Bab 5 Mama Nangis

...Silakan divote dulu....

...Happy reading...

.

.

.

Inge tak bisa dibodohi meskipun Vara enggan menatapnya. Suara tarikan napas Vara cukup jelas menandakan kalau anaknya sedang menangis.

"Vara."

Dia mencoba untuk menenangkan Vara. Dia tahu betul bagaimana perasaan anaknya. Dulu, ketika dia akan menikah pun ada rasa tak rela berpisah dengan keluarga sendiri.

"Lihat Mama dulu, Vara."

Vara menggelengkan kepalanya. Dia masih enggan untuk menatap mamanya. Rasanya akan sangat menyakitkan kalau dia melihat mamanya yang kini memandangnya sendu.

"Mama berharap air mata yang kamu keluarkan sekarang adalah air mata kebahagian, Sayang. Karena kalau sampai air mata yang kamu keluarkan hanya air mata kesedihan, sungguh Mama tidak mengharapkan itu. Mama justru akan merasa gagal sebagai orang tua kamu."

Inge mengelus bahu Vara, lalu mengelusnya secara perlahan seraya berucap, "Kamu ingat gak? Waktu pertama kalinya kamu tidur sendiri di kamar ini?"

Vara mengangguk pelan sebagai balasan.

"Kamu nangis, karena kamu merasa takut. Kamu bahkan marah sama Mama karena memaksa kamu untuk tidur sendiri," ucap Inge, "akhirnya Mama ikut tidur di sini, menemani kamu, sambil mengelus rambut kamu, dan juga bahu kamu. Lalu besok paginya papa marah karena Mama tinggal sendiri semalaman."

Vara semakin tergugu, kini dia mengenang masa-masa kecilnya yang penuh warna. Di mana dia lebih sering membuat Inge marah daripada membuatnya bangga. Tiba-tiba Vara merasa menyesal karena belum bisa membanggakan orang tuanya sampai disaat dia akan menikah.

"Sekarang anak Mama yang paling cantik ini nangis lagi, kayak dulu, Mama sampai harus nenangin kamu. Gak nyangka ya, sebentar lagi kamu pindah kamar, pindah rumah juga. Ternyata anak Mama sudah besar, sudah bisa jaga diri sendiri."

Vara berbalik badan, lantas memeluk mamanya dengan sangat erat. Air matanya kini membasahi bahu Inge.

"Ma, maafin aku ya. Aku belum bisa banggain Mama, aku belum bisa jadi anak yang berbakti sama Mama. Aku minta maaf, Ma."

"Huss, kok malah minta maaf. Mama yakin suatu hari nanti kamu bisa mencapai kesuksesan kamu. Sebelum itu terjadi Mama sudah bangga sama kamu."

"Aku nakal banget ya, Ma? Mama capek ya ngurus aku? Mama gak menyesal udah lahirin aku?"

"Mama kesel sama kamu kalau kamu gak nurut, pengen deh rasanya Mama masukin lagi kamu ke perut, Mama mau cetak ulang."

"Maaf, Ma."

"Inget ucapan Mama. Nanti setelah kamu menikah, kamu harus nurut apa kata suami kamu. Tolong jangan ulangi kesalahan kamu selama kamu buat Mama marah. Jangan kamu ulangi di depan suami kamu."

"Ya, Ma. Aku akan inget kok."

"Tolong ya, Mama bener-bener minta tolong sama kamu. Jaga perilaku, jaga kepercayaan Mama."

"Iya, Ma."

"Mama sayang Vara. Anak Mama yang paling cantik."

"Vara juga sayang Mama selamanya."

Vara mengeratkan pelukannya. Tangisnya memang sudah mereda, tapi suasananya masih tak enak, Vara masih ingin menangis, meminta ampun kepada mamanya sebelum dirinya benar-benar meninggalkan rumah ini.

"Kak Vara kok nangis? Kak Vara mau es krim ya?" tanya Sasa, "ini, aku bagi kok."

"Es krimnya buat Om Reza saja ya, Sa?" sahut Reza yang sejak tadi mengintip, "sini, Sasa ikut Om Reza ya. Kita makan es krimnya di dapur."

Sasa mengangguk, kemudian menggandeng tangan Reza keluar kamar.

Di saat itulah Vara melepas pelukannya, dia meraih tisu di nakas dekat ranjang. Setelah puas menghapus air matanya, kini Vara menatap Inge. Dengan mati-matian dia menahan diri supaya air matanya tidak kembali menetes.

"Sudah. Anak Mama bisa jelek kalau matanya bengkak."

"Biarin ah. Kalau aku jelek, berarti gennya Mama."

