Bab 6 Kado Sasa

"Sah!"

"Alhamdulilah."

Vara menunduk ketika seruan kata sah bergema di telinganya. Mulai detik ini Vara berstatus sebagai seorang istri. Detik ini juga Vara memiliki tugas baru dalam biduk rumah tangganya.

"Vara, salam sama suami kamu," bisik Inge.

Inge yang sejak awal duduk di belakang tubuhnya tak henti-hentinya berdoa demi kelancaran akad nikah anak semata wayangnya itu. Kini dia merasa lega, tugasnya sebagai seorang ibu akan berkurang. Mulai saat ini tanggung jawab Vara beralih kepada suaminya.

Tangan Agam terulur di depannya, Vara lantas menyambutnya. Seruan heboh bermunculan ketika Vara mencium punggung tangan suaminya. Kini laki-laki itu sudah sah menjadi suaminya. Kehebohan tak berhenti setelahnya, justru semakin heboh ketika Agam tiba-tiba saja mencium kening Vara.

"Haduh, pengantin pria sudah tidak sabar," celetuk penghulu yang masih berada di depan pengantin.

Sontak saja pipi Vara bertambah merah mendengar godaan penghulu, begitu juga Inge yang justru terbahak dengan tidak anggun. Hal lain justru dia dapatkan dari suaminya. Laki-laki itu justru menatapnya dengan senyuman lembut, seperti tidak terganggu dengan godaan sekitar.

"Kenapa?" bisik Vara. 

Masalahnya Vara merasa malu jika diperhatikan terlalu lama. Dia bahkan sempat berpikir kalau mungkin saja riasan wajahnya rusak karena sempat menangis setelah akad nikah diucapkan.

Respon Agam menggeleng samar, laki-laki itu kembali menghadap penghulu yang mengajaknya berbicara, sementara itu tangan kirinya meraih tangan kanan Vara dan menggenggamnya saat itu juga. Hal itu membuat Vara semakin merasa gugup. Pasalnya sebelum menikah dengan Agam, Vara jarang sekali bersentuhan seperti ini. Hanya disaat-saat tersentu ketika mereka berdua khilaf.

Setelah selesai dengan sungkem kepada orang tua, Vara dan Agam menuju bangku pelaminan. Hari ini mereka akan menyambut kedatangan tamu yang memang sengaja tidak banyak diundang. Dari sekian banyaknya tamu undangan, Vara tidak menemukan keberadaan teman-temannya. Satu kesimpulannya, mereka tidak datang.

"Kenapa?"

Vara menoleh, menjawab pelan, "Kenapa apanya?"

"Muka kamu kelihatan sedih."

"Temanku gak ada yang datang."

Agam mengernyit. "Kamu memang tidak mengundang mereka."

"Secara langsung memang gak, tapi aku undang mereka secara gak langsung. Aku bilang kalau mereka boleh datang ke acara ini."

"Dan kamu gak jelaskan acara seperti apa?"

Vara menggeleng pelan.

"Kamu mau menginap di kamar kamu atau kita pergi ke hotel?"

"Di kamar aja, aku capek, Mas."

"Oke, berarti nanti kita langsung ke kamar saja."

Vara mengangguk.

***

"Kak Vara!"

Vara dan Agam berhenti di awal tangga saat seorang gadis kecil berlari ke arah mereka dengan kado besar di dekapannya.

"Siapa?" tanya Agam kepada Vara.

"Sasa, Mas. Anak tetangga sebelah. Lumayan dekat dengan aku."

Agam mengangguk-angguk.

Sasa menyodorkan kado di dekapannya kepada Vara, langsung saja Vara terima. Kemudian, kado itu beralih ke tangan Agam.

"Kadonya dari Sasa ya?"

Sasa mengangguk lucu. "Iya, kata bunda kadonya dibeli pake uang jajan Sasa."

"Oh, ya, masa sih?"

"Sasa gak bohong kok."

"Iya deh, percaya kok."

"Selamat menem... menpuh, eh, tadi apa ya? Sasa lupa," ucap gadis kecil itu.

Sontak saja Vara dan Agam tertawa kala gadis kecil itu melupakan kalimat yang pastinya sudah dihapalkan lebih dulu.

"Sasa mau bilang apa sama Kak Vara?"

"Tadi bunda ngajarin Sasa bilang sesuatu buat Kak Vara, tapi Sasa lupa."

"Kok bisa lupa?"

"Panjang banget, Sasa jadinya lupa."

"Terus yang Sasa ingat apa? Masa satu pun gak ingat?"

"Bunda bilang semoga bahagia."

"Ya ampun, terima kasih, Sasa. Bundanya Sasa ke mana? Kok Sasa sendirian?"

