Inge mencubit pipi kanan Vara dengan gemas. Hal itu sontak membuat Vara menjerit kesakitan.
"Sakit, Ma. Kira-kira dong, ah."
"Lagian kamu sih buat Mama kesel."
"Ini kenapa sih?" tanya Reza, "kenapa kalian saling melotot begitu?"
"Tuh anak, Papa," jawab Inge.
"Anak Papa kenapa?" Reza menatap Vara, namun tidak mendapat jawaban sama sekali.
"Kalau orang tua ngasih nasihat harusnya didengerin," pungkas Inge, "berapa kali Mama bilang sama kamu?"
"Ini kenapa sih? Udah ah, siap-siap. Sebentar lagi jam tujuh."
"Ih, anak Papa itu, bilangin dulu."
"Ya, kenapa, Ma? Papa mana tau masalahnya kalau kalian berdua diam."
"Suruh anak Papa itu senyum dulu."
Reza mengernyit, menatap Inge dan Vara bergantian. Wajah Inge yang terlihat marah, sedangkan Vara terlihat kesal.
"Senyum dulu? Maksudnya gimana, Ma?"
"Itu lho, Pa. Kita kan mau bertemu calon besan, tolonglah anak Papa itu disuruh belajar senyum dulu. Dihadapan orang tuanya aja dia begini, gimana nanti di depan besan, Pa?"
"Oh, itu. Papa kira apa."
"Nah, sekarang bilang sama anak Papa itu."
Reza beralih kepada Vara. "Anak Papa yang katanya paling cantik, malam ini kan malam yang penting untuk kita semua. Boleh Papa lihat senyuman manis anak Papa ini?"
Vara mengembungkan kedua pipinya setelah mendengar permintaan Reza. Papanya itu selalu bisa menaklukannya lewat kata-kata manis. Vara yakin dulu papanya merayu mamanya dengan kata-kata manis semacam itu.
"Senyum dulu dong."
Mendengar permintaan Reza untuk kedua kalinya membuat Vara tak tega. Akhirnya Vara melebarkan bibirnya, meskipun tidak ikhlas.
"Nah, gitu. Ini baru anak Papa yang paling cantik."
"Iyalah, kan anak Papa cuma satu," sungut Vara.
"Itu mulutnya kok gak bisa disaring dulu ya?" sungut Inge, "perlu Mama jewer bibirnya?"
"Mama apaan sih, ini bibir aku udah di make up lho."
"Halah, alasan."
"Oke, udah cukup diskusinya," sela Reza dengan cepat, "ayo berangkat. Jangan sampai kita terlambat. Papa gak mau kesan keluarga kita buruk menurut mereka."
"Ya udah ayok."
***
Mereka baru saja sampai di depan restoran berbintang yang sengaja sudah dipesan oleh keluarga Abiyan. Sebelum mereka masuk ke dalam, Inge menarik lengan putrinya.
"Jangan lupa senyum. Mama gak mau mereka berpikir kalau anak Mama gak punya sopan santun," peringat Inge, "jadi atau gaknya rencana perjodohan ini, kesan kamu harus selalu baik di depan mereka."
Vara mengangguk paham. Dia juga masih punya pikiran untuk tidak membuat malu orang tuanya. Vara juga tidak akan berdrama untuk membatalkan perjodohan itu. Dirinya sudah pasrah bagaimana nantinya.
"Ayo, masuk," ajak Reza.
"Om Reza!"
Reza menoleh, kemudian tersenyum. Tangannya segera terulur menerima jabatan tangan dari seseorang yang memanggilnya tadi.
"Baru sampai, Gam?"
"Iya, Om. Tapi papa dan mama sudah di dalam."
"Oh, gitu."
"Om baru sampai?"
"Iya, tadi ada halangan kecil, makanya terlambat."
"Santai saja, Om. Acaranya belum dimulai kalau yang punya acara belum datang," canda Agam, "kita masuk bersama, Om."
"Oh, iya. Mari."
Vara masih memandang laki-laki yang berprofesi sebagai dosen di kampusnya itu, namun juga berprofesi sebagai calon tunangannya. Terlalu fokus memandang, Vara tidak sadar kalau Agam berjalan menghampirinya. Dan Vara terkejut karena papa dan mamanya sudah menghilang.
"Jangan melamun," ucap laki-laki itu.
Malam ini segala spekulasi Vara mengenai Agam terhempas begitu saja. Obrolan singkat Agam dan Reza membuat sudut pandang Vara yang buruk mengenai Agam luntur begitu saja. Begitu mudahnya dia berubah pikiran tentang Agam.
"Pak Agam kenapa masih di luar?"
"Takutnya kamu kabur."
Vara mendelik tak suka. Vara memang sering nakal, tapi disaat-saat tertentu yang mana tidak akan mempermalukan dirinya sendiri. Dan apa tadi katanya? Kabur? Itu bukan gaya Vara.
"Saya mau kabur ke mana? Saya masih numpang hidup di rumah orang tua, uang jajan pun masih pemberian orang tua."
"Ya, benar. Tapi tidak akan lama lagi tanggungan hidupmu bukan lagi urusan orang kamu lagi."
Vara mengernyit bingung. "Maksudnya?"
Agam tertawa pelan. Dia merasa gemas dengan mimik wajah Vara. "Bukan apa-apa. Sebaiknya kita berdua segera masuk."
"Oh, kalau begitu ayok. Saya gak mau mama ngomel lagi."
