demam, nggak mau makan" jawabnya Arben sedih.
Baru kali ini Brian melihat Abangnya begitu bersedih karena seorang wanita. Dulu saat berselisih dengan Rissa pun, Arben tidak pernah sampai seperti ini. Tapi sekarang Abangnya nampak kusut dan berantakan.
#
"Bang, perut Dira sakit" kata Dira sambil menggoyangkan tangan Arben. Suaminya itu tidur tertelungkup menemaninya di rumah sakit.
"Mana yang sakit?" tanya Arben sambil mengelus perut Dira. Meskipun badannya sangat lelah, rasa kantuk luar biasa menyerang nya, tapi tangan itu tetap mengusap perut Dira.
Dira melihat suaminya berkali-kali tertidur dan hampir terjatuh. Senyum terkulum bangga melihat sosok suaminya yang bertanggung jawab dengan keadaannya.
"Sekarang hanya Abang yang Dira punya" gumamnya sambil sesekali memercing kesakitan. Tak lama ia merasakan ada yang tidak beres pada tubuhnya. Semakin lama rasa itu semakin bertambah sakit.
"Bang, Dira nggak tahan sakitnya"
Arben pun akhirnya bangun dan mengecek hal apa yang membuat istrinya kesakitan.
"Yang mana sayang?"
"Anak papa jangan nakal ya! kasihan mama" ucap Arben pada anaknya di samping perut Dira. Arben sesekali ikut memercing melihat istrinya kesakitan.
"Lho dek!! Ini kenapa??" tanya Arben terbelalak melihat ranjang Dira.
#
"Ini hasil pemeriksaan istrimu Ben" kata Haris.
Tante Naura menepuk bahu Arben agar keponakannya bisa tenang.
"Apa ini Tante?" tanya Arben sesaat setelah membaca hasil pemeriksaan istrinya.
"Istrimu hamil BO ( Blighted Ovum ). Dan maaf ya Ben. Tidak bisa di pertahankan" jawab Tante Naura
Arben menelungkup semakin menggenggam kencang tangan Dira. Sudah kehilangan orang tua, harus kehilangan anaknya juga. Kiranya apa yang akan ia katakan pada Dira saat ia bangun dari tidurnya nanti.
Kini Arben begitu gelisah, kepalanya terasa berat. Rasanya ia tak sanggup menghadapi reaksi istrinya jika tau anaknya pun harus di ambil juga darinya.
"Apa nggak ada cara lain Tante? Dira bisa semakin tertekan"
"Nggak bisa Ben. Apa kamu mau mempertahankan anak yang tidak bisa berkembang?" tanya Tante Naura.
"Ya sudah Har, lakukan yang terbaik!" jawab Arben pasrah.
-_-_-_-_-
Dira berlari keluar dari ruang tindakan. Arben kelabakan mengejar istrinya.
"Dek, tunggu..!!" Arben ikut berlari hingga terpeleset di depan parkiran rumah sakit. Arben bangkit lagi dan menangkap pinggang Dira.
"Dira nggak mau bang! Ini anak Dira. Abang jahat!!"
"Sayang!! Maafkan Abang, Abang juga nggak ingin begini, tapi kita harus ikhlaskan. Anak ini belum rejeki kita sayang"
"Nggak mau!!!!" Dira terus meronta bahkan menendang-nendang namun sia-sia saja karena tenaganya tidak sebanding dengan Arben.
"Abang juga sedih harus kehilangan anak. Tapi apa yang harus kita lakukan kalau semuanya nggak mungkin lagi!!"
"Dira nggak mau kehilangan lagi bang. Jangan paksa Dira!!!!" teriaknya.
"Apa kamu nggak pikirkan bagaimana perasaan Abang? Papa mama juga orang tua Abang, Istri Abang sampai sakit seperti ini, di tambah lagi harus kehilangan anak Abang. Rasa sakitnya sama seperti yang kamu rasakan. Jangan tambah buat Abang sakit kepala dek!" ucap Arben mulai lepas kontrol.