"Bunda lagi makan sama ayah. Sasa disuruh ke sini, bawa kado itu," ungkapnya dengan ekspresi kesal, "kadonya berat."

"Masa sih?"

"Iya, berat kok. Berat kan, Om?"

Vara tertawa kencang begitu mendengar panggilan Sasa untuk Agam. Respon lain justru berkebalikan dari Agam. Laki-laki itu terlihat kurang senang dengan panggilan Sasa.

"Jangan panggil om, dong," ucap Agam.

"Kenapa?" tanya Sasa.

"Nanti gak cocok kalo dipanggil om."

"Terus dipanggil apa dong?"

"Panggil kakak aja ya? Supaya samaan."

"Samaan dengan siapa?"

"Kak Vara."

"Oh gitu toh." Sasa mengangguk-angguk.

"Pahamkan?"

"Iya, Kak Agam."

"Nah, pintar!"

"Sasa, Kak Vara mau tau kadonya isi apa?" tanya Vara tiba-tiba, "Sasa tau gak?"

Sasa menganggukan kepalanya. "Tau kok. Kan Sasa yang bungkusin sendiri."

Vara memicingkan matanya, menatap tak percaya. "Masa sih? Sasa bisa bungkusin sendiri?"

"Iya, bisa kok."

"Bungkusin sendiri? Gak ada yang bantuin?"

"Gak ada kok."

"Emangnya bundanya Sasa gak bantuin?"

"Enggak kok."

"Kak Vara gak percaya, beneran Sasa bisa bungkusin sendiri tanpa bantuan bunda?"

"Beneran. Bunda kan kemarin masih kerja."

"Jadi, bungkus sendiri?"

Sasa mengangguk lagi. "Iya, sendiri."

"Gak ada yang bantuin?"

"Gak ada. Cuma ayah yang bantuin."

Vara sontak mendelik kesal. Memang susah ngobrol dengan anak kecil.

"Terus isinya apa? Tau gak?"

"Tau. Tapi kata ayah jangan bilang Kak Vara."

"Lah, kok gitu?"

"Kan rahasia."

"Kalo bilang sama Kak Agam gimana, boleh?" tanya Agam. Kini dia mencoba peruntungannya.

Sasa mengangguk, lalu menjawab, "Boleh. Tapi janji ya jangan bilang Kak Vara. Soalnya Sasa udah janji sama ayah gak boleh kasih tau Kak Vara."

Konspirasi! Vara tak terima jika dirinya dipermainkan oleh anak kecil bau ingus ini.

"Sini, Kak Agam, Sasa bisikin. Supaya Kak Vara gak dengar."

***

Selesai makan malam pasangan pengantin baru itu menuju ke dalam kamar. Kemudian, mereka bergantian masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri sekaligus untuk mengambil wudhu dan salat isya berjamaah.

Vara merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Dia melirik suaminya yang sedang menerima panggilan telepon. Dirasa suaminya masih lama dengan urusannya, Vara meraih ponselnya dan mulai berselancar di media sosialnya.

"Pengen upload foto, tapi takut yang lain geger."

"Apa?"

Vara menoleh, rupanya Agam sudah selesai menelepon temannya. Dia sedikit bergeser supaya Agam bisa bergabung dengannya di ranjang.

"Tadi siapa yang nelepon?"

"Wafiq."

"Wafiq itu nama perempuan bukan?"

"Iya. Dia adiknya Bima."

"Mau ngapain? Kalian akrab?"

"Jelas dong. Wafiq kan adiknya Bima."

Vara mengernyit. "Kenapa memangnya kalau dia adiknya Pak Bima?"

"Kamu gak cemburu sama anak kecilkan, Vara?"

"Anak kecil?"

"Wafiq itu anak kecil yang usianya delapan tahun."

"Eh, masa? Pak Bima punya adik kecil umur delapan tahun?"

"Iya, tadi dia telepon pake hp Bima. Karena memang dia belum punya hp."

"Wafiq bilang apa?"

Agam tertawa mengingat obrolannya dengan Wafiq. "Dia marah karena Bima gak ngajak dia ke acara pernikahan kita."

"Kenapa? Gak boleh?"

"Wafiq kan harus sekolah, Vara."

"Tapikan sore hari bisa."

"Bima datang dari pagi, kalau kamu lupa."

"Oh, iya."

Agam mengusap puncak kepala Vara. "Tadi kamu bilang apa?"

"Kapan?"

"Saat aku lagi teleponan."

"Oh, itu. Aku pengen upload foto kita. Tapi aku takut teman-temanku jantungan."

"Apa gak sebaiknya kamu jujur sama teman-teman kamu?"

"Nanti deh, untuk sekarang aku mau fokus ke suamiku dulu."

Agam tergelak mendengarnya. 

