Bab 18 Jumpa Mama

Detikan jam dinding selalu Vara pantau dalam dua jam terakhir ini. Terkadang Vara merasa laju jam dinding begitu lama. Tanpa Vara sadari dia sudah terlalu lama menghitung waktu.

Vara menghembuskan napas panjang. Entah sudah berapa kali dia melakukannya dalam dua jam terakhir. Siapa pun orang yang melihatnya pasti curiga bahwa Vara memiliki beban hidup hingga membuat Vara tampak sangat tertekan.

Dua jam yang lalu dia bersama kedua temannya menyelesaikan sesi belanja mereka dengan membawa pulang beberapa potong pakaian. Dari mereka bertiga hanya Vara yang banyak membeli pakaian. Tentu saja, dia bukan hanya membeli untuknya sendiri, melainkan untuk suaminya juga. Bukankah Vara cukup berbakti kepada suaminya?

Agam yang baru selesai mengerjakan tugasnya sebagai dosen baru bisa bergabung bersama Vara di tempat tidur. Lelaki itu memindai istrinya yang tampak dirundung masalah. Namun, Agam tidak akan memaksa Vara untuk bercerita.

"Tidur sekarang?" tanya Agam dengan lembut.

Jam dinding sudah menunjukkan angka sepuluh lebih delapan. Mungkin saja Vara sudah mengantuk, atau mungkin saja Vara merasa bosan karena menunggunya terlalu lama. Bisa jadi beberapa alasan itulah yang membuat Vara seperti orang yang sedang memikul beban berat.

Tanpa banyak bicara, Vara merebahkan dirinya di ranjang yang kemudian diikuti oleh suaminya. Dalam menuju tidurnya, Vara masih memikirkan ucapan Dari tadi. Itulah yang membuat Vara tidak tenang.

Vara memutuskan untuk berbalik, tidak lagi  membelakangi Agam. Dia lantas memeluk suaminya yang tampak sudah memejamkan matanya. Meskipun demikian, Agam sama sekali belum tertidur.

"Ada apa? Mau cerita?"

Demi menenangkan hati Vara, laki-laki itu memeluk Vara, kemudian mengecup pelan pipi istrinya.

"Aku gak bisa tidur, Mas."

"Ya, kenapa kamu gak bisa tidur?"

Vara menggeleng pelan. "Gak tau, Mas. Aku juga bingung."

"Tutup mata kamu, jangan lupa baca doa."

"Udah, Mas. Tetep aja gak bisa."

"Bisa. Kamu harus tenangkan diri kamu, rileks, nanti juga bisa tidur."

"Mas sendiri kenapa belum tidur?"

"Aku? Bukannya aku bisa tidur setelah kamu tidur?"

"Yah, kalau aku gak bisa tidur sama sekali berarti Mas juga gak bisa tidur dong?"

"Iya, makanya kamu tidur. Kita tidur sama-sama ya. Kita butuh istirahat, apalagi kita sudah seharian beraktivitas."

"Mas."

"Hm?"

"Besok Mas libur gak?"

"Besok aku ada jadwal mengajar pagi. Kenapa?"

"Aku mau minta anterin ke rumah mama."

"Kamu gak ngampus?"

"Besok libur, Mas."

"Sungguh mau ke rumah mama?"

"Iya, boleh ya?"

"Besok aku antar."

"Katanya tadi Mas ada jadwal ngajar pagi."

"Ya, memang."

"Aku mau ke rumah mama jam sembilan. Soalnya aku gak mau kena macet di jalan."

"Jam sembilan waktunya aku mengajar."

"Ya udah, aku berangkat sendiri aja."

"Gak keberatan?"

"Gak dong. Udah biasa dulu berangkat dan pulang sendiri."

"Nanti selesai mengajar aku jemput kamu."

"Jangan ah. Jemput aku kalau aku minta pulang aja. Aku mau lama di rumah mama."

"Nanti aku mampir ke sana, kita pulang ke rumah kalau kamu sudah ingin pulang."

"Nah, kalau gitu gak masalah."

Sekali lagi Agam mengecup pipi Vara. Tindakan kecil itu menunjukkan betapa sayangnya dia kepada Vara.

"Sekarang kamu tidur ya, sudah malam," ucapnya lembut.

