3 bulan berlalu sekedipan mata...
Ken berdiri di depan pagar besi yang menjulang tinggi menjadi sekat antara dunia luar dengan akademi tempat ia belajar bela diri dan menggunakan senjata tajam 20 tahun yang lalu.
Tak banyak yang berubah, bangunan di depan masih tetap sama. Terlihat megah dengan sentuhan klasik di sekitarnya, ditambah cahaya lampu di berbagai sudut membuatnya semakin sedap dipandang mata.
Ken berjalan perlahan memasuki paviliun bercat kuning dengan lantai berwarna coklat pekat. Berbagai macam lukisan ada di dinding ruang tamu. Perlahan ia melepas sepatunya dan memakai sendal rumah yang ia ambil dari dalam laci. Raut wajahnya terlihat sangat tenang dan mengizinkan hidungnya meraup sebanyak mungkin oksigen untuk masuk ke dalam paru-parunya.
"Anda kembali, Tuan," sapa pelayan yang bertugas menjaga paviliun ini.
Ken meletakkan jarinya di depan mulut, meminta pelayannya tak membuat suara apapun. Pelayan itu mengangguk dan kembali ke belakang. Ya, ini kejutan untuk Aira. Dia tidak tahu Ken akan datang lebih awal. Kemarin dia bilang sangat sibuk dan tidak bisa menjemputnya saat upacara pelepasan. Padahal sejak awal Ken ingin membuat Aira terkejut. Ia ingin Aira menganggapnya spesial juga, seperti ia yang sudah menempatkan Aira di dalam hatinya.
Langkah tegapnya membawa pria berbaju hitam itu ke depan pintu berwarna putih. Tercium aroma bunga lavender kesukaan Aira yang lagi-lagi membuat Ken tersenyum.
Tok tok..
Ken mengetuk pintu kamar itu dengan hati berdebar. Bertemu dengan cinta keduanya. Ah, istilah macam apa ini? Seharusnya cinta pertama, tapi kenyataannya Aira bukan yang pertama menghuni hatinya.
"Masuk," jawab Aira tanpa mengalihkan pandangannya dari cermin. Ia sedang mengeringkan rambutnya yang basah dengan hairdryer.
"Apa makan malam sudah siap?" tanya Aira sambil menyisir rambutnya dengan jari. Sebelah tangannya masih asyik menggerak-gerakkan pengering rambut itu ke kanan dan ke kiri.
Hening, tak ada jawaban.
Aira merasa ganjil. Tiba-tiba jantungnya berdetak lebih kencang. Alarm tanda bahaya otomatis menyala. Siapa yang masuk ke kamarnya? Tadinya ia pikir itu pelayan yang biasa menyiapkan makanan dan menyelesaikan pekerjaan rumah. Kenapa sekarang tak ada suara?
Seketika Aira membuang pengering rambutnya saat melihat Ken yang kini berdiri di belakang pintu sambil tersenyum.
"Apa kamu terkejut, hmm?" Ken mendekati Aira yang masih mematung. Ia mengambil hairdryer itu dan meletakkannya di meja.
"Kenapa kamu ke sini?" tanya Aira masih tak percaya dengan indera penglihatannya.
"Apa aku tidak boleh datang menemui istriku?"
"Bukankah kamu sibuk?"
"Aku selalu sibuk memikirkan akan seperti apa pertemuan pertama kita setelah 3 bulan berlalu," Ken meraih kepala Aira dan mengelusnya perlahan. Membuat Aira malu dan menundukkan kepalanya dalam-dalam.
"Apa kamu tahu aku akan datang?" tanya Ken mengangkat dagu Aira.
"Aku tidak memikirkannya. Kamu bilang tidak akan datang. Itu yang harus ku percaya" Aira tetap memasang wajah datarnya.
"Hahaha.. Itu hanya alasanku saja. Surprise...!" Ken merentangkan kedua tangannya. Berharap Aira akan memeluknya karena sangking senangnya.
Aira kembali duduk di kursi rias dan melanjutkan aktivitasnya mengeringkan rambut.
Krik krik krik...
Ken menelan ludah atas kekecewaannya. Seharusnya ia ingat Aira berbeda dengan wanita lainnya yang akan langsung menghambur ke pelukannya saat ia merentangkan tangan seperti tadi. Ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, salah tingkah.
"Apa kamu terbiasa seperti ini? Ada apa dengan bajumu?"
"Apa?" tanya Aira datar.