Inge mencubit pipi anaknya lantaran gemas selagi berucap, "Barusan kamu minta maaf lho, sekarang mau buat Mama marah lagi?"

"Habisnya Mama ngejek aku."

"Mama kan maksudnya mau menghibur."

"Mana ada menghibur pake kalimat menghina kayak gitu."

"Kan, kamu kumat lagi nyebelinnya."

Vara mengembungkan kedua pipinya lantaran malu.

"Sekarang kamu telepon Agam. Tanyakan sama dia kalian bulan madu ke mana?"

"Ih, kok tanya sih, Ma?"

"Lah, emangnya kenapa?"

"Malu dong, Ma."

"Halah, gak usah malu. Buruan, telepon dia."

"Iya, Ma."

Vara meraih ponselnya, kemudian mencoba untuk menghubungi Agam. Dalam dering ketiga panggilannya diterima.

"Assalamualaikum, Mas."

"Waalaikumsalam."

"Mas lagi sibuk?"

"Kamu nangis?"

Vara meringis pelan. Apakah suaranya masih terdengar serak?

"Halo, Vara?"

"Iya, Mas?"

"Kamu nangis?" ulang Agam.

"Enggak kok, Mas."

"Jangan bohong. Suara kamu parau. Kamu nangis atau sedang sakit?"

"Tadi habis sungkem sama mama, terus nangis deh."

"Serius?"

"Iya, Mas."

"Bukan karena kamu sedang sakit?"

"Bukan, Mas. Beneran kok."

"Oh, syukurlah. Oh, ya, tadi kamu tanya apa?"

"Mas sekarang lagi sibuk? Sudah pulang ke rumah?"

"Enggak sibuk kok, belum pulang juga, aku lagi ngobrol sama Bima sebelum pulang."

"Aku mau tanya, boleh?"

Inge mendelik kesal, lewat matanya Inge meminta Vara untuk langsung bertanya.

"Boleh, mau tanya apa? Eh, kok kamu tumben telepon aku, penting banget ya?"

Vara menggaruk pelipisnya tanda bahwa dia merasa gugup. "Mm, bukan gitu, Mas. Tapi cuma mau memastikan aja sih."

"Memastikan apa?"

"Mama bilang katanya kita mau bulan madu ya? Bener, Mas?"

Agam tak langsung menjawab, seketika Vara merasa tak nyaman. Jangan-jangan mamanya salah dengar.

"Benar."

"Kok Mas Agam gak cerita sama aku?"

"Aku pikir kamu sudah tau. Lagipula waktu kumpul keluarga waktu itu kita sempat bahas masalah bulan madu kok."

"Oh, itu, mungkin aku lupa. Jadi, kita mau bulan madu ke mana, Mas?"

"Kamu maunya ke mana?"

"Kok tanya aku? Mas belum siapkan pilihan?"

"Bagaimana kalau Kyoto?"

"Ke Jepang?"

"Iya, aku pikir kamu suka sakura. Kebetulan di sana musim semi, pasti keliatan indah."

"Dari mana Mas tau aku suka sakura?"

"Dari medsos kamu. Kebanyakan isinya tentang bunga sakura. Kebanyakan barang-barang yang kamu pakai juga bertemakan negara Jepang. Dan aku pernah tanya papa kamu, kata beliau kamu memang suka bunga sakura."

Vara menahan bibirnya untuk tidak tersenyum, pasalnya Inge duduk di depannya yang pasti merasa penasaran dengan obrolan mereka.

"Mas, terima kasih."

"Kenapa harus berterima kasih?"

"Ya mau aja pokoknya."

Inge menarik telinga Vara, sontak saja membuat Vara memekik sakit. Seakan tak peduli, Inge malah berbisik, "Tanya sama Agam. Setelah menikah kalian mau tinggal di mana?"

Vara melotot horor. Ini kenapa sih mamanya kok ngebet banget? Yang mau menikah siapa sih?

"Halo, Mas?"

"Ya, Vara. Kamu kenapa teriak?"

"Gak apa-apa, Mas. Tadi ada kecoa nemplok di telinga. Makanya aku teriak."

Ucapan Vara membuat Inge mendelik marah. Enak saja dia dikatai kecoa. Memang anak tidak punya akhlak!

"Oh, gitu."

"Oh, ya. Mas, nanti setelah menikah kita mau tinggal di rumah kamu atau di rumahku saja? Eh, tapi biasanya istri tinggal di rumah keluarga suami ya, Mas?"

Agam tertawa tiba-tiba. "Kamu mau tinggal di rumah mertua?"

"Enggak mau, Mas. Eh, maksudnya kalau sama-sama, mau aja. Kan memang istri harus ikut suaminya."