"Nggak ada yang minta Abang untuk mengurusi Dira. Mau Abang tinggalkan Dira pun, Dira juga nggak peduli. Untuk apa Dira hidup? papa mama dan anak Dira pergi semua" Dira semakin berbicara asal karena kondisi psikis nya pun sedang tidak stabil saat ini.
"Sudah puas bicaranya?" Arben merendahkan nada suaranya.
"Yang di hadapanmu ini siapa? Kalau Abang niat tinggalkan kamu, sudah Abang lakukan dari dulu. Bahkan nggak sulit untuk Abang lari sama Rissa"
"Terus kenapa nggak Abang lakukan??"
"Abang nggak mau ribut, sekarang kamu harus segera dapat tindakan dek!!"
"Dira nggak mauuuu" karena Dira terlalu memberontak akhirnya dengan terpaksa Arben harus memukul sisi samping leher Dira.
"Maafin Abang dek!" Pandangan Dira berbayang, ia pun bisa melihat wajah kecemasan suaminya.
"Jangan ambil anak Dira bang!"
Arben merosot memeluk Dira. Laju air matanya sudah tak terbendung lagi. Sekuatnya Arben membuang tangisnya.
"Abang juga sedih dek, Abang juga kehilangan. Hati ini juga sakit Dira" Arben terus mengusap tak melepaskan Dira sedikitpun.
-_-_-_-
Dira berteriak di bawah alam bawah sadarnya. Arben yang bersandar di samping pintu ruang tindakan pun ikut gelisah. Tak lama ada dokter Ika dan dokter Haris keluar dari ruangan.
Haris menepuk bahu Arben yang sudah sangat berantakan.
"Istrimu aman, setelah ini mudah-mudahan segera dapat momongan lagi"
"Aamiin.."
Para perawat mendorong brankar Dira. Wajah itu begitu penuh beban, wajah seorang Nadira dalam kerapuhan tanpa di buat-buat.
#
Rival menegur kelakuan Arben yang sudah memukul Dira. Brian menenangkan mama Shila yang menangis di sofa ruang rawat Dira.
"Gila kamu Ben? itu KDRT!!"
"Arben juga nggak mau gitu pa, tapi Dira harus segera ditangani, saat itu Dira sudah pendarahan sedangkan Dira terus memberontak. Tolong papa ngerti posisi Arben pa!!"
Rival tak sanggup memikirkan hal ini. Jantungnya seakan tidak kuat jika ada hal yang menyangkut keluarganya.
"Kalian berdua seperti kaca diri papa sewaktu muda, tentang mama Yara.. tentang mama Shila. Kenapa segala tindak tanduk papa di masa yang lalu harus mampir pada kalian?"
"Buah tidak jatuh jauh dari pohonnya. Opa dulu juga pernah salah. Kita semua pernah salah. Kita pria, kadang pikiran tidak sejalan dengan hati, sedangkan wanita bermain hati tapi terkadang kurang rasional dalam berpikir. Lebih baik kamu fokus pada Dira dan kamu Brian, ambil pelajaran dari setiap kejadian" kata Opa Randy.
"Abaang!!" Dira mulai siuman dan memanggil Arben disana.
#
Malam semakin larut, udara dingin dan sepi di nikmati Dira dan Arben hanya berdua saja.
Arben menghadapkan wajah Dira ke arahnya agar mereka bisa saling menatap.
"Kamu dan Abang masih muda, masih banyak harapan yang belum kita wujudkan"
"Kenapa Abang nggak tinggalkan Dira?"
"Karena hati Abang mengarahkan rasa ini untuk kamu...Istri Abang. Yang sudah memberikan segalanya untuk Abang"
Dira menatap bola mata Arben yang tersimpan luka sama besarnya seperti dirinya tapi suaminya itu tetap sabar.
"Dek, kita khan nggak pernah pacaran. Bagaimana kalau mulai sekarang kita pacaran?" tanya Arben.
"Pacaran bang??" Dira pun heran.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
Devi Erawati
blm up lg thor
2020-12-22
1
Richa Riva
knp blm up LG thor?
2020-12-22
1
Endang Daman
lanjut dong💪💪💪💪💪
2020-12-22
1