09.33 a.m
Angin sepoi berhembus meniup dedaunan pohon maple yang mulai sedikit menguning. Beberapa jatuh ke tanah yang tertutup rerumputan hijau yang mulai memanjang karena tak terjamah kaki manusia. Sehelai daun itu jatuh di pundak seorang pria yang mengenakan jas hitam dengan dasi berwarna lavender. Tatapan matanya tak lepas dari seorang wanita berjilbab di tengah lapangan.
Seorang wanita mendekat, "Tuan muda, duduklah di tempatmu. Nona Rara mungkin akan khawatir jika tidak melihatmu" pinta bibi Tsu dari belakangnya.
Ken mengangkat tangan kanannya, mengisyaratkan agar wanita itu tak menginterupsinya.
Ctakk
Sebuah anak panah melesat tajam dan tertancap di papan target berbentuk bulat itu, tepat di pusat targetnya yang berwarna kuning. Papan berdiameter 80cm itu berjarak 40m dari tempat Aira berdiri sekarang.
Aira mengambil satu anak panah lagi dari punggungnya, memasangnya pada busur panah dan mulai fokus kembali. Konsentrasinya terpusat maksimal memberikan tekanan pada kedua otot tangan, otot dada, bahu dan punggung.
Ctakk
Anak panah kedua berhasil menancap diatas anak panah pertama tadi. Masih di lingkaran yang sama, pusat target.
Ctakk
Tanpa butuh waktu lama, anak panah ketiga juga tertancap sempurna di zona kuning dengan titik hitam di pusatnya.
Sempurna.
Ken tersenyum melihat hasilnya. Ia tahu Aira tidak akan mengecewakannya ataupun kakek. Ia ingat malam sebelum tes masuk akademi, Aira memaksakan diri berlatih memanah. Ken mengajarinya meskipun saat itu istrinya baru pulang dari rumah sakit.
FLASHBACK
"Stance" aba-aba Ken pada Aira. Mereka berdiri berhadapan di lapangan tempat Aira berlatih memanah dengan kakek hari itu. Siang hari sebelum peristiwa memilukan itu terjadi, Aira bahkan belum bisa mengangkat busurnya dengan benar. Tapi karena kekacauan yang Ken sebabkan, kakek marah dan tidak bersedia mengajari Aira lagi. Padahal untuk masuk akademi ini ada 3 tes yang wajib lulus, yaitu berkuda, menembak dan memanah.
"Set Up"
Aira mengambil busur panah yang ada di meja dengan susah payah. Apalagi luka di punggungnya masih terasa sedikit perih.
"Aba-aba selanjutnya 'Drawing'. Ambil posisi yang tepat untuk menarik tali busur," Ken berjalan memutari Aira dan berdiri 20cm di belakangnya.
"Anchor. Bersiap ancang-ancang. Angkat busurnya perlahan. Pusatkan tenaga di kedua tanganmu,"
"Holding. Tahan posisi tanganmu agar tidak turun. Buatlah sejajar dengan bahumu. Posisi ini sangat menentukan kemana arah anak panahmu. Kamu harus menahannya selagi kamu mengumpulkan konsentrasi,"
Aira menghela nafas berat. Tangannya terasa pegal padahal baru beberapa detik menahan busur 12kg itu.
"Aiming. Sekarang saatnya kamu fokus pada targetmu. Lihat titik yang akan kamu tuju dengan seksama. Jangan melihat arah lain, fokuslah pada titik pusatnya," tunjuk Ken pada papan target 20m dari mereka.
"Back tension. Ini saatnya kamu bersiap melepaskan anak panah. Tarik bahumu ke belakang, turunkan sedikit" Ken menarik bahu Aira agar sejajar dengan busur panah yang ia genggam, "Pusatkan tenagamu, berikan tekanan pada kedua otot tangan, otot dada, bahu dan punggung,"
"Release !" teriak Ken tiba-tiba.
Aira melesatkan anak panahnya dan tidak berhasil mencapai papan target. Anak panahnya menancap di tanah beberapa meter dari kayu penyangga papan target itu.
"Apa kamu bodoh?" tanya Ken sarkas, "Kamu yakin akan tetap berlatih?" tanyanya ragu karena Aira terlihat lemah.
"Tidak ada waktu lagi," ucapnya dingin.
"Baiklah. Ayo kita selesaikan ini dengan cepat dan kamu bisa istirahat," Ken mendekat dan meraih tangan Aira yang gemetar si samping badannya.
Ken semakin mendekatkan diri, dadanya bersentuhan dengan punggung mungil Aira. Punggung yang beberapa malam lalu menjadi pelampiasan amarahnya. Sontak Aira hendak berbalik menatap Ken.
