Suasana kamar pengantin sangat romantis, taburan kelopak bunga mawar merah berserak di tempat tidur. Sepasang angsa putih saling berhadapan yang dibuat dari selimut nampak romantis. Namun sayang, bagi Alex dan Sabrina tidak romantis, terasa sangat menjengkelkan.
Aroma wangi tercium segar dan lembut menusuk hidung, nuansa putih mendominasi kamar tersebut. Ditambah riasan bunga disamping kanan dan kiri tempat tidur. Sabrina duduk ditepi kasur empuk dan lembut dengan gaun pengantin yang masih melekat ditubuh kecilnya.
Gerah dan ingin segera menganti baju yang terasa berat. Sabrina membuka koper yang Tiwi bawakan untuknya, terdapat baju tidur berbahan satin tanpa lengan warna ungu muda senada dengan celana pendek selutut.
Apa aman pakai baju gini dekat dengan Tuan Alex?
Seketika Sabrina merasa merinding, takut pada sikap suami dinginnya itu yang selalu membuatnya susah. Tenang Sabrina, mencoba menenangkan diri sendiri, tubuhnya kian bergetar saat suara langkah kaki masuk kedalam kamar dan berhenti tepat dibelakangnya.
"Hei, cupu!" Suara itu terdengar menyentak, membuat Sabrina malas membalikkan badan. Tak sanggup menatap bola mata tajam itu bagai seorang pemangsa yang siap menghabisi sasarannya.
Diacuhkan adalah hal yang paling menyebalkan. "Kamu itu tuli?"
Sabrina menggeleng sambil berjongkok, masih setia dengan posisinya. Alex menarik tangan Sabrina agar gadis itu berdiri dan menatapnya.
"Baca ini." Alex melemparkan sebuah map ketempat tidur.
Apalagi ini? Persyaratan yang dulu sudah sangat merugikanku, dia masih ingin menambahkan lagi.
Sabrina membaca satu persatu syarat tambahan yang Alex tulis dalam sebuah kertas putih. Pihak pertama yang lebih berkuasa dan pihak kedua bagai boneka hidup yang menuruti perintah tuannya, hitam dan putih hanya Alex yang berhak memutuskan.
Jangan pernah ikut campur atau melarang pihak pertama untuk berkencan dengan wanita mana pun. Syarat macam apa ini? Dia bisa bebas pacaran, berkencan dengan wanita yang disenanginya.
Sabrina mendengkus kesal. Ia tak bisa menyetujui syarat ini dan hanya jadi penonton saat sang tuan memadu kasih dengan wanita lain.
Sabrina teringat akan ucapan Tiwi. Mengatakan kalau ia tak boleh kalah oleh sikap angkuh Alex, harus bisa tegas dan melawan agar tak selalu ditindas. Beruntungnya Sabrina mendapat dukungan dari sang ibu mertua.
"Ini ...."
"Tak setuju dan ingin melawan!" Sentakan Alex membuat nyali Sabrina untuk menolak syarat tersebut pudar.
Sepertinya Sabrina tak akan bisa menentang setiap keputusan Alex, terlalu takut untuk melawan. Kepala Sabrina mengangguk, itu berarti ia setuju. Ah, kenapa harus patuh, mengucapkan kata 'tidak' saja lidahnya terlalu kaku.
"Bagus!" Alex menjatuhkan tubuhnya ke kasur, membuat kelopak bunga yang tadinya tertata rapih kini berhamburan. Matanya memperhatikan Sabrina yang masih berdiri mematung memegangi sebuah kertas yang baru saja ditandatanginya.
Sabrina menghela napas panjang, perang baru akan dimulai. Namun, ia malah sudah kalah sebelum memulai perang.
Alex melemparkan bantal ke arah Sabrina. Menyuruh gadis itu tidur di sofa, itu lebih baik. Siapa juga yang mau tidur seranjang dengan pria angkuh macam dia.
Mengganti pakaian dengan baju tidur sudah dilakukan, menuju sofa untuk cepat tidur. Sedangkan Alex, terdengar sedang bicara lewat telepon di balkon. Mungkin sama pacarnya, tak peduli. Lebih baik tidur sebelum Alex kembali.
Sabrina menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut, udara malam sangat terasa dingin. Apalagi kini ia sedang berada di puncak. Tempat yang sangat indah dan asri. Namun sayang. Suasana hati gadis itu tak senyaman tempat yang kini di datanginya.
"Siapa suruh kamu tidur." Alex menarik selimut yang menutupi tubuh Sabrina.
