"Sah!"
"Alhamdulilah."
Vara menunduk ketika seruan kata sah bergema di telinganya. Mulai detik ini Vara berstatus sebagai seorang istri. Detik ini juga Vara memiliki tugas baru dalam biduk rumah tangganya.
"Vara, salam sama suami kamu," bisik Inge.
Inge yang sejak awal duduk di belakang tubuhnya tak henti-hentinya berdoa demi kelancaran akad nikah anak semata wayangnya itu. Kini dia merasa lega, tugasnya sebagai seorang ibu akan berkurang. Mulai saat ini tanggung jawab Vara beralih kepada suaminya.
Tangan Agam terulur di depannya, Vara lantas menyambutnya. Seruan heboh bermunculan ketika Vara mencium punggung tangan suaminya. Kini laki-laki itu sudah sah menjadi suaminya. Kehebohan tak berhenti setelahnya, justru semakin heboh ketika Agam tiba-tiba saja mencium kening Vara.
"Haduh, pengantin pria sudah tidak sabar," celetuk penghulu yang masih berada di depan pengantin.
Sontak saja pipi Vara bertambah merah mendengar godaan penghulu, begitu juga Inge yang justru terbahak dengan tidak anggun. Hal lain justru dia dapatkan dari suaminya. Laki-laki itu justru menatapnya dengan senyuman lembut, seperti tidak terganggu dengan godaan sekitar.
"Kenapa?" bisik Vara.
Masalahnya Vara merasa malu jika diperhatikan terlalu lama. Dia bahkan sempat berpikir kalau mungkin saja riasan wajahnya rusak karena sempat menangis setelah akad nikah diucapkan.
Respon Agam menggeleng samar, laki-laki itu kembali menghadap penghulu yang mengajaknya berbicara, sementara itu tangan kirinya meraih tangan kanan Vara dan menggenggamnya saat itu juga. Hal itu membuat Vara semakin merasa gugup. Pasalnya sebelum menikah dengan Agam, Vara jarang sekali bersentuhan seperti ini. Hanya disaat-saat tersentu ketika mereka berdua khilaf.
Setelah selesai dengan sungkem kepada orang tua, Vara dan Agam menuju bangku pelaminan. Hari ini mereka akan menyambut kedatangan tamu yang memang sengaja tidak banyak diundang. Dari sekian banyaknya tamu undangan, Vara tidak menemukan keberadaan teman-temannya. Satu kesimpulannya, mereka tidak datang.
"Kenapa?"
Vara menoleh, menjawab pelan, "Kenapa apanya?"
"Muka kamu kelihatan sedih."
"Temanku gak ada yang datang."
Agam mengernyit. "Kamu memang tidak mengundang mereka."
"Secara langsung memang gak, tapi aku undang mereka secara gak langsung. Aku bilang kalau mereka boleh datang ke acara ini."
"Dan kamu gak jelaskan acara seperti apa?"
Vara menggeleng pelan.
"Kamu mau menginap di kamar kamu atau kita pergi ke hotel?"
"Di kamar aja, aku capek, Mas."
"Oke, berarti nanti kita langsung ke kamar saja."
Vara mengangguk.
***
"Kak Vara!"
Vara dan Agam berhenti di awal tangga saat seorang gadis kecil berlari ke arah mereka dengan kado besar di dekapannya.
"Siapa?" tanya Agam kepada Vara.
"Sasa, Mas. Anak tetangga sebelah. Lumayan dekat dengan aku."
Agam mengangguk-angguk.
Sasa menyodorkan kado di dekapannya kepada Vara, langsung saja Vara terima. Kemudian, kado itu beralih ke tangan Agam.
"Kadonya dari Sasa ya?"
Sasa mengangguk lucu. "Iya, kata bunda kadonya dibeli pake uang jajan Sasa."
"Oh, ya, masa sih?"
"Sasa gak bohong kok."
"Iya deh, percaya kok."
"Selamat menem... menpuh, eh, tadi apa ya? Sasa lupa," ucap gadis kecil itu.
Sontak saja Vara dan Agam tertawa kala gadis kecil itu melupakan kalimat yang pastinya sudah dihapalkan lebih dulu.
"Sasa mau bilang apa sama Kak Vara?"
"Tadi bunda ngajarin Sasa bilang sesuatu buat Kak Vara, tapi Sasa lupa."
"Kok bisa lupa?"
"Panjang banget, Sasa jadinya lupa."
"Terus yang Sasa ingat apa? Masa satu pun gak ingat?"
"Bunda bilang semoga bahagia."
"Ya ampun, terima kasih, Sasa. Bundanya Sasa ke mana? Kok Sasa sendirian?"
"Bunda lagi makan sama ayah. Sasa disuruh ke sini, bawa kado itu," ungkapnya dengan ekspresi kesal, "kadonya berat."
"Masa sih?"
"Iya, berat kok. Berat kan, Om?"
Vara tertawa kencang begitu mendengar panggilan Sasa untuk Agam. Respon lain justru berkebalikan dari Agam. Laki-laki itu terlihat kurang senang dengan panggilan Sasa.
"Jangan panggil om, dong," ucap Agam.
"Kenapa?" tanya Sasa.
"Nanti gak cocok kalo dipanggil om."
"Terus dipanggil apa dong?"
"Panggil kakak aja ya? Supaya samaan."
"Samaan dengan siapa?"
"Kak Vara."
"Oh gitu toh." Sasa mengangguk-angguk.
"Pahamkan?"
"Iya, Kak Agam."
"Nah, pintar!"
"Sasa, Kak Vara mau tau kadonya isi apa?" tanya Vara tiba-tiba, "Sasa tau gak?"
