Bab 2 Syarat

Inge mencubit pipi kanan Vara dengan gemas. Hal itu sontak membuat Vara menjerit kesakitan.

"Sakit, Ma. Kira-kira dong, ah."

"Lagian kamu sih buat Mama kesel."

"Ini kenapa sih?" tanya Reza, "kenapa kalian saling melotot begitu?"

"Tuh anak, Papa," jawab Inge.

"Anak Papa kenapa?" Reza menatap Vara, namun tidak mendapat jawaban sama sekali.

"Kalau orang tua ngasih nasihat harusnya didengerin," pungkas Inge, "berapa kali Mama bilang sama kamu?"

"Ini kenapa sih? Udah ah, siap-siap. Sebentar lagi jam tujuh."

"Ih, anak Papa itu, bilangin dulu."

"Ya, kenapa, Ma? Papa mana tau masalahnya kalau kalian berdua diam."

"Suruh anak Papa itu senyum dulu."

Reza mengernyit, menatap Inge dan Vara bergantian. Wajah Inge yang terlihat marah, sedangkan Vara terlihat kesal.

"Senyum dulu? Maksudnya gimana, Ma?"

"Itu lho, Pa. Kita kan mau bertemu calon besan, tolonglah anak Papa itu disuruh belajar senyum dulu. Dihadapan orang tuanya aja dia begini, gimana nanti di depan besan, Pa?"

"Oh, itu. Papa kira apa."

"Nah, sekarang bilang sama anak Papa itu."

Reza beralih kepada Vara. "Anak Papa yang katanya paling cantik, malam ini kan malam yang penting untuk kita semua. Boleh Papa lihat senyuman manis anak Papa ini?"

Vara mengembungkan kedua pipinya setelah mendengar permintaan Reza. Papanya itu selalu bisa menaklukannya lewat kata-kata manis. Vara yakin dulu papanya merayu mamanya dengan kata-kata manis semacam itu.

"Senyum dulu dong."

Mendengar permintaan Reza untuk kedua kalinya membuat Vara tak tega. Akhirnya Vara melebarkan bibirnya, meskipun tidak ikhlas. 

"Nah, gitu. Ini baru anak Papa yang paling cantik."

"Iyalah, kan anak Papa cuma satu," sungut Vara.

"Itu mulutnya kok gak bisa disaring dulu ya?" sungut Inge, "perlu Mama jewer bibirnya?"

"Mama apaan sih, ini bibir aku udah di make up lho."

"Halah, alasan."

"Oke, udah cukup diskusinya," sela Reza dengan cepat, "ayo berangkat. Jangan sampai kita terlambat. Papa gak mau kesan keluarga kita buruk menurut mereka."

"Ya udah ayok."

***

Mereka baru saja sampai di depan restoran berbintang yang sengaja sudah dipesan oleh keluarga Abiyan. Sebelum mereka masuk ke dalam, Inge menarik lengan putrinya. 

"Jangan lupa senyum. Mama gak mau mereka berpikir kalau anak Mama gak punya sopan santun," peringat Inge, "jadi atau gaknya rencana perjodohan ini, kesan kamu harus selalu baik di depan mereka."

Vara mengangguk paham. Dia juga masih punya pikiran untuk tidak membuat malu orang tuanya. Vara juga tidak akan berdrama untuk membatalkan perjodohan itu. Dirinya sudah pasrah bagaimana nantinya.

"Ayo, masuk," ajak Reza.

"Om Reza!"

Reza menoleh, kemudian tersenyum. Tangannya segera terulur menerima jabatan tangan dari seseorang yang memanggilnya tadi.

"Baru sampai, Gam?"

"Iya, Om. Tapi papa dan mama sudah di dalam."

"Oh, gitu."

"Om baru sampai?"

"Iya, tadi ada halangan kecil, makanya terlambat."

"Santai saja, Om. Acaranya belum dimulai kalau yang punya acara belum datang," canda Agam, "kita masuk bersama, Om."

"Oh, iya. Mari."

Vara masih memandang laki-laki yang berprofesi sebagai dosen di kampusnya itu, namun juga berprofesi sebagai calon tunangannya. Terlalu fokus memandang, Vara tidak sadar kalau Agam berjalan menghampirinya. Dan Vara terkejut karena papa dan mamanya sudah menghilang.

"Jangan melamun," ucap laki-laki itu.

Malam ini segala spekulasi Vara mengenai Agam terhempas begitu saja. Obrolan singkat Agam dan Reza membuat sudut pandang Vara yang buruk mengenai Agam luntur begitu saja. Begitu mudahnya dia berubah pikiran tentang Agam.

"Pak Agam kenapa masih di luar?"