"Perhatikan ini dengan jelas. Aku hanya akan mengajarkannya sekali saja," Ken menggenggam busur panah yang masih ada di tangan Aira. Punggung tangannya yang mungil jelas tertutup oleh genggaman Ken yang hangat.
"Angkat busurnya dengan penuh percaya diri. Benda mati ini akan mengikuti apa yang tuannya inginkan," Keduanya mulai mengangkat busur panah itu berbarengan.
Jantung Aira berdetak lebih kencang sekarang. Bagaimana tidak, Ken berdiri tepat di belakangnya. Ia tidak pernah sedekat ini dengan siapapun sebelumnya. Hembusan nafasnya yang hangat menerpa pipi Aira yang menoleh ke samping menghadap target.
"Fokus! Buang pikiran yang lain," pintanya semakin mendekat.
Tak jauh berbeda dengan Aira, ternyata wajah Ken juga memerah karena grogi. Indera penciumannya seolah terhipnotis mencium aroma lavender dari jilbab Aira, aroma favorit gadis chubby itu.
"Release..!!" ucap Ken seraya melepaskan tangan kanannya yang tadi ikut memegang anak panah bersama jemari mungil Aira.
Ctakk
Anak panah itu mendarat di lingkaran ke 3 dari luar.
"Tidak buruk. Cukup untuk hari ini. Istirahatlah," Ken beranjak pergi.
Aira jatuh terduduk di tempatnya. Beberapa menit kemudian ia bangkit dan berlatih lagi sampai larut malam. Beberapa kali tangannya terluka dan menimbulkan goresan di lengan bagian dalamnya.
Ken melihatnya dari balik pintu dengan iba tapi tak bisa mencegahnya. Ia tahu Aira sedang melampiaskan kemarahannya.
Jam di atas nakas menunjukkan pukul 02.45 dini hari saat Ken masuk ke kamar. Ken melihat Aira terlelap, ia diam-diam menggulung lengan baju istrinya dan mengoleskan obat pada lengannya. Ia juga sempat mencium keningnya sebelum beranjak pergi. Tanpa Ken ketahui, saat ia berbalik dan memilih tidur di sofa, Aira membuka matanya.
FLASHBACK END
Plak
Sebuah tangan menepuk pundak Ken dari belakang membuatnya refleks menengok dan mendapati saudara kembarnya berdiri sejajar dengannya.
"Kenapa bersembunyi?" tanya pria lesung pipi itu sambil tersenyum.
Ken beranjak pergi tanpa menghiraukan kicauan aktor papan atas yang banyak dipuja kaum hawa itu.
"Dia benar-benar sudah mencuri hatimu kan?"
"Heh? Berisik!" sangkal Ken tak mau mengakui perasaannya sendiri. Langkahnya terhenti tapi tak berbalik, "Bukan urusan mu,"
"Memohonlah pada kakek untuk menghapuskan perjanjian itu. Aku tidak ingin melihatnya menjadi mesin pembunuh manusia di masa depan,"
Ken tersentak dan berbalik mencengkeram krah adik kembarnya, "Apa maksudmu? Katakan dengan jelas"
"Kamu tidak bodoh kan?" sindir Kento sambil tersenyum.
Dor
Dor
Dor
3 buah tembakan Aira lesatkan dalam satu detik dan semuanya tepat sasaran.
"Wajah tanpa ekspresinya sekarang benar-benar menyeramkan. Iblis bisa saja menguasainya dan kamu tidak akan bisa menandinginya. Apa yang membuatnya begitu marah? Kamulah yang paling tahu jawabannya," Kento melepaskan diri dari cengkeraman kakaknya dan beranjak pergi.
Ken mematung di tempatnya mengingat kejadian semalam dan kata-kata Aira pada bibi Tsu terngiang-ngiang di kepalanya.
"Aku sudah memutuskannya. Tidak ada yang namanya cinta, tidak ada yang namanya bahagia. Aku lelah membohongi diriku sendiri. Aku lelah berpura-pura baik-baik saja. Semua orang hanya ingin mendapatkan apa yang mereka inginkan. Bukan tentang cinta. Itu semua hanya kerjasama yang saling menguntungkan,"
"Ku dengar semalam kamu menginap di paviliun? Tidak ada hal buruk yang kamu lakukan padanya kan? Aku percaya padamu" pungkasnya sebelum berlalu sambil melambaikan tangan tanpa berbalik.
*******
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 413 Episodes
Comments
Mr.VANO
Aira beruba 180 drajat.krn ken waktu itu menyiksany
2021-09-15
1
Shalova DA
tu dengerin nasihat sodara...
buat lh dia berubah jdi cinta ken
2021-01-16
2
🦋 Jack and Jill 🦋
ahhhh Aira berubah jadi mesin pembunuh kereeeennn
2021-01-14
4