Bagaimana pun juga Agam tidak mau terkesan memaksa Vara. Meskipun hanya sekadar ajakan tidur. Dia sudah banyak belajar kalau Vara paling tidak suka dipaksa. Sebagai gantinya Vara akan menurut kalau kita memberinya pengertian dengan cara yang lembut.

***

"Makasih, Bang."

"Sama-sama, Mbak."

Tukang ojek online tersebut lantas pergi setelah Vara menyerahkan uang dua puluh ribuan kepadanya.

Vara berjalan sempoyongan menuju rumah orang tuanya lantaran merasa lemas setelah diajak kebut-kebutan oleh tukang ojek online tadi. Sebenarnya itu permintaan Vara sendiri, tapi Vara tak menyangka hasilnya bisa membuat dia sempoyongan seperti sekarang, untung saja mereka bisa selamat sampai tujuan, beruntung juga karena mereka tidak menemui polisi lalu lintas. Vara tidak bisa membayangkan kalau dirinya akan ditilang karena ketahuan kebut-kebutan. Mungkin nantinya Agam tidak akan mengizinkannya naik ojek online lagi.

"Assalamualaikum, Mama! Papa! Cintaku!"

Vara berjalan cepat, lupa kalau sebenarnya tadi sempat sempoyongan. Dia langsung menuju kamar mamanya, biasanya papanya masih bekerja dijam seperti ini. Tapi siapa yang tahu kalau mama dan papanya sedang memproduksi adik untuknya.

"Halo!"

Ketika pintu kamar mamanya terbuka, yang Vara dapati hanya kondisi kosong saja. Itu artinya mamanya tidak berada di dalam kamarnya. Aha! Mungkin mamanya ada di taman samping. Meskipun tidak begitu menyukai bunga, namun mamanya mempunyai kebiasaan unik yaitu sering duduk bersantai di halaman samping sekadar untuk memandangi bunga-bunga milik tetangganya. Oke, Vara tahu kalau mamanya cukup aneh. Meskipun demikian, Inge tetaplah mamanya. Vara tidak mau mamanya diganti dengan yang lain, meskipun Inge begitu jahat padanya.

"Mama!"

Inge terlonjak kaget begitu membuka pintu samping rumahnya, dia mendapati putri semata wayangnya sedang tersenyum senang lantaran berhasil membuat kaget mamanya. Untung saja dia hanya memproduksi satu anak di dunia ini, kalau tidak mungkin Inge akan berpikir untuk membuang satu anaknya ke lautan sana.

"Mau jadi anak piatu? Malau mama jantungan gimana?"

"Eh, saru."

"Kamu tuh gak ilang juga kebiasaan jailnya. Mama takut kalau kamu suka jahil sama suami sendiri."

"Aman kok, Ma." Vara tertawa terbahak-bahak.

"Ngapain kamu ke sini?" tanya Inge galak.

Rasanya Inge ingin memasukkan kembali Vara ke rahimnya, saking kesalnya dia dengan tingkah Vara.

"Kangenlah. Masa anak sendiri pulang ke rumah gak boleh? Padahal papa sering hubungin aku. Cuma Baginda Ibu Ratu aja yang lupa sama anak."

"Halah, anak kayak kamu ini buat apa dikangenin. Sekalinya kangen, bikin rusuh aja."

"Sedih nih aku."

"Gak usah drama. Mana suami kamu?"

"Di kampus. Masih ngajar. Kan suami aku rajin."

"Kamu ke sini naik apa?"

"Ojek online."

"Kamu sengaja datang pagi?"

"Ho'oh."

"Suami kamu udah kamu urus belum? Kamu siapin sarapannya, baju kerjanya."

"Udah beres semua, Mamaku. Kenapa sih Mama nanyain mulu suami aku. Anaknya kek ditanyain kabarnya."

"Mama udah liat sendiri kamu gimana. Sehat gitu kok. Bisa bikin Mamanya hampir jantungan."

Vara menyengir lebar. "Maaf," ungkapnya.

Inge mendengus kesal. "Udah makan belum? Jangan biasain suami makan sendiri. Meskipun belum lapar, suami tetep harus ditemenin."

"Udah kok. Aku makan sepiring berdua sama suami aku."

Mata Inge sontak melotot. "Kamu gak punya beras? Berasnya habis atau gimana? Kenapa makan bisa sepiring berdua gitu?"

"Ihh, Mama kayak gak pernah muda aja sih. Aku kan masih tergolong pengantin baru. Jadi, masih pengen manja-manja gitu."