"Eh, besok aku harus ke kampus."

"Buat apa?"

"Izin lagilah. Kan kita mau bulan madu."

"Kamu terlalu banyak izin."

"Ya terus gimana dong? Masa aku harus bolos?"

"Tenang, aku dapat info dari Bima kalau besok hingga dua minggu ke depan kelas kamu kuliah online di rumah."

"Lho, kok bisa?"

"Kamu sudah cek grub kelas?"

"Belum."

"Katanya ruangan kelas kamu dipakai untuk keperluan akreditasi. Aku juga kurang paham, yang jelas kelas kamu diliburkan dari kampus."

"Wih, mantap."

"Senang?"

"Banget. Kuliah sambil bulan madu. Gimana rasanya ya?"

"Besok kita coba."

Vara mengangguk setuju. Tiba-tiba dia teringat Sasa. "Tadi Sasa bisikin apa?"

"Sepatu sekolah."

"Maksudnya?"

"Sasa bilang kadonya sepatu sekolah."

"Lah, kok sepatu sekolah? Sasa bohong atau gimana sih?"

"Menurutku Sasa gak tau isi kadonya, mungkin ayahnya bohong. Coba kamu pikirkan, gak mungkin ayahnya kasih kado sepatu sekolah. Pasti kadonya ada hubungannya dengan keperluan pengantin baru."

Vara tertawa terbahak-bahak mengingat Sasa yang dibohongi ayahnya.

"Kamu sudah buka kadonya?"

"Belum. Kita buka sekarang yuk."

Terpopuler

Comments

Christina Hartini

Christina Hartini

kocak😀😀😀😀😀🤭

2022-05-04

0

ⓘ ⓝ ⓐ ⓨ

ⓘ ⓝ ⓐ ⓨ

lha.. bocah polos..🤣🤣🤣

2021-05-27

0

Becky D'lafonte

Becky D'lafonte

dikerjain bocah 🤣🤣🤣

2021-05-03

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 Kejelekan Agam
2 Bab 2 Syarat
3 Bab 3 Makan Bersama
4 Bab 4 Dipingit
5 Bab 5 Mama Nangis
6 Bab 6 Kado Sasa
7 Bab 7 Foto Sakura
8 Bab 8 Kerja dan Bulan Madu
9 Bab 9 Geger
10 Bab 10 Canggung
11 Bab 11 Suami Gue
12 Bab 12 Publikasi
13 Bab 13 Shock!
14 Bab 14 Ngeri
15 Bab 15 Berat Ini Mah
16 Bab 16 Undangan
17 Bab 17 Shoping
18 Bab 18 Jumpa Mama
19 Bab 19 Ribut
20 Bab 20 Pasar Malam Dulu
21 Bab 21 Mas Agam...
22 Bab 22 Pacar Pak Agam
23 Bab 23 Rencana Pak Gandhi
24 Bab 24 Sabar, Vara
25 Bab 25 Kebaikan Kita Berdua
26 Bab 26 Istri Kedua Agam
27 Bab 27 Menurut Agam
28 Bab 28 Jujur, Mas
29 Bab 29 Gak Pernah
30 Bab 30 Akibat Kesiangan
31 Bab 31 Alasan Ngawur
32 Bab 32 Tercyduk
33 Bab 33 Menantu Papa
34 Bab 34 Belanja Dulu
35 Bab 35 Badai
36 Bab 36 Siapa Gue
37 Bab 37 Masalah dan Bobot Tubuh
38 Bab 38 Perceraian
39 Bab 39 Istri Agam
40 Bab 40 Genderuwo
41 Bab 41 Gugup
42 Bab 42 Modusnya Agam
43 Bab 43 Aku Pulang Sekarang
44 Bab 44 Sakit
45 Bab 45 Halim ya?
46 Bab 46 Telat Datang Bulan
47 Bab 47 Dear, Para Suami
48 Bab 48 Ultah Papa
49 Bab 49 Maunya Vara
50 Bab 50 On The Way
51 Bab 51 Vara Cucu Nenek
52 Bab 52 Pernikahan Vara
53 Bab 53 Reza Emosi!
54 Bab 54 Suami Ganteng
55 Bab 55 Suami Unik Suami Istimewa
56 Bab 56 Status
57 Bab 57 Insiden
58 Bab 58 Berdarah-darah
59 Bab 59 Kabar buruk
60 Bab 60 Tasyila
61 Bab 61 Tamu
62 Bab 62 Gangguan Jiwa
63 Bab 63 Perpustakaan Ajang Tinju
64 Bab 64 Insiden Lagi
65 Bab 65 Kesedihan Mendalam
66 Bab 66 Sesak di Dada
67 Bab 67 Mak Comblang
68 Bab 68 Si Kerdil
69 Bab 69 Cantik Siapa?!
70 Bab 70 Cemburu Boleh?
71 Bab 71 Agam Hilang
72 Bab 72 Cerita di Toko Pakaian
73 Bab 73 Dikuasai Emosi
74 Bab 74 Aksi Diam-diaman
75 Bab 75 Bukan Kamu!
76 Bab 76 Telepon
77 Bab 77 Agam Masak Dulu Ya
78 Bab 78 Taman Kuy
79 Bab 79 Dipanggil
80 Bab 80 Diadili
81 Bab 81 Bertubi-tubi
82 Bab 82 Gak Boleh Tau
83 Bab 83 Hasilnya
84 Bab 84 Tolong Saya
85 Bab Tak Sabar Rapat
86 Bab 86 Abiyan Klarifikasi
87 Bab 87 Drama Kampus
88 Bab 88 Menyayangi
89 Bab 89 Kelulusan
90 Bab 90 Happy
Episodes

