...Percaya padaku, tidak selamanya debaran jantung yang menggila adalah cinta....
...-Nindya...
...•...
...•...
...•...
...Now playing...
...Yovie & Nuno - Merindu lagi...
...°°°°°...
Satu persatu dari mereka mulai meninggalkan kantin setelah Nindya dan Nana pergi. Walaupun tempat kos mereka
hanya berseberangan dengan sekolah tapi, Nindya sering mengajak Nana pulang lebih awal.
Mereka berdua menyusuri trotoar sambil bernostalgia tentang kejadian tadi pagi dimana rambut Pak Ratno yang hanya sedikit tersingkap karena tertiup angin, memperlihatkan kepala botaknya yang mengkilap saat terkena sinar matahari.
Baru saja mereka berbelok gang, dari arah berlawanan keduanya melihat ada orang yang mengenakan baju compang-camping berlari kearah mereka sambil tertawa keras.
Reflek keduanya berbalik arah dan berlari sekuat tenaga.
"Lari, Mak," suara Nindya terdengar sangat panik.
Sialnya ia terpisah dengan Nana ditambah lagi orang dengan gangguan jiwa tersebut justru mengejar dirinya. Nindya tidak bisa berlari secepat biasanya karena dia baru saja makan sepuluh menit lalu, yang tentu saja membuat perutnya terasa nyeri saat ia berlari.
Nindya berbelok ke sebuah perumahan yang dekat dengan sekolahnya. Selagi berlari ia sesekali menoleh untuk memastikan jaraknya dan orang dengan gangguan jiwa tersebut masih cukup jauh. Dan demi apapun, Nindya yakin hal ini jauh lebih menegangkan daripada naik roalercoaster walaupun ia belum pernah menaiki wahana tersebut.
Tanpa pikir panjang Nindya memutuskan untuk bersembunyi di salah satu rumah yang kebetulan gerbang nya sedikit terbuka. Secepat mungkin ia masuk kehalaman rumah tersebut dan menutup gerbang. Berjongkok dibalik gerbang dekat tanaman sambil mengatur nafas.
Grab!
Seseorang meraih tangannya!
"AAAAAAAAAAAA," teriak Nindya sekencang mungkin, histeris.
Demi apa? Orang yang memegang tanganya ternyata adalah orang dengan gangguan jiwa yang sejak tadi mengejarnya. Nindya merasakan cekalan tangannya kuat sekali seolah dia enggan kehilangan Nindya.
Sang pemilik rumah pun keluar mendengar kegaduhan didepan rumahnya. Dan betapa terkejutnya dia melihat kejadian itu.
"Ngapain kamu?!" Tanyanya setengah berteriak.
"Tante tolongin," selanjutnya terjadilah adegan tarik menarik antara Nindya, sang pemilik rumah serta orang dengan gangguan jiwa yang sejak menemukan Nindya di tempat persembunyiannya tidak berhenti tertawa.
Tiba-tiba..
"Rifan keluar!" suara ibu itu melengking tajam sampai Nindya menjauhkan sedikit kepalanya karena kupingnya terasa sedikit berdengung setelahnya. Remaja lelaki pemilik nama tersebut segera datang mendengar panggilan ibunya. Dengan santainya ia berjalan melewati teras, sedikit berjinjit kemudian melongokkan kepalanya keluar pagar. Sumpah, Nindya ingin sekali menjitak kepalanya tujuh hari tujuh malam melihat ekspresinya selesai melihat keadaan diluar pagar.
"Oh.. I see," merogoh sakunya. Saat benda ajaib itu ia ulurkan keluar gerbang, detik itu juga tangannya yang sedari tadi ditarik dilepaskan dengan sukarela.
Nindya hanya bisa melongo mengetahui Rifan memberikan sejumlah uang.
"Kamu kasih apaan, Fan?" Tanya ibu Rifan berusaha mengatur nafasnya.
"Uang, Ma," dengan sangat santainya ia menjawab pertanyaan ibunya seolah tidak ada yang aneh.
"Kok bisa?" Tanya Nindya sambil meringis memegangi pergelangan tangannya yang sakit.
"Dia orang gila yang biasa minta uang didepan sekolah gua," jawabnya.
"The power of money. Bukan cuma ibu-ibu aja yang doyan tapi, orang gila paham juga, ya?" Ujarnya sambil terkekeh.
Beberapa saat kemudian Nindya yang hendak pamit ditahan mama Rifan. Ia justru dibawa masuk kedalam rumahnya yang lumayan besar. Dengan polosnya Nindya ingin melepas sepatunya namun hal itu justru ditertawakan okeh Rifan.
Takjub. Nindya benar-benar kagum dengan desain interior rumah yang bercat putih itu.
"Duduk dulu sayang, Tante ambilin obat merah," Nindya sendiri bahkan tidak menyadari jika pergelangan tangannya sedikit berdarah.
"Gausah repot-repot, Tante," cegah Nindya.
"Udah gak apa-apa," balas mama Rifan tersenyum ramah.
Sedangkan Rifan berjalan kedapur membawakan minuman dingin untuknya.
Tak lama Mama Rifan datang membawa kotak p3k. Dengan telaten ia membersihkan sedikit darah lalu memplester tangan Nindya setelahnya. Sedangkan Rifan sibuk dengan ponselnya membalas pesan masuk.
"Nah.., udah selesai!" Ucap Mama Rifan begitu selesai memasang dua plester sekaligus.
"Makasih, Tante. Maaf udah bikin ribut dan ngerepotin," kata Nindya sedikit canggung.
"Gak apa-apa sayang, panggil Tante Melna aja. Kamu rumahnya dimana biar dianter sama Rifan. Takutnya ketemu orang gila itu lagi," jelas mama Rifan panjang lebar.
"Gausah, Tante. Tempat kos saya deket dari sini." Tolak Nindya halus.
"Loh kamu kos?"
"Iya, Tante."
"Rifan, kamu anter Nindya, ya?"
"Tante, tahu nama saya?"
"Tuh," sambil menunjuk ke name tag diseragamnya.
Nindya pun berulang kali mengucapkan terimakasih atas pertolongan mereka dan meminta maaf berulang kali karena sudah merepotkan. Rifan yang tidak sabaran meminta Nindya untuk berhenti mengulang kalimatnya jika tak ingin pulang berjalan kaki dari rumahnya menuju tempat kosnya. Sambil menggerutu dalam hati, Nindya pun menerima helm pemberian Rifan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
VANESHA ANDRIANI
hhhhhh the power of money berlaku juga untuk orgil....
2021-05-02
1
Nia♥♡♥
sumpah aku takut banget kalau sama orang gila
2021-04-28
2
Shoey Ahmad
Ngakak pas aku ngayal rambut guru yg tersingkap d tiup angin thor...hahaaaa
2020-12-27
0