"Ngomel?"
Vara mengangguk. "Hobi mama saya kan ngomel, Pak."
"Ada-ada saja kamu ini."
"Serius, Pak. Tapi kata papa saya itulah yang membuat papa saya cinta. Aneh kan ya, Pak? Kalau saya denger mama saya ngomel, kuping saya jadi panas, Pak."
"Tapi nanti ada saatnya kamu merindukan omelan mama kamu itu."
"Iya sih, Pak. Untuk sekarang saya terima aja. Seperti kata Pak Agam tadi, mungkin nanti atau entah kapan saya gak akan bisa dengar omelan mama saya lagi."
Agam memerhatikan Vara yang masuk ke dalam restoran. Detik berikutnya dia memanggil, "Vara!"
Vara menoleh, mengernyit bingung. Tapi dia tetap menunggu laki-laki itu menghampirinya.
"Boleh saya minta sesuatu sama kamu?" tanya Agam dengan mata yang lurus menatap Vara, "mulai sekarang jangan panggil saya Pak. Kecuali jika kita bertemu sebagai dosen dan mahasiswi. Bisa?"
Vara tak langsung menjawab, dia masih mencerna baik-baik ucapan laki-laki itu.
"Terus saya panggil apa?" tanyanya masih dengan ekspresi bingung, "gak mungkin saya panggil nama langsung kan?"
"Panggil Mas saja. Kamu keberatan?"
"Mas Agam?"
Agam mengangguk senang. "Itu terdengar manis."
***
Abiyan menyerahkan semua keputusan kepada putranya dan calon menantunya. Setelah banyak membahas masalah perjodohan yang intinya langsung menunu ke acara pernikahan, kedua keluarga tetap mengutamakan keputusan anak-anak mereka.
"Kamu siap, Gam?"
Agam mengangguk tanpa ragu. "Siap, Pa. Seperti rencana sebelumnya."
"Kamu harus bisa membimbing istrimu dalam segi apa pun, kamu sanggup?"
"Papa sendiri minta aku segera menikah, bukannya Papa sudah yakin kalau aku siap?"
"Papa hanya ingin memastikan. Papa sudah mengenal Vara lama sekali, meskipun kami hanya beberapa kali bertemu. Papa yakin Vara cocok untuk menjadi istrimu."
"Aku akan menjaga amanah Papa."
"Bagus, jangan kecewakan Papa, Gam."
"Jadi keputusannya bagaimana?" tanya Lisa, "Vara sudah setuju? Tante harap kamu menjawab dengan jujur, tanpa paksaan. Kami di sini hanya ingin yang terbaik, jadi lakukan dengan hati yang tulus. Kalau memang kamu keberatan, jangan diterima."
Vara menatap mamanya. Sebenarnya sekesal apa pun dia terhadap mamanya, tetap saja mamanya adalah segalanya bagi Vara. Begitu melihat mamanya, Vara selalu merasa lega, seperti bebannya terangkat begitu saja.
"Vara selalu setuju keputusan mama dan papa, Tante," jawab Vara, "selama ini apa pun pilihan dan keputusan orang tua Vara selalu tepat, Vara tidak pernah menyesal."
"Kamu yakin?" tanya Lisa lagi, "ini pernikahan, Vara. Bukan main-main. Tante harap kalau ikhlas menjalaninya."
"Vara ikhlas, Tante."
"Kamu menikah disaat status kamu sebagai mahasiswi, tidak masalah?"
Vara menggeleng. "Tapi boleh Vara meminta syarat?"
"Syarat apa?"
Vara memandang calon suaminya. "Bukannya Vara ingin menutupi status pernikahan ini. Tapi boleh Vara minta supaya yang lain tidak tahu? Sampai Vara lulus nanti."
"Kenapa?" tanya Agam, "kamu malu?"
"Bukan. Hanya ingin mengantisipasi sesuatu."
"Apa itu?"
"Saya takut para dosen akan berbeda dalam menghadapi saya setelah tau kalau saya istri salah satu dosen kampus. Saya tidak mau urusan pendidikan saya dipandang berbeda, saya ingin lulus seperti mahasiswa lainnya. Saya tidak ingin kelulusan saya dipersulit atau dipermudah."
"Vara, kamu berpikiran terlalu jauh," bisik Inge.
"Saya tidak akan merahasiakan status saya dari teman-teman saya. Saya juga tidak akan memberitahu mereka secara langsung."
"Hanya itu?" tanya Agam, "atau ada lagi syarat dari kamu?"
"Hm, sebenarnya banyak. Tapi yang utama cukup itu saja."
"Bagaimana kalau saya yang membuat syarat?"
"Syarat apa?"
"Saya melarang kamu untuk berkumpul dengan teman-teman kamu di waktu tertentu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Kenapa setiap kali alur novel perjodohan suka banget di rahasiain,Kalo masih SMA mah aku percaya,Karena ada resiko,Lha ini udah kuliah juga..
2024-11-01
0
Qaisaa Nazarudin
Kayaknya Agam emang suka sama Vara ya..Atau jangan2 di yg minta di jodohin ama Vara,Ada tuh novel yg ku baca alur kek gitu,Awalnya aja sik cuek,berantem mulu,Padahal itu semua dia lakuin utk Caper sama ceweknya..😂
2024-11-01
0
Sri Mawardi
mas agam belom jadi nikah udah di larang bergaul payah
2021-02-09
11