"Takutnya kamu kabur."

Vara mendelik tak suka. Vara memang sering nakal, tapi disaat-saat tertentu yang mana tidak akan mempermalukan dirinya sendiri. Dan apa tadi katanya? Kabur? Itu bukan gaya Vara.

"Saya mau kabur ke mana? Saya masih numpang hidup di rumah orang tua, uang jajan pun masih pemberian orang tua."

"Ya, benar. Tapi tidak akan lama lagi tanggungan hidupmu bukan lagi urusan orang kamu lagi."

Vara mengernyit bingung. "Maksudnya?"

Agam tertawa pelan. Dia merasa gemas dengan mimik wajah Vara. "Bukan apa-apa. Sebaiknya kita berdua segera masuk."

"Oh, kalau begitu ayok. Saya gak mau mama ngomel lagi."

"Ngomel?"

Vara mengangguk. "Hobi mama saya kan ngomel, Pak."

"Ada-ada saja kamu ini."

"Serius, Pak. Tapi kata papa saya itulah yang membuat papa saya cinta. Aneh kan ya, Pak? Kalau saya denger mama saya ngomel, kuping saya jadi panas, Pak."

"Tapi nanti ada saatnya kamu merindukan omelan mama kamu itu."

"Iya sih, Pak. Untuk sekarang saya terima aja. Seperti kata Pak Agam tadi, mungkin nanti atau entah kapan saya gak akan bisa dengar omelan mama saya lagi."

Agam memerhatikan Vara yang masuk ke dalam restoran. Detik berikutnya dia memanggil, "Vara!"

Vara menoleh, mengernyit bingung. Tapi dia tetap menunggu laki-laki itu menghampirinya.

"Boleh saya minta sesuatu sama kamu?" tanya Agam dengan mata yang lurus menatap Vara, "mulai sekarang jangan panggil saya Pak. Kecuali jika kita bertemu sebagai dosen dan mahasiswi. Bisa?"

Vara tak langsung menjawab, dia masih mencerna baik-baik ucapan laki-laki itu. 

"Terus saya panggil apa?" tanyanya masih dengan ekspresi bingung, "gak mungkin saya panggil nama langsung kan?"

"Panggil Mas saja. Kamu keberatan?"

"Mas Agam?"

Agam mengangguk senang. "Itu terdengar manis."

***

Abiyan menyerahkan semua keputusan kepada putranya dan calon menantunya. Setelah banyak membahas masalah perjodohan yang intinya langsung menunu ke acara pernikahan, kedua keluarga tetap mengutamakan keputusan anak-anak mereka.

"Kamu siap, Gam?"

Agam mengangguk tanpa ragu. "Siap, Pa. Seperti rencana sebelumnya."

"Kamu harus bisa membimbing istrimu dalam segi apa pun, kamu sanggup?"

"Papa sendiri minta aku segera menikah, bukannya Papa sudah yakin kalau aku siap?"

"Papa hanya ingin memastikan. Papa sudah mengenal Vara lama sekali, meskipun kami hanya beberapa kali bertemu. Papa yakin Vara cocok untuk menjadi istrimu."

"Aku akan menjaga amanah Papa."

"Bagus, jangan kecewakan Papa, Gam."

"Jadi keputusannya bagaimana?" tanya Lisa, "Vara sudah setuju? Tante harap kamu menjawab dengan jujur, tanpa paksaan. Kami di sini hanya ingin yang terbaik, jadi lakukan dengan hati yang tulus. Kalau memang kamu keberatan, jangan diterima."

Vara menatap mamanya. Sebenarnya sekesal apa pun dia terhadap mamanya, tetap saja mamanya adalah segalanya bagi Vara. Begitu melihat mamanya, Vara selalu merasa lega, seperti bebannya terangkat begitu saja.

"Vara selalu setuju keputusan mama dan papa, Tante," jawab Vara, "selama ini apa pun pilihan dan keputusan orang tua Vara selalu tepat, Vara tidak pernah menyesal."

"Kamu yakin?" tanya Lisa lagi, "ini pernikahan, Vara. Bukan main-main. Tante harap kalau ikhlas menjalaninya."

"Vara ikhlas, Tante."

"Kamu menikah disaat status kamu sebagai mahasiswi, tidak masalah?"

Vara menggeleng. "Tapi boleh Vara meminta syarat?"

"Syarat apa?"

Vara memandang calon suaminya. "Bukannya Vara ingin menutupi status pernikahan ini. Tapi boleh Vara minta supaya yang lain tidak tahu? Sampai Vara lulus nanti."

"Kenapa?" tanya Agam, "kamu malu?"

