Aira terkejut melihat seorang berbaju hitam berdiri di depannya. Name tag Yamazaki Kenzo melekat di dada kanannya. Orang yang semalam muncul lagi dengan ekspresi yang sulit di tebak. Terlihat berbeda, bossy , angkuh, pemaksa dan serentetan sifat buruk lainnya. Ah, jangan lupa tatapan matanya yang tajam seolah sedang men-scan wanita di depannya.
"Ayo," ucapnya seraya menarik tangan Aira, sedetik setelah gadis berjilbab toska itu memasukkan kunci pintu apartemen kecilnya.
Aira menarik tangannya dengan paksa, "Aku tidak ada urusan dengan Anda," ucapnya hati-hati. Bagaimanapun laki-laki di depannya adalah pemilik perusahaan tempatnya bekerja. Ia tidak ingin ada gosip yang beredar.
"Tidak mau bertemu ibumu?" tanya Ken dingin.
"Aku harus bekerja," jawabnya lirih.
"Mau dipecat?" ucapnya sembari menarik tangan Aira lagi, membawanya ke dalam lift yang masih kosong.
"Berangkat sepagi ini setiap hari?"
"Tidak" Aira menggeser badannya 2 langkah ke samping, menjauhi Ken.
"Jadi sengaja menghindariku, hm?" tanya Ken sarkas.
Aira memilih jalur aman, diam. Ia tidak ingin menambah masalah.
"Ayo menikah," Ken mengucapkannya seraya memandang cerminan Aira di pintu lift. Tatapan mata yang tajam membuat Aira tak bisa berkata-kata dan menoleh menatap wajah orang itu dari samping.
Glek
Aira menelan ludahnya dengan susah payah. Ternyata undangan itu benar, namanya yang tercantum disana.
"Demi ayahku dan ibumu," ucapnya lugas.
Deg deg
Jantungnya berdetak lebih kencang sekarang. Ternyata undangan itu benar, namanya yang tercantum disana. Bagaimana ia harus menjawabnya?
Ting
Lift terbuka. Ken segera menarik tangan mungil Aira memasuki mobilnya yang terparkir di basement. Ia juga memasangkan sabuk pengaman untuk Aira yang masih terdiam dengan wajah terkejutnya.
"Akan ada banyak kejutan di depan sana. Bersiaplah." ucapnya sebelum menginjak pedal gas menyusuri jalanan ibukota yang masih lengang.
* * *
Gerimis rintik-rintik mulai menyapa ketika Aira dan Ken sampai di sebuah restoran Jepang di Bandung. Beberapa mobil tampak terparkir disana, tapi restoran itu tampak lengang.
"Tidak mau turun?" tanya Ken setelah membuka pintu di samping Aira.
Aira yang masih terdiam di tempatnya dengan berbagai keraguan akhirnya turun setelah Ken menariknya keluar. Langkahnya yang cepat membawa gadis berjilbab lavender itu terpaksa mengikutinya dengan sedikit berlari.
"Aku tidak ingin bertemu ibuku," ucap Aira seraya melepaskan tangannya dari genggaman Ken.
Ken berbalik dan menatap calon istrinya dengan heran, "Kenapa?"
Belum sempat Aira menjawab, sebuah mobil hitam berhenti tepat di samping mobil yang dikendarai oleh Ken tadi. Beberapa pengawal berbaju hitam tampak keluar dengan seorang wanita paruh baya yang tampak lelah.
Wanita itu berdiri mematung saat netranya menangkap sosok gadis kesayangannya yang sangat ia rindukan.
"Aira..." ucapnya seraya mendekat dengan langkah yang cepat. Tangannya terulur menggapai putri semata wayangnya yang kini sudah dewasa. Ia memeluknya dengan erat, beberapa bulir air mata berhasil luruh melewati pipinya yang mulai tampak menua.
Pria berbaju hitam yang mengawal wanita itu segera menjauh begitu Ken memberi isyarat untuk pergi. Pandangan matanya terpaku pada gadis mungil yang berhasil menarik perhatiannya. Gadis itu mematung di tempat, tak membalas pelukan ibunya. Tatapan mata bulat itu tampak terluka sembari menggigit bibir bawahnya. Ken tertegun melihatnya, dia tidak tahu apa yang terjadi di antara keduanya sampai Aira bersikap demikian. Seharusnya gadis itu sangat merindukan ibunya, tapi yang terlihat justru sebaliknya.