"Bohong. Kamu itu bukan lagi pengantin baru."

"Ih, gak percaya."

"Kamu kan memang keliatan orang yang gak bisa dipercaya."

"Astagfirullah, Mama."

"Masuk sana, mau sampai kapan kita ngobrol di pintu kayak gini? Bentar lagi Sasa datang. Tugas kamu temenin dia."

"Tapi aku tiba-tiba lapar. Pengen makan masakan Mama lagi."

"Ya udah makan. Jangan sampai kelaparan."

Vara tersenyum senang. Meskipun mamanya ketus dalam berucap, Vara tahu kalau mamanya masih begitu perhatian padanya.

"Oh, ya. Nanti suami kamu ke sini gak?"

"Ya, kan mau jemput aku."

"Jangan. Kalian menginap saja. Papa katanya pengen ngobrol sama Agam."

Vara menahan senyumannya kala mengetahui kalau mamanya berbohong.

"Apa susahnya sih jujur, bilang kek kalau masih kangen, pura-pura bawa papa segala," gumam Vara sambil terkikik geli.

Terpopuler

Comments

kang komen:(:

kang komen:(:

typo thor malau (kalau) kali ini beneran gak kayak kemaren

2021-02-02

2

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 Kejelekan Agam
2 Bab 2 Syarat
3 Bab 3 Makan Bersama
4 Bab 4 Dipingit
5 Bab 5 Mama Nangis
6 Bab 6 Kado Sasa
7 Bab 7 Foto Sakura
8 Bab 8 Kerja dan Bulan Madu
9 Bab 9 Geger
10 Bab 10 Canggung
11 Bab 11 Suami Gue
12 Bab 12 Publikasi
13 Bab 13 Shock!
14 Bab 14 Ngeri
15 Bab 15 Berat Ini Mah
16 Bab 16 Undangan
17 Bab 17 Shoping
18 Bab 18 Jumpa Mama
19 Bab 19 Ribut
20 Bab 20 Pasar Malam Dulu
21 Bab 21 Mas Agam...
22 Bab 22 Pacar Pak Agam
23 Bab 23 Rencana Pak Gandhi
24 Bab 24 Sabar, Vara
25 Bab 25 Kebaikan Kita Berdua
26 Bab 26 Istri Kedua Agam
27 Bab 27 Menurut Agam
28 Bab 28 Jujur, Mas
29 Bab 29 Gak Pernah
30 Bab 30 Akibat Kesiangan
31 Bab 31 Alasan Ngawur
32 Bab 32 Tercyduk
33 Bab 33 Menantu Papa
34 Bab 34 Belanja Dulu
35 Bab 35 Badai
36 Bab 36 Siapa Gue
37 Bab 37 Masalah dan Bobot Tubuh
38 Bab 38 Perceraian
39 Bab 39 Istri Agam
40 Bab 40 Genderuwo
41 Bab 41 Gugup
42 Bab 42 Modusnya Agam
43 Bab 43 Aku Pulang Sekarang
44 Bab 44 Sakit
45 Bab 45 Halim ya?
46 Bab 46 Telat Datang Bulan
47 Bab 47 Dear, Para Suami
48 Bab 48 Ultah Papa
49 Bab 49 Maunya Vara
50 Bab 50 On The Way
51 Bab 51 Vara Cucu Nenek
52 Bab 52 Pernikahan Vara
53 Bab 53 Reza Emosi!
54 Bab 54 Suami Ganteng
55 Bab 55 Suami Unik Suami Istimewa
56 Bab 56 Status
57 Bab 57 Insiden
58 Bab 58 Berdarah-darah
59 Bab 59 Kabar buruk
60 Bab 60 Tasyila
61 Bab 61 Tamu
62 Bab 62 Gangguan Jiwa
63 Bab 63 Perpustakaan Ajang Tinju
64 Bab 64 Insiden Lagi
65 Bab 65 Kesedihan Mendalam
66 Bab 66 Sesak di Dada
67 Bab 67 Mak Comblang
68 Bab 68 Si Kerdil
69 Bab 69 Cantik Siapa?!
70 Bab 70 Cemburu Boleh?
71 Bab 71 Agam Hilang
72 Bab 72 Cerita di Toko Pakaian
73 Bab 73 Dikuasai Emosi
74 Bab 74 Aksi Diam-diaman
75 Bab 75 Bukan Kamu!
76 Bab 76 Telepon
77 Bab 77 Agam Masak Dulu Ya
78 Bab 78 Taman Kuy
79 Bab 79 Dipanggil
80 Bab 80 Diadili
81 Bab 81 Bertubi-tubi
82 Bab 82 Gak Boleh Tau
83 Bab 83 Hasilnya
84 Bab 84 Tolong Saya
85 Bab Tak Sabar Rapat
86 Bab 86 Abiyan Klarifikasi
87 Bab 87 Drama Kampus
88 Bab 88 Menyayangi
89 Bab 89 Kelulusan
90 Bab 90 Happy
Episodes

