...Saat itu aku hanya ingin menyapamu, seorang gadis yang mempunyai senyum sehangat mentari pagi....
...-Deny...
...•...
...•...
...•...
...Now playing...
...Jaz - Dari Mata...
...°°°°°°...
"Tau gak, Nin? Porsi makan lo sama kayak bokap gue. Tapi heran nya, kenapa badan lo segitu-gitu aja ya?" Celetuk Dian sedikit memiringkan kepalanya melihat Nindya yang sibuk mengunyah sejak pesannya sampai. Ia hanya tidak paham rumus tentang perbedaan berat badan mereka berdua. Padahal kalau diamati porsi makan Dian tidak ada setengah dari porsi makan Nindya.
Sendok Nindya menggantung di udara mendengar pernyataan Dian. Ia pun memilih meletakkan sendoknya lalu menatap Dian penuh perhatian. "Lo mau ngatain gue cacingan gitu?"
"Ya kan kita gak tahu, Nin. Lo udah coba USG belum? Siapa tahu ada semacam kerajaan gitu didalem perut lo itu!" Jeda Tari ikut berkomentar. "Apa mau gue beliin obat cacing?"
"Udah-udah, jangan suka ngajak orang yang lagi makan ngobrol." Nana menyela, membela Nindya yang jadi bahan candaan mereka.
"Hemmm..., anak kesayangan." Rita menyahut, tidak terima ketika Nana membela Nindya saat mereka sedang mengoloknya.
Ervan yang datang bersama teman segerombolannya mulai mengedarkan pandangannya begitu memasuki area kantin. Mencari keberadaan Rita yang sebelumnya mengatakan ia akan menunggunya di kantin.
"Mau makan dulu?" Tanya Ervan mendatangi Rita.
Menggeleng, "gak. Kita lagi nemenin Nindya makan," sahut Rita.
"Apaan sih, yang makan bukan cuma gua doang." Bantah Nindya.
"Pulang sekarang apa nanti?" Ervan hanya tersenyum menanggapi pembelaan Nindya. Ia yakin Nindya sedang menjadi bulan-bulanan para sahabatnya.
"Pulang aja deh. Nungguin Nindya makan bakal lama selesainya."
Sementara itu, berjarak beberapa meja yang tak jauh dari tempat ia duduk, Deny terus memperhatikan Nindya. Setelah Nindya dan Tari menyelesaikan makannya, mereka berdua berjalan menuju kasir untuk membayar pesanan mereka. Namun, belum sempat Nindya mengeluarkan uang dari sakunya tiba-tiba ada sebuah tangan entah milik siapa yang menydorkan uang pecahan seratus ribu pada penjaga kantin sambil berucap, "sekalian aja buk sama punya saya," ucap Deny.
Nindya menoleh, alisnya saling bertaut mendengar pernyataan Deny. "Lo bayarin punya gue?" Tanya Nindya memastikan. Menunjuk dirinya sendiri.
"Iya." Jawab Deny singkat.
"Oh.., kalau gitu sekalian aja sama punya temen-temen gue. Jangan setengah-setengah kalo nyari pahala!"
Deny menatap kedua bola mata Nindya selama beberapa detik mendengar petuah bijaknya itu, "ya udah. Sekalian sama punya mereka, Bu."
"Totalnya semua jadi 75.000 mas Deny," jelas bu Siti penjaga kantin.
"Wah makasih ya, Deny." kompak teman-teman Nindya mengucapkannya serentak seperti paduan suara. Berkat Tari, mereka tidak perlu menginterogasi Nindya untuk menanyakan apa yang terjadi didepan meja kasir antara Nindya dengan murid tertampan angkatan mereka.
"Jangan sungkan bagi-bagi rejeki sama kita," canda Nindya menyenggol lengan Deny sebelum meninggalkannya seorang diri. Terpaku ditempatnya melihat senyum Nindya yang sehangat mentari.
Deg!
Muka Deny sedikit memerah tanpa ada yang menyadari perubahan tersebut.
"Wadidaw..daw..daw..daw..., gua yakin nih besok bakal tersebar berita kalo cowok terganteng lagi..." belum sempat Appe menyelesaikan kalimatnya, Deny sudah lebih dulu memotong ucapannya.
"Apaan sih, cuma bayarin makan doang."
"Masih jomblo kan dia? ntar giliran udah dideketin taunya punya pacar!" Septian melirik teman-temannya. "Jangan sampe temen gue di ghosting."
"Waktu itu gue sama Ervan pernah liat dia jalan sama mantannya," sahut Danang.
"Gagal move on rupanya." Appe berujar lesu.
"Pepet terus, Den, udah mantan ini." Rendy menepuk pundak Deny berulang kali, menyemangati sahabatnya yang tampak kecewa mendengar cerita Danang.
"Tuh anak sebenarnya gak cantik tapi, gue akuin dia manis. Sayang aja dia gak ada jaim-jaimnya jadi cewek." Septian berpendapat. Itulah kesimpulannya setelah melihat porsi makan Nindya beberapa saat lalu.
"Lo udah punya pacar masih aja ngelirik, Sep.. Sep! Kasih kesempatan buat jomblo napa!" Melirik kearah Deny.
Deny yang sedari tadi digoda memilih acuh, menyibukkan diri dengan kamera ditangannya. .Deny sendiri tak tahu apakah ia benar-benar tertarik atau sekedar penasaran saja. Ia tidak mau terlalu cepat menyimpulkan perasaannya sendiri. Walaupun baginya, Nindya memang unik dengan sikapnya yang sedikit sembrono.
"Gue duluan ya!" Deny beranjak dari tempat duduknya, meninggalkan teman-temannya yang masih belum merubah topik pembicaraan mereka dari seorang Nindya.
"Mau kemana, Den?" Tanya Rendy.
"Balik."
"Ya udah, buruan, siapa tahu masih ketemu sama Nindya di gerbang," mereka kompak tertawa mendengar Appe terus menggoda Deny.
Sampai di tempat parkir. Ia menyalakan mesin motornya, meninggalkan area sekolahan. Dan tepat seperti perkataan Appe, dia menemukan Nindya masih menyusuri koridor. Berjalan bersisihan dengan Nana.
...*****...
...Cek work terbaru aku yuk judulnya SOMEDAY...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
Ratna Kurniati
bolm yKin entar giliran nindya ma orang lain sakit hati
2020-11-14
1
Arianti Wijaya
berasa kaya ABG lagi nih 😁
2020-10-13
2
Arnieta Acika Marsa
jdi inget masa sma d selingkuin pula ma sahat sendiri...
2020-10-08
1