"Aira sayang, kamu sehat nak?" wanita bernama Anita itu menciumi pipi dan kening Aira berkali-kali kemudian memeluknya lagi.
Ken membuang muka ketika Aira menatapnya seolah minta tolong padanya. Dia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Ia tidak mungkin menarik Aira dari pelukan calon ibu mertuanya melihat betapa wanita itu masih sangat merindukan putrinya.
Hati Ken mencelos ketika melihat sebulir air mata membasahi wajah Aira. Bukan air mata bahagia karena bertemu ibunya, melainkan air mata kekecewaan, sama seperti Erina kala itu. Tatapan mata, ekspresi dan air mata yang gadis itu tunjukkan mengingatkannya pada Erina yang menangis saat melihatnya memukuli Kento dengan brutal.
"Sebetar lagi hujan" Aira mengurai pelukannya dan berlalu meninggalkan Anita yang kini terpaku di tempatnya. Hatinya teriris melihat punggung putrinya mulai menjauh dan menghilang di balik pintu. Sikapnya yang dingin membuatnya kembali menitikkan air mata. Rasa bersalah yang menyelimuti hatinya perlahan mengikis kebahagiaan yang baru ia rasakan beberapa menit yang lalu.
"Ayo masuk," ajak Yuni, adik iparnya yang selama ini merawat Aira.
Anita menggeleng,"Aira ngga mau ketemu sama aku," ucapnya lirih.
"Udah jangan mikir macem-macem deh, yuk masuk. Udah mau ujan nih," Yuni menggandengnya masuk menyusul Ken yang mendahului mereka beberapa langkah.
Langkah mereka kembali terhenti saat memasuki restoran itu. Bukan karena terkesan karena gaya dekorasi Jejepangan yang cantik, melainkan karena mereka terkejut melihat sosok yang tengah berdiri di salah satu sisi restoran itu.
Begitupun Aira, ia terpaku di tempatnya. Nafasnya tercekat melihat sosok pria berkumis tebal di hadapannya. Pria yang pernah ia lihat di album kenangan milik tante Yuni. Pria yang meninggalkan ibunya untuk menikahi wanita lain. Pria yang membuat ibunya harus bekerja banting tulang untuk menghidupinya. Pria yang memaksa ibunya menjadi kurir narkoba demi membeli susu dan mencukupi kebutuhannya. Pria yang tak pernah muncul sekalipun di hadapannya saat ia mengalami masa sulit, kini berdiri tak jauh darinya. Garis keriput mulai tergambar di wajahnya yang kokoh. Gurat keraguan terlihat jelas dari raut wajahnya. Ya, ini pertama kalinya ia bertemu langsung dengan putrinya.
Aira mencekal lengan Ken yang berjalan melewatinya, "Apa yang kamu rencanakan?"
"Kamu cukup pintar," jawab Ken seraya mendekatkan wajahnya, "Aku menginginkanmu," ucapnya berbisik di telinga Aira.
Seketika wajah chubby itu memerah, matanya membulat tak percaya dengan apa yang barusan ia dengar.
"Meskipun kamu membencinya, kamu tidak akan membiarkan mereka dalam bahaya kan?" Ken mengeluarkan seringai mautnya, "Menikahlah denganku,"
Glek
Aira melepaskan lengan Ken dan beringsut mundur 2 langkah. Aira berbalik dan bersiap pergi saat Ken menahan bahunya.
"Ikut denganku," Ken menarik tangan Aira ke lantai 2, mengabaikan pandangan dari Anita yang tampak khawatir. Seno, ayah Aira memandang kepergian putrinya dengan iba. Membuatnya semakin merasa bersalah karena tak bisa melindunginya.
"Aira..." Anita hendak menyusul keduanya tapi ditahan oleh Yuni.
"Dia bukan orang biasa, kita tidak boleh sembarangan bertindak," ucapnya seraya membawa Anita duduk, berhadapan dengan mantan suaminya.
"Apa dia bukan orang baik?" Anita tampak putus asa karena tak bisa mengikuti putrinya.