Updated 90 Episodes

1
Bab 1 Kejelekan Agam
2
Bab 2 Syarat
3
Bab 3 Makan Bersama
4
Bab 4 Dipingit
5
Bab 5 Mama Nangis
6
Bab 6 Kado Sasa
7
Bab 7 Foto Sakura
8
Bab 8 Kerja dan Bulan Madu
9
Bab 9 Geger
10
Bab 10 Canggung
11
Bab 11 Suami Gue
12
Bab 12 Publikasi
13
Bab 13 Shock!
14
Bab 14 Ngeri
15
Bab 15 Berat Ini Mah
16
Bab 16 Undangan
17
Bab 17 Shoping
18
Bab 18 Jumpa Mama
19
Bab 19 Ribut
20
Bab 20 Pasar Malam Dulu
21
Bab 21 Mas Agam...
22
Bab 22 Pacar Pak Agam
23
Bab 23 Rencana Pak Gandhi
24
Bab 24 Sabar, Vara
25
Bab 25 Kebaikan Kita Berdua
26
Bab 26 Istri Kedua Agam
27
Bab 27 Menurut Agam
28
Bab 28 Jujur, Mas
29
Bab 29 Gak Pernah
30
Bab 30 Akibat Kesiangan
31
Bab 31 Alasan Ngawur
32
Bab 32 Tercyduk
33
Bab 33 Menantu Papa
34
Bab 34 Belanja Dulu
35
Bab 35 Badai
36
Bab 36 Siapa Gue
37
Bab 37 Masalah dan Bobot Tubuh
38
Bab 38 Perceraian
39
Bab 39 Istri Agam
40
Bab 40 Genderuwo
41
Bab 41 Gugup
42
Bab 42 Modusnya Agam
43
Bab 43 Aku Pulang Sekarang
44
Bab 44 Sakit
45
Bab 45 Halim ya?
46
Bab 46 Telat Datang Bulan
47
Bab 47 Dear, Para Suami
48
Bab 48 Ultah Papa
49
Bab 49 Maunya Vara
50
Bab 50 On The Way
51
Bab 51 Vara Cucu Nenek
52
Bab 52 Pernikahan Vara
53
Bab 53 Reza Emosi!
54
Bab 54 Suami Ganteng
55
Bab 55 Suami Unik Suami Istimewa
56
Bab 56 Status
57
Bab 57 Insiden
58
Bab 58 Berdarah-darah
59
Bab 59 Kabar buruk
60
Bab 60 Tasyila
61
Bab 61 Tamu
62
Bab 62 Gangguan Jiwa
63
Bab 63 Perpustakaan Ajang Tinju
64
Bab 64 Insiden Lagi
65
Bab 65 Kesedihan Mendalam
66
Bab 66 Sesak di Dada
67
Bab 67 Mak Comblang
68
Bab 68 Si Kerdil
69
Bab 69 Cantik Siapa?!
70
Bab 70 Cemburu Boleh?
71
Bab 71 Agam Hilang
72
Bab 72 Cerita di Toko Pakaian
73
Bab 73 Dikuasai Emosi
74
Bab 74 Aksi Diam-diaman
75
Bab 75 Bukan Kamu!
76
Bab 76 Telepon
77
Bab 77 Agam Masak Dulu Ya
78
Bab 78 Taman Kuy
79
Bab 79 Dipanggil
80
Bab 80 Diadili
81
Bab 81 Bertubi-tubi
82
Bab 82 Gak Boleh Tau
83
Bab 83 Hasilnya
84
Bab 84 Tolong Saya
85
Bab Tak Sabar Rapat
86
Bab 86 Abiyan Klarifikasi
87
Bab 87 Drama Kampus
88
Bab 88 Menyayangi
89
Bab 89 Kelulusan
90
Bab 90 Happy

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!