Updated 90 Episodes

1
Bab 1 Kejelekan Agam
2
Bab 2 Syarat
3
Bab 3 Makan Bersama
4
Bab 4 Dipingit
5
Bab 5 Mama Nangis
6
Bab 6 Kado Sasa
7
Bab 7 Foto Sakura
8
Bab 8 Kerja dan Bulan Madu
9
Bab 9 Geger
10
Bab 10 Canggung
11
Bab 11 Suami Gue
12
Bab 12 Publikasi
13
Bab 13 Shock!
14
Bab 14 Ngeri
15
Bab 15 Berat Ini Mah
16
Bab 16 Undangan
17
Bab 17 Shoping
18
Bab 18 Jumpa Mama
19
Bab 19 Ribut
20
Bab 20 Pasar Malam Dulu
21
Bab 21 Mas Agam...
22
Bab 22 Pacar Pak Agam
23
Bab 23 Rencana Pak Gandhi
24
Bab 24 Sabar, Vara
25
Bab 25 Kebaikan Kita Berdua
26
Bab 26 Istri Kedua Agam
27
Bab 27 Menurut Agam
28
Bab 28 Jujur, Mas
29
Bab 29 Gak Pernah
30
Bab 30 Akibat Kesiangan
31
Bab 31 Alasan Ngawur
32
Bab 32 Tercyduk
33
Bab 33 Menantu Papa
34
Bab 34 Belanja Dulu
35
Bab 35 Badai
36
Bab 36 Siapa Gue
37
Bab 37 Masalah dan Bobot Tubuh
38
Bab 38 Perceraian
39
Bab 39 Istri Agam
40
Bab 40 Genderuwo
41
Bab 41 Gugup
42
Bab 42 Modusnya Agam
43
Bab 43 Aku Pulang Sekarang
44
Bab 44 Sakit
45
Bab 45 Halim ya?
46
Bab 46 Telat Datang Bulan
47
Bab 47 Dear, Para Suami
48
Bab 48 Ultah Papa
49
Bab 49 Maunya Vara
50
Bab 50 On The Way
51
Bab 51 Vara Cucu Nenek
52
Bab 52 Pernikahan Vara
53
Bab 53 Reza Emosi!
54
Bab 54 Suami Ganteng
55
Bab 55 Suami Unik Suami Istimewa
56
Bab 56 Status
57
Bab 57 Insiden
58
Bab 58 Berdarah-darah
59
Bab 59 Kabar buruk
60
Bab 60 Tasyila
61
Bab 61 Tamu
62
Bab 62 Gangguan Jiwa
63
Bab 63 Perpustakaan Ajang Tinju
64
Bab 64 Insiden Lagi
65
Bab 65 Kesedihan Mendalam
66
Bab 66 Sesak di Dada
67
Bab 67 Mak Comblang
68
Bab 68 Si Kerdil
69
Bab 69 Cantik Siapa?!
70
Bab 70 Cemburu Boleh?
71
Bab 71 Agam Hilang
72
Bab 72 Cerita di Toko Pakaian
73
Bab 73 Dikuasai Emosi
74
Bab 74 Aksi Diam-diaman
75
Bab 75 Bukan Kamu!
76
Bab 76 Telepon
77
Bab 77 Agam Masak Dulu Ya
78
Bab 78 Taman Kuy
79
Bab 79 Dipanggil
80
Bab 80 Diadili
81
Bab 81 Bertubi-tubi
82
Bab 82 Gak Boleh Tau
83
Bab 83 Hasilnya
84
Bab 84 Tolong Saya
85
Bab Tak Sabar Rapat
86
Bab 86 Abiyan Klarifikasi
87
Bab 87 Drama Kampus
88
Bab 88 Menyayangi
89
Bab 89 Kelulusan
90
Bab 90 Happy

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!