"Aku tidak tahu. Semoga semuanya baik-baik saja,"
Sementara di lantai 2, Ken menghempaskan Aira ke sebuah sofa yang ada di ruangan itu.
"Jangan membuatku marah," ucapnya seraya menyalakan sebatang rokok dan mulai menghisapnya. Ia berdiri di dekat jendela kaca yang menampilkan pemandangan taman di samping restorannya, "Ayo buat kesepakatan," ucapnya tanpa berbalik.
"Aku tidak mau menikah. Kamu tidak bisa memaksaku," Aira yang sudah berdiri, menatap tajam punggung bidang di depannya.
"Heh?" Ken berbalik, "Tidak ada orang yang bisa menolakku," Ken mulai mendekati Aira setelah membuang rokoknya ke tempat sampah, "Membunuhmu bukan hal yang sulit bagiku, dan itu pasti bisa membuat kedua orang itu menderita kan? Aku akan dengan senang hati 'bermain' dengan mereka setelah pemakamanmu selesai,"
"Gila," ucap Aira sembari berjalan mundur karena jarak mereka semakin dekat. Ia merasa takut dengan tatapan tajam Ken.
"Benar, aku memang gila," Ken menaikkan sebelah alisnya dan menunjukkan sisi gangster yang seolah ingin melenyapkan mangsa di depannya.
Aira semakin terdesak karena punggungnya menabrak tembok, detik itu juga Aira mencoba berlari meraih gagang pintu berniat melarikan diri.
BAAMM
Ken menahan pintu itu dengan kakinya sebelum Aira sempat keluar, "Mau kemana gadis kecil?"
Nafas Aira memburu, jantungnya berdetak kencang menyadari bahaya malaikat maut yang kini sedang mengintainya. Sebuah pistol berada tepat di depan keningnya. Bersiap menembus kepalanya detik itu juga, hanya menunggu waktu saat Ken menarik pelatuknya.
"Ini akibatnya jika kamu menentangku" Ken menatap Aira tanpa berkedip.
Keringat dingin mulai membasahi pelipisnya. Tubuhnya bergetar menahan takut. Seumur hidupnya, baru kali ini dia merasa sangat ketakutan. Aira menggigit bibir bawahnya dan mulai memejamkan mata, berharap semua akan berlalu dengan segera. Sebulir air mata mulai menuruni pipinya yang tampak pucat.
Deg
Ken tercekat, hatinya sakit saat melihat ekspresi gadis di depannya. Kejadian 5 tahun yang lalu terulang kembali
FLASHBACK
"Kamu iblis berwajah manusia," ucap Erina dengan mata berapi-api menatap Ken yang hanya berjarak beberapa meter di depannya.
"Aku iblis? Bukankah kamu sudah tau sejak awal," ucapnya seraya memainkan jemarinya di depan wajah, tanpa melihat lawan bicaranya.
"Aku tidak peduli jika kamu membunuh orang lain, tapi tidak dengan Yamaken. Dia adikmu, bagaimana mungkin kamu bisa membunuh kembaranmu sendiri? Kalian bahkan berbagi segalanya saat kecil,"
"DIAM !!" Ken menatap Erina dengan garang, "Aku bisa berbagi apapun, tapi tidak dengan wanita. Kamu milikku. Hanya milikku. Dia akan baik-baik saja jika kamu tidak mengacaukanku,"
"Benar, ini salahku. Jadi hukum saja aku, bukan dia,"
"Menghukummu?" Ken menyeringai, "Hukuman apa yang pantas untukmu?"
Ken mendekat Erina bersiap menciumnya tapi Erina memalingkan wajahnya, menolak Ken. Bibir Ken berhenti beberapa cm di depan pipi putih pucat itu. Detik itu juga Ken mengarahkan pistolnya ke pelipis Erina yang langsung membelalakkan matanya.
"Ini hukuman untuk pengkhianat kecil sepertimu"
Erina menggigit bibir bawahnya dan menutup mata. Sebulir cairan bening keluar dari ujung matanya, "Do it,"
FLASHBACK END
"Do it," ucap Aira saat malikat maut bersiap mengambil nyawanya detik itu juga.