Sasa menganggukan kepalanya. "Tau kok. Kan Sasa yang bungkusin sendiri."
Vara memicingkan matanya, menatap tak percaya. "Masa sih? Sasa bisa bungkusin sendiri?"
"Iya, bisa kok."
"Bungkusin sendiri? Gak ada yang bantuin?"
"Gak ada kok."
"Emangnya bundanya Sasa gak bantuin?"
"Enggak kok."
"Kak Vara gak percaya, beneran Sasa bisa bungkusin sendiri tanpa bantuan bunda?"
"Beneran. Bunda kan kemarin masih kerja."
"Jadi, bungkus sendiri?"
Sasa mengangguk lagi. "Iya, sendiri."
"Gak ada yang bantuin?"
"Gak ada. Cuma ayah yang bantuin."
Vara sontak mendelik kesal. Memang susah ngobrol dengan anak kecil.
"Terus isinya apa? Tau gak?"
"Tau. Tapi kata ayah jangan bilang Kak Vara."
"Lah, kok gitu?"
"Kan rahasia."
"Kalo bilang sama Kak Agam gimana, boleh?" tanya Agam. Kini dia mencoba peruntungannya.
Sasa mengangguk, lalu menjawab, "Boleh. Tapi janji ya jangan bilang Kak Vara. Soalnya Sasa udah janji sama ayah gak boleh kasih tau Kak Vara."
Konspirasi! Vara tak terima jika dirinya dipermainkan oleh anak kecil bau ingus ini.
"Sini, Kak Agam, Sasa bisikin. Supaya Kak Vara gak dengar."
***
Selesai makan malam pasangan pengantin baru itu menuju ke dalam kamar. Kemudian, mereka bergantian masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri sekaligus untuk mengambil wudhu dan salat isya berjamaah.
Vara merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Dia melirik suaminya yang sedang menerima panggilan telepon. Dirasa suaminya masih lama dengan urusannya, Vara meraih ponselnya dan mulai berselancar di media sosialnya.
"Pengen upload foto, tapi takut yang lain geger."
"Apa?"
Vara menoleh, rupanya Agam sudah selesai menelepon temannya. Dia sedikit bergeser supaya Agam bisa bergabung dengannya di ranjang.
"Tadi siapa yang nelepon?"
"Wafiq."
"Wafiq itu nama perempuan bukan?"
"Iya. Dia adiknya Bima."
"Mau ngapain? Kalian akrab?"
"Jelas dong. Wafiq kan adiknya Bima."
Vara mengernyit. "Kenapa memangnya kalau dia adiknya Pak Bima?"
"Kamu gak cemburu sama anak kecilkan, Vara?"
"Anak kecil?"
"Wafiq itu anak kecil yang usianya delapan tahun."
"Eh, masa? Pak Bima punya adik kecil umur delapan tahun?"
"Iya, tadi dia telepon pake hp Bima. Karena memang dia belum punya hp."
"Wafiq bilang apa?"
Agam tertawa mengingat obrolannya dengan Wafiq. "Dia marah karena Bima gak ngajak dia ke acara pernikahan kita."
"Kenapa? Gak boleh?"
"Wafiq kan harus sekolah, Vara."
"Tapikan sore hari bisa."
"Bima datang dari pagi, kalau kamu lupa."
"Oh, iya."
Agam mengusap puncak kepala Vara. "Tadi kamu bilang apa?"
"Kapan?"
"Saat aku lagi teleponan."
"Oh, itu. Aku pengen upload foto kita. Tapi aku takut teman-temanku jantungan."
"Apa gak sebaiknya kamu jujur sama teman-teman kamu?"
"Nanti deh, untuk sekarang aku mau fokus ke suamiku dulu."
Agam tergelak mendengarnya.
"Eh, besok aku harus ke kampus."
"Buat apa?"
"Izin lagilah. Kan kita mau bulan madu."
"Kamu terlalu banyak izin."
"Ya terus gimana dong? Masa aku harus bolos?"
"Tenang, aku dapat info dari Bima kalau besok hingga dua minggu ke depan kelas kamu kuliah online di rumah."
"Lho, kok bisa?"
"Kamu sudah cek grub kelas?"
"Belum."
"Katanya ruangan kelas kamu dipakai untuk keperluan akreditasi. Aku juga kurang paham, yang jelas kelas kamu diliburkan dari kampus."
"Wih, mantap."
"Senang?"
"Banget. Kuliah sambil bulan madu. Gimana rasanya ya?"
"Besok kita coba."
Vara mengangguk setuju. Tiba-tiba dia teringat Sasa. "Tadi Sasa bisikin apa?"
"Sepatu sekolah."
"Maksudnya?"
"Sasa bilang kadonya sepatu sekolah."
"Lah, kok sepatu sekolah? Sasa bohong atau gimana sih?"
"Menurutku Sasa gak tau isi kadonya, mungkin ayahnya bohong. Coba kamu pikirkan, gak mungkin ayahnya kasih kado sepatu sekolah. Pasti kadonya ada hubungannya dengan keperluan pengantin baru."
Vara tertawa terbahak-bahak mengingat Sasa yang dibohongi ayahnya.
"Kamu sudah buka kadonya?"
"Belum. Kita buka sekarang yuk."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Christina Hartini
kocak😀😀😀😀😀🤭
2022-05-04
0
ⓘ ⓝ ⓐ ⓨ
lha.. bocah polos..🤣🤣🤣
2021-05-27
0
Becky D'lafonte
dikerjain bocah 🤣🤣🤣
2021-05-03
0