"Bukan. Hanya ingin mengantisipasi sesuatu."

"Apa itu?"

"Saya takut para dosen akan berbeda dalam menghadapi saya setelah tau kalau saya istri salah satu dosen kampus. Saya tidak mau urusan pendidikan saya dipandang berbeda, saya ingin lulus seperti mahasiswa lainnya. Saya tidak ingin kelulusan saya dipersulit atau dipermudah."

"Vara, kamu berpikiran terlalu jauh," bisik Inge.

"Saya tidak akan merahasiakan status saya dari teman-teman saya. Saya juga tidak akan memberitahu mereka secara langsung."

"Hanya itu?" tanya Agam, "atau ada lagi syarat dari kamu?"

"Hm, sebenarnya banyak. Tapi yang utama cukup itu saja."

"Bagaimana kalau saya yang membuat syarat?"

"Syarat apa?"

"Saya melarang kamu untuk berkumpul dengan teman-teman kamu di waktu tertentu."

Terpopuler

Comments

Qaisaa Nazarudin

Qaisaa Nazarudin

Kenapa setiap kali alur novel perjodohan suka banget di rahasiain,Kalo masih SMA mah aku percaya,Karena ada resiko,Lha ini udah kuliah juga..

2024-11-01

0

Qaisaa Nazarudin

Qaisaa Nazarudin

Kayaknya Agam emang suka sama Vara ya..Atau jangan2 di yg minta di jodohin ama Vara,Ada tuh novel yg ku baca alur kek gitu,Awalnya aja sik cuek,berantem mulu,Padahal itu semua dia lakuin utk Caper sama ceweknya..😂

2024-11-01

0

Sri Mawardi

Sri Mawardi

mas agam belom jadi nikah udah di larang bergaul payah

2021-02-09

11

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 Kejelekan Agam
2 Bab 2 Syarat
3 Bab 3 Makan Bersama
4 Bab 4 Dipingit
5 Bab 5 Mama Nangis
6 Bab 6 Kado Sasa
7 Bab 7 Foto Sakura
8 Bab 8 Kerja dan Bulan Madu
9 Bab 9 Geger
10 Bab 10 Canggung
11 Bab 11 Suami Gue
12 Bab 12 Publikasi
13 Bab 13 Shock!
14 Bab 14 Ngeri
15 Bab 15 Berat Ini Mah
16 Bab 16 Undangan
17 Bab 17 Shoping
18 Bab 18 Jumpa Mama
19 Bab 19 Ribut
20 Bab 20 Pasar Malam Dulu
21 Bab 21 Mas Agam...
22 Bab 22 Pacar Pak Agam
23 Bab 23 Rencana Pak Gandhi
24 Bab 24 Sabar, Vara
25 Bab 25 Kebaikan Kita Berdua
26 Bab 26 Istri Kedua Agam
27 Bab 27 Menurut Agam
28 Bab 28 Jujur, Mas
29 Bab 29 Gak Pernah
30 Bab 30 Akibat Kesiangan
31 Bab 31 Alasan Ngawur
32 Bab 32 Tercyduk
33 Bab 33 Menantu Papa
34 Bab 34 Belanja Dulu
35 Bab 35 Badai
36 Bab 36 Siapa Gue
37 Bab 37 Masalah dan Bobot Tubuh
38 Bab 38 Perceraian
39 Bab 39 Istri Agam
40 Bab 40 Genderuwo
41 Bab 41 Gugup
42 Bab 42 Modusnya Agam
43 Bab 43 Aku Pulang Sekarang
44 Bab 44 Sakit
45 Bab 45 Halim ya?
46 Bab 46 Telat Datang Bulan
47 Bab 47 Dear, Para Suami
48 Bab 48 Ultah Papa
49 Bab 49 Maunya Vara
50 Bab 50 On The Way
51 Bab 51 Vara Cucu Nenek
52 Bab 52 Pernikahan Vara
53 Bab 53 Reza Emosi!
54 Bab 54 Suami Ganteng
55 Bab 55 Suami Unik Suami Istimewa
56 Bab 56 Status
57 Bab 57 Insiden
58 Bab 58 Berdarah-darah
59 Bab 59 Kabar buruk
60 Bab 60 Tasyila
61 Bab 61 Tamu
62 Bab 62 Gangguan Jiwa
63 Bab 63 Perpustakaan Ajang Tinju
64 Bab 64 Insiden Lagi
65 Bab 65 Kesedihan Mendalam
66 Bab 66 Sesak di Dada
67 Bab 67 Mak Comblang
68 Bab 68 Si Kerdil
69 Bab 69 Cantik Siapa?!
70 Bab 70 Cemburu Boleh?
71 Bab 71 Agam Hilang
72 Bab 72 Cerita di Toko Pakaian
73 Bab 73 Dikuasai Emosi
74 Bab 74 Aksi Diam-diaman
75 Bab 75 Bukan Kamu!
76 Bab 76 Telepon
77 Bab 77 Agam Masak Dulu Ya
78 Bab 78 Taman Kuy
79 Bab 79 Dipanggil
80 Bab 80 Diadili
81 Bab 81 Bertubi-tubi
82 Bab 82 Gak Boleh Tau
83 Bab 83 Hasilnya
84 Bab 84 Tolong Saya
85 Bab Tak Sabar Rapat
86 Bab 86 Abiyan Klarifikasi
87 Bab 87 Drama Kampus
88 Bab 88 Menyayangi
89 Bab 89 Kelulusan
90 Bab 90 Happy
Episodes