Tangan Ken mulai bergetar, kakinya terasa lemas dan membuatnya terjatuh bertumpu lutut. Pistol yang tadi ada di genggamannya sekarang tergeletak beberapa langkah dari mereka berdua.
"Pergi," ucapnya lirih.
Aira membuka matanya dan mendapati Ken yang bersimpuh di depannya. Tampak sangat berbeda dengan beberapa saat yang lalu.
Aira berbalik hendak membuka pintu namun tangannya terhenti di udara. Dia ragu, meninggalkan Ken yang terluka atau menolongnya dari keterpurukan ini.
Akhirnya Aira berbalik lagi dan ikut bersimpuh di hadapan Ken, membawanya ke dalam pelukan.
Puk puk puk...
Aira menepuk punggung kekar itu perlahan, ikut merasakan aura kesedihan yang mendalam. Meskipun ia tidak tahu penyebabnya, yang ia tau sekarang orang di depannya sedang membutuhkan uluran tangannya. Dia membutuhkan bahu untuk bersandar.
*****
"Senang bertemu denganmu," sapa Yamazaki-san, ayah si kembar Kenzo dan Kento kepada calon menantunya.
"Terimakasih untuk waktunya," ucap Aira seraya menunduk takzim.
"Kamilah yang seharusnya berterima kasih padamu. Ken sudah memberitahumu?" Sumari menyela.
Aira menatap Ken sekilas sebelum kembali memandang pasutri itu, "Maaf atas kesalahpahaman Nyonya. Saya tidak sengaja melakukannya,"
"Tak apa," Sumari, ibu Ken tersenyum hangat, "Bagaimana pun juga semuanya sudah diatur. Kamu setuju kan menikah dengan putraku?"
Aira menatap kedua orang tuanya di samping kanan dan kiri, meminta kepastian. Ah, sebenarnya tidak juga, Aira hanya sedang mencari pelarian. Dia bisa memutuskan sendiri, seperti sebelum-sebelumnya. Keputusan mutlak ada di tangannya. Ia belum siap untuk menikah tapi ancaman Ken berhasil membuatnya takut.
"Maaf, saya rasa ini terlalu...," Anita mencoba menyela.
"Saya bersedia," ucap Aira menatap Ken yang duduk di depannya.
Yamaken mengamati ekspresi calon kakak iparnya, tak ada raut ketakutan di wajahnya, 'Bagaimana dia bisa memutuskan secepat itu? ' ucapnya dalam hati.
"Dengan beberapa syarat," lanjutnya kemudian.
"Baiklah, katakan," pinta Yamazaki Tsuguri. Wajahnya yang berkharisma tak menyiratkan ia adalah pembesar gangster di seantero Jepang.
"Aku tidak akan menikah dengan orang yang berbeda keyakinan, itu artinya Ken harus ikut dengan keyakinanku. Menjadi muslim," jelasnya.
Tsuguri, Sumari, Kento dan Naru terkejut dengan permintaan itu. Tapi Ken tampak tidak terganggu sama sekali.
"Bukan masalah. Katakan syarat lainnya" jawab Ken dengan tenang.
"Apapun yang terjadi jangan usik kedua orangtuaku,"
"Ada lagi?" tanya Ken.
Aira menggeleng.
"Baiklah, aku menerima syaratnya," Ken memamerkan deretan gigi putihnya.
Aira bernafas lega untuk saat ini. Dia bisa memastikan keselamatan kedua orang tuanya, tapi perasaan was-wasnya muncul lagi ketika Ken mengeluarkan smirk andalannya.
"Aku juga punya syarat untukmu," ucapnya dengan mengangkat sebelah alisnya.
Aira menggenggam tangannya yang ada di bawah meja, ia merasa takut mendengar hal berbahaya yang mungkin akan Ken ucapkan.
"Lakukan semua yang aku minta, tidak ada penolakan,"
*******
Ja nee
Arigatou minna-san ⚘
Hanazawa Easzy
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 413 Episodes
Comments
Mr.VANO
seru thor
2021-09-14
1
ɴᴀᴜғᴀʟ
bgus👍👍👍
2021-05-30
1
unique94
q balik lg thorrr cz kangen sma babang ken sma dedex aira😊😊bkin susah move on🤗
2021-04-19
1