"Bukannya tempat tidurku di sofa, dan sekarang aku merasa ngantuk."
"Apa? Ngantuk."
"Iya," balas Sabrina.
"Sebelum aku tidur, jangan dulu tidur. Apa mulai pikun dengan perjanjian di kertas ini." Alex menunjukkan kertas yang sudah ditandatangani Sabrina.
Ya ampun, kenapa bisa kamu itu lupa, Sabrina? Tapi aku ngantuk berat, ini sudah sam satu pagi. Mau sampai jam berapa dia akan tidur.
"Lantas, kapan Tuan tidur?"
"Entahlah." Alex duduk kembali di kasur, dan ia malah membuka laptop.
Mati kau Sabrina, akan sampai kapan bisa bertahan menahan kantukmu itu.
Sabrina menganga, benar-benar tak dapat dipercaya. Dimalam pengantin ini Sabrina harus bergadang menunggu sang tuan tidur. Ini sebuah siksaan ringan, dan siksaan beratnya bagaimana?
Alex menikmati malamnya dengan mengecek semua pekerjaan lewat laptop yang dikirim sekertarisnya lewat email. Namun, Sabrina sudah nggak sabar ingin tidur, kepalanya malah terasa pusing. Perutnya mual, pasti masuk angin karena tak terbiasa begadang malam, jam sepuluh saja Sabrina sudah nyenyak memeluk guling.
Sebuah senyuman sinis Alex lemparkan kepada Sabrina yang berusaha menahan ngantuk. Kepala Sabrina sudah oleng kanan, oleng kiri. Bahkan sampai akan terjatuh dari sofa yang didudukinya.
Kapan pria kejam itu tidur, aku sudah tak tahan. Sabrina jadi teringat akan Tiwi, sepertinya ia harus mengadu pada ibu mertuanya itu. Perlakuan Alex sudah sangat keterlaluan.
"Cari ini," ujar Alex memperlihatkan ponsel Sabrina.
Kenapa bisa ponsel miliknya di tangan Alex? Apa pria itu tahu akan niat Sabrina mengadu pada Tiwi.
"Otakku lebih cerdas darimu, gadis cupu."
Hun, untuk sesaat harapan itu sirna. Aku lupa kalau pria itu lebih waspada.
Sabrina menguap lagi, menuju kamar mandi untuk mencuci muka. Agar rasa gantuknya hilang, tetap saja. Sudah mencuci muka pun rasa ngantuknya kembali datang.
Sepertinya aman jika aku tidur di toilet, Tuan Alex nggak akan berani menggangguku.
Sabrina mengambil beberapa handuk dari lemari kecil di kamar mandi, untungnya saja kamar mandi tersebut luas dan bersih. Ia bisa terlelap walau hanya sekejap. Tidur di bak mandi tak masalah, yang penting tak ada airnya, berbantalan dan berselimut handuk lumayan nyaman. Bodo amat dengan perjanjian, yang penting malam ini ia bisa tidur.
Cerdik juga gadis ini, sudah berani membantah perintahku.
Alex berkacak pinggang melihat Sabrina tidur pulas walau di bak mandi, untungnya saja ada kunci cadangan. Sehingga pintu kamar mandi bisa dibukanya.
"Dingin!" teriak Sabrina saat Alex menguyur tubuhnya dengan air shower.
"Siapa yang menyuruhmu tidur di bak mandi, hah?" Alex menatap tajam Sabrina. Tak lepas menyemprotkan air ke tubuh gadis itu.
"Aku ngantuk, kepalaku sudah terasa pusing. Sedangkan Tuan, lama sekali untuk tidur." Melawan, keberanian dari mana Sabrina bisa mengucapkan itu.
"Heum ... banyak kemajuan rupanya. Baik, lanjutkan lagi tidurmu disini. Aku nggak akan mengganggu."
Tapi, tidak dengan baju basah seperti ini.
Sabrina menyipitkan mata, yang ada malah masuk angin yang datang. Memakai baju basah, bagaimana bisa tidur?
Alex menutup kembali pintu kamar mandinya. Sabrina berlari hendak membuka pintu. Namun, dikunci dari luar. Sial! Sabrina menggigil kedinginan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
Surati
cukup sudah kekejamanmu Alex. ih bikin darah tinggi z nih Alex
2022-11-12
0
lovely
kaburrr aja punya suami gtu cari kerjaan lagi pasti bnyak palagi cantik masih muda dunia novel memang ga masuk logika🥵
2022-05-09
0
Ayu Andirah Jhie
sehat n sukses sllu yah thor
2022-04-22
0