Updated 90 Episodes

1
Bab 1 Kejelekan Agam
2
Bab 2 Syarat
3
Bab 3 Makan Bersama
4
Bab 4 Dipingit
5
Bab 5 Mama Nangis
6
Bab 6 Kado Sasa
7
Bab 7 Foto Sakura
8
Bab 8 Kerja dan Bulan Madu
9
Bab 9 Geger
10
Bab 10 Canggung
11
Bab 11 Suami Gue
12
Bab 12 Publikasi
13
Bab 13 Shock!
14
Bab 14 Ngeri
15
Bab 15 Berat Ini Mah
16
Bab 16 Undangan
17
Bab 17 Shoping
18
Bab 18 Jumpa Mama
19
Bab 19 Ribut
20
Bab 20 Pasar Malam Dulu
21
Bab 21 Mas Agam...
22
Bab 22 Pacar Pak Agam
23
Bab 23 Rencana Pak Gandhi
24
Bab 24 Sabar, Vara
25
Bab 25 Kebaikan Kita Berdua
26
Bab 26 Istri Kedua Agam
27
Bab 27 Menurut Agam
28
Bab 28 Jujur, Mas
29
Bab 29 Gak Pernah
30
Bab 30 Akibat Kesiangan
31
Bab 31 Alasan Ngawur
32
Bab 32 Tercyduk
33
Bab 33 Menantu Papa
34
Bab 34 Belanja Dulu
35
Bab 35 Badai
36
Bab 36 Siapa Gue
37
Bab 37 Masalah dan Bobot Tubuh
38
Bab 38 Perceraian
39
Bab 39 Istri Agam
40
Bab 40 Genderuwo
41
Bab 41 Gugup
42
Bab 42 Modusnya Agam
43
Bab 43 Aku Pulang Sekarang
44
Bab 44 Sakit
45
Bab 45 Halim ya?
46
Bab 46 Telat Datang Bulan
47
Bab 47 Dear, Para Suami
48
Bab 48 Ultah Papa
49
Bab 49 Maunya Vara
50
Bab 50 On The Way
51
Bab 51 Vara Cucu Nenek
52
Bab 52 Pernikahan Vara
53
Bab 53 Reza Emosi!
54
Bab 54 Suami Ganteng
55
Bab 55 Suami Unik Suami Istimewa
56
Bab 56 Status
57
Bab 57 Insiden
58
Bab 58 Berdarah-darah
59
Bab 59 Kabar buruk
60
Bab 60 Tasyila
61
Bab 61 Tamu
62
Bab 62 Gangguan Jiwa
63
Bab 63 Perpustakaan Ajang Tinju
64
Bab 64 Insiden Lagi
65
Bab 65 Kesedihan Mendalam
66
Bab 66 Sesak di Dada
67
Bab 67 Mak Comblang
68
Bab 68 Si Kerdil
69
Bab 69 Cantik Siapa?!
70
Bab 70 Cemburu Boleh?
71
Bab 71 Agam Hilang
72
Bab 72 Cerita di Toko Pakaian
73
Bab 73 Dikuasai Emosi
74
Bab 74 Aksi Diam-diaman
75
Bab 75 Bukan Kamu!
76
Bab 76 Telepon
77
Bab 77 Agam Masak Dulu Ya
78
Bab 78 Taman Kuy
79
Bab 79 Dipanggil
80
Bab 80 Diadili
81
Bab 81 Bertubi-tubi
82
Bab 82 Gak Boleh Tau
83
Bab 83 Hasilnya
84
Bab 84 Tolong Saya
85
Bab Tak Sabar Rapat
86
Bab 86 Abiyan Klarifikasi
87
Bab 87 Drama Kampus
88
Bab 88 Menyayangi
89
Bab 89 Kelulusan
90
Bab 90 Happy

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!