...Silakan divote dulu....
...Happy reading...
.
.
.
Inge tak bisa dibodohi meskipun Vara enggan menatapnya. Suara tarikan napas Vara cukup jelas menandakan kalau anaknya sedang menangis.
"Vara."
Dia mencoba untuk menenangkan Vara. Dia tahu betul bagaimana perasaan anaknya. Dulu, ketika dia akan menikah pun ada rasa tak rela berpisah dengan keluarga sendiri.
"Lihat Mama dulu, Vara."
Vara menggelengkan kepalanya. Dia masih enggan untuk menatap mamanya. Rasanya akan sangat menyakitkan kalau dia melihat mamanya yang kini memandangnya sendu.
"Mama berharap air mata yang kamu keluarkan sekarang adalah air mata kebahagian, Sayang. Karena kalau sampai air mata yang kamu keluarkan hanya air mata kesedihan, sungguh Mama tidak mengharapkan itu. Mama justru akan merasa gagal sebagai orang tua kamu."
Inge mengelus bahu Vara, lalu mengelusnya secara perlahan seraya berucap, "Kamu ingat gak? Waktu pertama kalinya kamu tidur sendiri di kamar ini?"
Vara mengangguk pelan sebagai balasan.
"Kamu nangis, karena kamu merasa takut. Kamu bahkan marah sama Mama karena memaksa kamu untuk tidur sendiri," ucap Inge, "akhirnya Mama ikut tidur di sini, menemani kamu, sambil mengelus rambut kamu, dan juga bahu kamu. Lalu besok paginya papa marah karena Mama tinggal sendiri semalaman."
Vara semakin tergugu, kini dia mengenang masa-masa kecilnya yang penuh warna. Di mana dia lebih sering membuat Inge marah daripada membuatnya bangga. Tiba-tiba Vara merasa menyesal karena belum bisa membanggakan orang tuanya sampai disaat dia akan menikah.
"Sekarang anak Mama yang paling cantik ini nangis lagi, kayak dulu, Mama sampai harus nenangin kamu. Gak nyangka ya, sebentar lagi kamu pindah kamar, pindah rumah juga. Ternyata anak Mama sudah besar, sudah bisa jaga diri sendiri."
Vara berbalik badan, lantas memeluk mamanya dengan sangat erat. Air matanya kini membasahi bahu Inge.
"Ma, maafin aku ya. Aku belum bisa banggain Mama, aku belum bisa jadi anak yang berbakti sama Mama. Aku minta maaf, Ma."
"Huss, kok malah minta maaf. Mama yakin suatu hari nanti kamu bisa mencapai kesuksesan kamu. Sebelum itu terjadi Mama sudah bangga sama kamu."
"Aku nakal banget ya, Ma? Mama capek ya ngurus aku? Mama gak menyesal udah lahirin aku?"
"Mama kesel sama kamu kalau kamu gak nurut, pengen deh rasanya Mama masukin lagi kamu ke perut, Mama mau cetak ulang."
"Maaf, Ma."
"Inget ucapan Mama. Nanti setelah kamu menikah, kamu harus nurut apa kata suami kamu. Tolong jangan ulangi kesalahan kamu selama kamu buat Mama marah. Jangan kamu ulangi di depan suami kamu."
"Ya, Ma. Aku akan inget kok."
"Tolong ya, Mama bener-bener minta tolong sama kamu. Jaga perilaku, jaga kepercayaan Mama."
"Iya, Ma."
"Mama sayang Vara. Anak Mama yang paling cantik."
"Vara juga sayang Mama selamanya."
Vara mengeratkan pelukannya. Tangisnya memang sudah mereda, tapi suasananya masih tak enak, Vara masih ingin menangis, meminta ampun kepada mamanya sebelum dirinya benar-benar meninggalkan rumah ini.
"Kak Vara kok nangis? Kak Vara mau es krim ya?" tanya Sasa, "ini, aku bagi kok."
"Es krimnya buat Om Reza saja ya, Sa?" sahut Reza yang sejak tadi mengintip, "sini, Sasa ikut Om Reza ya. Kita makan es krimnya di dapur."
Sasa mengangguk, kemudian menggandeng tangan Reza keluar kamar.
Di saat itulah Vara melepas pelukannya, dia meraih tisu di nakas dekat ranjang. Setelah puas menghapus air matanya, kini Vara menatap Inge. Dengan mati-matian dia menahan diri supaya air matanya tidak kembali menetes.
"Sudah. Anak Mama bisa jelek kalau matanya bengkak."
"Biarin ah. Kalau aku jelek, berarti gennya Mama."
Inge mencubit pipi anaknya lantaran gemas selagi berucap, "Barusan kamu minta maaf lho, sekarang mau buat Mama marah lagi?"
"Habisnya Mama ngejek aku."
"Mama kan maksudnya mau menghibur."
"Mana ada menghibur pake kalimat menghina kayak gitu."
"Kan, kamu kumat lagi nyebelinnya."
Vara mengembungkan kedua pipinya lantaran malu.
"Sekarang kamu telepon Agam. Tanyakan sama dia kalian bulan madu ke mana?"
"Ih, kok tanya sih, Ma?"
"Lah, emangnya kenapa?"
"Malu dong, Ma."
"Halah, gak usah malu. Buruan, telepon dia."
"Iya, Ma."
Vara meraih ponselnya, kemudian mencoba untuk menghubungi Agam. Dalam dering ketiga panggilannya diterima.
"Assalamualaikum, Mas."
"Waalaikumsalam."