"Jujur aja, kebanyakan menantu itu gak mau tinggal bersama mertua. Apalagi mertuanya cerewet kayak mamaku."

"Eh, kok Mas malah menghina ibunya sendiri? Durhaka lho."

"Kenyataannya  memang itu, Vara."

"Jadi, gimana Mas?"

"Semoga saja sudah siap dihuni."

"Apanya yang dihuni, Mas?"

"Rumah."

"Rumahnya siapa?"

"Rumah kita."

"Maksudnya rumah papa dan mama kamu, Mas?"

"Bukan, Sayang. Tapi rumah kita."

"Maksudnya gimana, Mas?"

"Rumah kita berdua. Bukan rumah keluarga kamu atau pun keluargaku."

"Mas beli rumah baru?"

"Iya, benar."

"Ya ampun, Mas. Kapan Mas beli?"

"Sudah lama, tapi baru lunas tahun kemarin. Sekarang masih direnovasi. Semoga nanti setelah kita menikah bisa segera ditempati."

"Oh, gitu. Aku baru tau."

"Kejutan buat kamu."

"Terkejut banget. Ya udah, Mas. Mas lanjutkan ngobrolnya dengan Pak Bima. Tapi jangan kelamaan ya, harus cepat pulang."

"Oke. Wassalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Vara menutup panggilan teleponnya. Langsung saja Inge menodongnya dengan bertanya, "Apa kata Agam? Kalian mau tinggal dimana?"

Vara tersenyum. "Tinggal di rumah kami berdua dong."

Terpopuler

Comments

ʀ𝖍𝒚𝖓𝖆

ʀ𝖍𝒚𝖓𝖆

Ampun Dah Emaknya Vara🤣🤣🤣

2022-03-17

0

Rini

Rini

seru

2021-03-15

0

Bhebz

Bhebz

suka.. alurnya bagus.. gak terlalu halu...

2021-02-28

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 Kejelekan Agam
2 Bab 2 Syarat
3 Bab 3 Makan Bersama
4 Bab 4 Dipingit
5 Bab 5 Mama Nangis
6 Bab 6 Kado Sasa
7 Bab 7 Foto Sakura
8 Bab 8 Kerja dan Bulan Madu
9 Bab 9 Geger
10 Bab 10 Canggung
11 Bab 11 Suami Gue
12 Bab 12 Publikasi
13 Bab 13 Shock!
14 Bab 14 Ngeri
15 Bab 15 Berat Ini Mah
16 Bab 16 Undangan
17 Bab 17 Shoping
18 Bab 18 Jumpa Mama
19 Bab 19 Ribut
20 Bab 20 Pasar Malam Dulu
21 Bab 21 Mas Agam...
22 Bab 22 Pacar Pak Agam
23 Bab 23 Rencana Pak Gandhi
24 Bab 24 Sabar, Vara
25 Bab 25 Kebaikan Kita Berdua
26 Bab 26 Istri Kedua Agam
27 Bab 27 Menurut Agam
28 Bab 28 Jujur, Mas
29 Bab 29 Gak Pernah
30 Bab 30 Akibat Kesiangan
31 Bab 31 Alasan Ngawur
32 Bab 32 Tercyduk
33 Bab 33 Menantu Papa
34 Bab 34 Belanja Dulu
35 Bab 35 Badai
36 Bab 36 Siapa Gue
37 Bab 37 Masalah dan Bobot Tubuh
38 Bab 38 Perceraian
39 Bab 39 Istri Agam
40 Bab 40 Genderuwo
41 Bab 41 Gugup
42 Bab 42 Modusnya Agam
43 Bab 43 Aku Pulang Sekarang
44 Bab 44 Sakit
45 Bab 45 Halim ya?
46 Bab 46 Telat Datang Bulan
47 Bab 47 Dear, Para Suami
48 Bab 48 Ultah Papa
49 Bab 49 Maunya Vara
50 Bab 50 On The Way
51 Bab 51 Vara Cucu Nenek
52 Bab 52 Pernikahan Vara
53 Bab 53 Reza Emosi!
54 Bab 54 Suami Ganteng
55 Bab 55 Suami Unik Suami Istimewa
56 Bab 56 Status
57 Bab 57 Insiden
58 Bab 58 Berdarah-darah
59 Bab 59 Kabar buruk
60 Bab 60 Tasyila
61 Bab 61 Tamu
62 Bab 62 Gangguan Jiwa
63 Bab 63 Perpustakaan Ajang Tinju
64 Bab 64 Insiden Lagi
65 Bab 65 Kesedihan Mendalam
66 Bab 66 Sesak di Dada
67 Bab 67 Mak Comblang
68 Bab 68 Si Kerdil
69 Bab 69 Cantik Siapa?!
70 Bab 70 Cemburu Boleh?
71 Bab 71 Agam Hilang
72 Bab 72 Cerita di Toko Pakaian
73 Bab 73 Dikuasai Emosi
74 Bab 74 Aksi Diam-diaman
75 Bab 75 Bukan Kamu!
76 Bab 76 Telepon
77 Bab 77 Agam Masak Dulu Ya
78 Bab 78 Taman Kuy
79 Bab 79 Dipanggil
80 Bab 80 Diadili
81 Bab 81 Bertubi-tubi
82 Bab 82 Gak Boleh Tau
83 Bab 83 Hasilnya
84 Bab 84 Tolong Saya
85 Bab Tak Sabar Rapat
86 Bab 86 Abiyan Klarifikasi
87 Bab 87 Drama Kampus
88 Bab 88 Menyayangi
89 Bab 89 Kelulusan
90 Bab 90 Happy
Episodes