"Kenapa malam-malam hanya memakai kimono/handuk mandi? Dan kamu membiarkan orang masuk, bagaimana kalau itu orang lain? Kenapa tidak melihatnya lebih dulu?"
Aira menatap Ken dengan pandangan yang sulit diartikan, menautkan kedua alisnya pertanda heran, "Tidak ada orang yang bisa masuk ke paviliun ini selain aku dan bibi Tsutsumi. Aku baru selesai mandi, apa masalahnya hanya memakai kimono?"
Aira hendak pergi saat Ken menahannya.
"Masalahnya ada di kepalaku. Apa kamu tahu apa yang aku pikirkan sekarang?" bisiknya di telinga kanan Aira.
"Apa?" Aira sama sekali tak mengerti arah pembicaraan ini. Wajahnya masih tetap datar seperti sebelumnya.
0.02 detik Ken menunjukkan ekspresi kecewanya. Tidak ada gadis gugup dengan rona pipi memerah seperti dulu. Aira-nya berubah menjadi gadis yang dingin. Itu semua karena perbuatannya hari itu. Perasaan Ken terasa kebas, tak tahu apa yang harus ia lakukan. Detik berikutnya Ken berusaha mengukir senyumnya, berniat menjahili istrinya ini.
"Apa aku harus membuka kimono mu atau tidak?" lirihnya seraya mendekatkan tubuhnya pada Aira.
Deg
Aira tersentak dan mundur 2 langkah. Dadanya terasa berat dan nafasnya memburu. Ia tahu suatu saat hal ini akan ia hadapi. Tapi ia sama sekali tidak menyangka hari ini adalah waktunya.
"Maaf, aku..." ucapnya terbata.
Srett.... Ken menarik salah satu tali yang ada dibagian depan kimononya, membuat Aira terkejut dan refleks menutupnya dengan tangan. Detik itu juga Aira memelintir tangan Ken dan membawanya ke punggung bidangnya.
Tak
Aira menendang belakang lutut Ken yang membuatnya bersimpuh di lantai. Pelintiran tangannya semakin kencang.
"Hahahaha...." Ken tertawa terbahak-bahak mendapat perlakuan semacam itu dari gadis mungil yang kini berdiri di belakangnya.
Dengan sekali menyentakkan lengan, Aira limbung dan hampir terjatuh jika Ken tidak segera menangkapnya. Keduanya terduduk di lantai, Aira duduk di atas pangkuan Ken yang masih memamerkan senyumnya.
Ken mendekatkan wajahnya dan mulai memegang pipi Aira, "Aku merindukanmu, istriku,".
Jarak mereka semakin dekat. Lengan Aira bersemayam di pundak Ken yang kokoh. Keduanya larut dalam suasana yang sunyi.
Kruukk kruukkk
Perut Aira berbunyi karena kelaparan. Ia segera berdiri dan membenahi kimononya dengan sedikit salah tingkah.
"Aku tunggu di luar." ucap Ken seraya beranjak pergi. Dia senang melihat ekspresi Aira yang terlihat gugup tadi, tapi ia juga kecewa karena misinya menaklukkan Aira gagal lagi.
Tak lama kemudian Aira keluar dari kamar memakai kaos turtle neck berwarna hijau lumut dengan jilbab yang senada.
Ken menepuk kursi sebelahnya mengisyaratkan agar mereka duduk berdampingan. Keduanya makan dengan lahap tanpa bicara sepatah kata pun.
*******
"Berapa anak yang kamu inginkan?" Aira menatap gemintang di langit tanpa ekspresi.
"Hey, apa maksudmu?" Ken mencoba rileks.
"Kakek memaksa untuk bulan madu dan ingin segera menimang cucu. Bukankah lebih cepat lebih baik?"
Ken terdiam tak bisa berkata-kata.
"Kita selesaikan kontrak itu dengan damai," pinta gadis bermata bulat itu.
"Lalu kamu akan pergi setelah melahirkan?" Ken menatap Aira dari samping. Wajah nya terlihat lebih tirus dari sebelumnya saat pertama masuk kemari.
"Bukankah itu yang kalian inginkan?"
Hening
"Jadi, mari kita coba,"
*******
Enjoy it 🤗🤗
by Hanazawaeaszy 😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 413 Episodes
Comments
Hamba Allah
Mampir Thor atas nama cinta Karya pertama
2021-06-20
1
saya cantikkj
sakit yang Ken rasakan saat ini
2021-03-19
3
Tri Romiyati
sakit hati aku 😭 😭
2021-03-11
1