"Mas lagi sibuk?"
"Kamu nangis?"
Vara meringis pelan. Apakah suaranya masih terdengar serak?
"Halo, Vara?"
"Iya, Mas?"
"Kamu nangis?" ulang Agam.
"Enggak kok, Mas."
"Jangan bohong. Suara kamu parau. Kamu nangis atau sedang sakit?"
"Tadi habis sungkem sama mama, terus nangis deh."
"Serius?"
"Iya, Mas."
"Bukan karena kamu sedang sakit?"
"Bukan, Mas. Beneran kok."
"Oh, syukurlah. Oh, ya, tadi kamu tanya apa?"
"Mas sekarang lagi sibuk? Sudah pulang ke rumah?"
"Enggak sibuk kok, belum pulang juga, aku lagi ngobrol sama Bima sebelum pulang."
"Aku mau tanya, boleh?"
Inge mendelik kesal, lewat matanya Inge meminta Vara untuk langsung bertanya.
"Boleh, mau tanya apa? Eh, kok kamu tumben telepon aku, penting banget ya?"
Vara menggaruk pelipisnya tanda bahwa dia merasa gugup. "Mm, bukan gitu, Mas. Tapi cuma mau memastikan aja sih."
"Memastikan apa?"
"Mama bilang katanya kita mau bulan madu ya? Bener, Mas?"
Agam tak langsung menjawab, seketika Vara merasa tak nyaman. Jangan-jangan mamanya salah dengar.
"Benar."
"Kok Mas Agam gak cerita sama aku?"
"Aku pikir kamu sudah tau. Lagipula waktu kumpul keluarga waktu itu kita sempat bahas masalah bulan madu kok."
"Oh, itu, mungkin aku lupa. Jadi, kita mau bulan madu ke mana, Mas?"
"Kamu maunya ke mana?"
"Kok tanya aku? Mas belum siapkan pilihan?"
"Bagaimana kalau Kyoto?"
"Ke Jepang?"
"Iya, aku pikir kamu suka sakura. Kebetulan di sana musim semi, pasti keliatan indah."
"Dari mana Mas tau aku suka sakura?"
"Dari medsos kamu. Kebanyakan isinya tentang bunga sakura. Kebanyakan barang-barang yang kamu pakai juga bertemakan negara Jepang. Dan aku pernah tanya papa kamu, kata beliau kamu memang suka bunga sakura."
Vara menahan bibirnya untuk tidak tersenyum, pasalnya Inge duduk di depannya yang pasti merasa penasaran dengan obrolan mereka.
"Mas, terima kasih."
"Kenapa harus berterima kasih?"
"Ya mau aja pokoknya."
Inge menarik telinga Vara, sontak saja membuat Vara memekik sakit. Seakan tak peduli, Inge malah berbisik, "Tanya sama Agam. Setelah menikah kalian mau tinggal di mana?"
Vara melotot horor. Ini kenapa sih mamanya kok ngebet banget? Yang mau menikah siapa sih?
"Halo, Mas?"
"Ya, Vara. Kamu kenapa teriak?"
"Gak apa-apa, Mas. Tadi ada kecoa nemplok di telinga. Makanya aku teriak."
Ucapan Vara membuat Inge mendelik marah. Enak saja dia dikatai kecoa. Memang anak tidak punya akhlak!
"Oh, gitu."
"Oh, ya. Mas, nanti setelah menikah kita mau tinggal di rumah kamu atau di rumahku saja? Eh, tapi biasanya istri tinggal di rumah keluarga suami ya, Mas?"
Agam tertawa tiba-tiba. "Kamu mau tinggal di rumah mertua?"
"Enggak mau, Mas. Eh, maksudnya kalau sama-sama, mau aja. Kan memang istri harus ikut suaminya."
"Jujur aja, kebanyakan menantu itu gak mau tinggal bersama mertua. Apalagi mertuanya cerewet kayak mamaku."
"Eh, kok Mas malah menghina ibunya sendiri? Durhaka lho."
"Kenyataannya memang itu, Vara."
"Jadi, gimana Mas?"
"Semoga saja sudah siap dihuni."
"Apanya yang dihuni, Mas?"
"Rumah."
"Rumahnya siapa?"
"Rumah kita."
"Maksudnya rumah papa dan mama kamu, Mas?"
"Bukan, Sayang. Tapi rumah kita."
"Maksudnya gimana, Mas?"
"Rumah kita berdua. Bukan rumah keluarga kamu atau pun keluargaku."
"Mas beli rumah baru?"
"Iya, benar."
"Ya ampun, Mas. Kapan Mas beli?"
"Sudah lama, tapi baru lunas tahun kemarin. Sekarang masih direnovasi. Semoga nanti setelah kita menikah bisa segera ditempati."
"Oh, gitu. Aku baru tau."
"Kejutan buat kamu."
"Terkejut banget. Ya udah, Mas. Mas lanjutkan ngobrolnya dengan Pak Bima. Tapi jangan kelamaan ya, harus cepat pulang."
"Oke. Wassalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Vara menutup panggilan teleponnya. Langsung saja Inge menodongnya dengan bertanya, "Apa kata Agam? Kalian mau tinggal dimana?"
Vara tersenyum. "Tinggal di rumah kami berdua dong."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
ʀ𝖍𝒚𝖓𝖆
Ampun Dah Emaknya Vara🤣🤣🤣
2022-03-17
0
Rini
seru
2021-03-15
0
Bhebz
suka.. alurnya bagus.. gak terlalu halu...
2021-02-28
0