Updated 90 Episodes

1
Bab 1 Kejelekan Agam
2
Bab 2 Syarat
3
Bab 3 Makan Bersama
4
Bab 4 Dipingit
5
Bab 5 Mama Nangis
6
Bab 6 Kado Sasa
7
Bab 7 Foto Sakura
8
Bab 8 Kerja dan Bulan Madu
9
Bab 9 Geger
10
Bab 10 Canggung
11
Bab 11 Suami Gue
12
Bab 12 Publikasi
13
Bab 13 Shock!
14
Bab 14 Ngeri
15
Bab 15 Berat Ini Mah
16
Bab 16 Undangan
17
Bab 17 Shoping
18
Bab 18 Jumpa Mama
19
Bab 19 Ribut
20
Bab 20 Pasar Malam Dulu
21
Bab 21 Mas Agam...
22
Bab 22 Pacar Pak Agam
23
Bab 23 Rencana Pak Gandhi
24
Bab 24 Sabar, Vara
25
Bab 25 Kebaikan Kita Berdua
26
Bab 26 Istri Kedua Agam
27
Bab 27 Menurut Agam
28
Bab 28 Jujur, Mas
29
Bab 29 Gak Pernah
30
Bab 30 Akibat Kesiangan
31
Bab 31 Alasan Ngawur
32
Bab 32 Tercyduk
33
Bab 33 Menantu Papa
34
Bab 34 Belanja Dulu
35
Bab 35 Badai
36
Bab 36 Siapa Gue
37
Bab 37 Masalah dan Bobot Tubuh
38
Bab 38 Perceraian
39
Bab 39 Istri Agam
40
Bab 40 Genderuwo
41
Bab 41 Gugup
42
Bab 42 Modusnya Agam
43
Bab 43 Aku Pulang Sekarang
44
Bab 44 Sakit
45
Bab 45 Halim ya?
46
Bab 46 Telat Datang Bulan
47
Bab 47 Dear, Para Suami
48
Bab 48 Ultah Papa
49
Bab 49 Maunya Vara
50
Bab 50 On The Way
51
Bab 51 Vara Cucu Nenek
52
Bab 52 Pernikahan Vara
53
Bab 53 Reza Emosi!
54
Bab 54 Suami Ganteng
55
Bab 55 Suami Unik Suami Istimewa
56
Bab 56 Status
57
Bab 57 Insiden
58
Bab 58 Berdarah-darah
59
Bab 59 Kabar buruk
60
Bab 60 Tasyila
61
Bab 61 Tamu
62
Bab 62 Gangguan Jiwa
63
Bab 63 Perpustakaan Ajang Tinju
64
Bab 64 Insiden Lagi
65
Bab 65 Kesedihan Mendalam
66
Bab 66 Sesak di Dada
67
Bab 67 Mak Comblang
68
Bab 68 Si Kerdil
69
Bab 69 Cantik Siapa?!
70
Bab 70 Cemburu Boleh?
71
Bab 71 Agam Hilang
72
Bab 72 Cerita di Toko Pakaian
73
Bab 73 Dikuasai Emosi
74
Bab 74 Aksi Diam-diaman
75
Bab 75 Bukan Kamu!
76
Bab 76 Telepon
77
Bab 77 Agam Masak Dulu Ya
78
Bab 78 Taman Kuy
79
Bab 79 Dipanggil
80
Bab 80 Diadili
81
Bab 81 Bertubi-tubi
82
Bab 82 Gak Boleh Tau
83
Bab 83 Hasilnya
84
Bab 84 Tolong Saya
85
Bab Tak Sabar Rapat
86
Bab 86 Abiyan Klarifikasi
87
Bab 87 Drama Kampus
88
Bab 88 Menyayangi
89
Bab 89 Kelulusan
90
Bab 90 Happy

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!