Sebelum benar-benar masuk, Vara terlebih dulu memeriksa keadaan sekitar. Demi menjaga ketentramannya di kampus, Vara harus selalu waspada. Harus selalu berhati-hati dalam berperilaku, apalagi di depan Agam. Mencolok sedikit saja status Vara bisa diketahui semua orang.
"Ngapain kamu masuk dari situ?"
Vara terlontak kaget begitu menutup pintu samping. Melihat seseorang di dalam ruangan tersebut hampir membuat Vara jantungan, beruntunglah karena orang tersebut adalah Agam. Sehingga Vara masih bisa melanjutkan hidupnya.
"Apa sih? Bikin kaget tau!"
Agam tertawa puas lantaran berhasil membuat Vara marah. Dia memang sengaja mengerjai istrinya itu. Itung-itung untuk menghilangkan kebosanannya hari ini.
"Sengaja, supaya aku bisa tertawa," sahut Agam enteng.
"Emang selama ini Mas gak pernah bisa tertawa?"
"Bukan selama ini, tapi hari ini."
Vara mengabaikan ucapan Agam. Perempuan itu lantas duduk di samping Agam.
"Kamu kaget?"
Vara mendelik, apa dia sekarang terlihat bahagia setelah dikejutkan? "Ya kagetlah!"
Agam bergeser, kemudian memeluk Vara. Dia sempatkan untuk mencium istrinya, seraya berkata, "Aku kangen. Padahal baru tadi pagi kita pisahan."
"Apa'an sih. Kebiasaan deh ngalemnya."
"Serius, Sayang. Hari ini aku bosen banget. Kangen kamu."
"Bisa banget sih gombalnya, siapa yang ngajarin?"
"Otodidak," jawab Agam kelewat santai.
Vara menahan senyuman, siapa yang tidak senang dirindukan suami sendiri?
Ketika asik melamun, Vara mengingat sesuatu. "Mas, kamu kok di sini? Tadi kamu bilang sore ini ada rapat."
Agam mengecek jam tangannya. "Lima menit lagi."
"Rapatnya lima menit lagi?"
"Iya. Masih istirahat. Jadi aku ke sini dulu."
"MasyaAllah."
Agam menoleh, menatap lekat Vara. "Namanya juga kangen. Meskipun jam istirahat aku terlewatkan, gak masalah, yang penting ada kamu."
Vara tertawa. "Idih, ini pinter banget sih kalau ngomong."
"Jangan dicubit ah."
Agam menyingkirkan tangan Vara dari bibirnya. Bukannya apa-apa, Agam harus waspada. Takutnya ada apa-apa dengan mereka kalau Vara menyentuh salah satu anggota tubuhnya yang sensitif.
"Ih kenapa dilepas sih?"
Agam memberengut. "Nanti malah kelepasan, Sayang."
Sontak saja Vara tertawa. "Apa sih? Kelepasan apa? Bibirnya bisa lepas, gitu?"
"Aku yang kelepasan. Udahlah. Jangan aneh-aneh. Lagian kita di kampus. Kamu mau kalau kita ketauan?"
"Ketauan apa?"
"Ya itulah."
"Itulah apa?"
"Bikin anak."
Tawa Vara semakin membahana ketika melihat suaminya salah tingkah. Memangnya salah mereka menyicil anak? Ups, tidak salah sih, hanya kurang tepat saja jika dilakukan sekarang.
"Aku siap-siap dulu," ucap Agam.
Laki-laki itu mencium singkat Vara, kemudian menatap lama wajah Vara. "Masih kangen sih, tapi gak masalah. Rapatnya bentar lagi juga selesai. Satu ciuman lagi deh."
Ketika bibirnya hampir menyentuh Vara, ketukan di pintu membuat mereka tersentak. Akhirnya Agam menelan kekecewaan lantaran Vara mendorongnya pelan.
"Sana rapat dulu," bisiknya sepelan mungkin.
"Gam, masih di dalem?" teriak seseorang dari arah luar.
"Iya, bentar," balas Agam.
"Tuh kan, kangennya nanti lagi ya? Di rumah aja."
"Iya," jawab Agam setengah hati.
***
Vara membuka matanya secara perlahan. Entah sudah berapa lama di tertidur di ruangan suaminya. Melihat dari pencahayaan lampu yang gelap, sepertinya sudah hampir malam.
Vara berdiri perlahan, kemudian kakinya melangkah untuk mencari saklar lampu. Lampu menyala dengan terang ketika dihidupkan.
"Oh, pantes."
Sudah pukul enam sore. Pantas saja langit sudah berubah sedikit gelap. Rupanya dia sudah terlalu lama berada dan ruangan itu.
Disaat Vara menimbang-nimbang apakah dia harus berbaring lagi di sofa, atau memilih pulang ke rumah, tepat disaat itu pintu ruangan terbuka. Agam langsung menghampirinya.
"Kamu tidur?"
"Ketiduran, Mas."
"Ayo, pulang."
"Sudah selesai rapatnya?"
"Sudah."
Tanpa membuang banyak waktu, Vara bergegas mengambil tasnya.
"Aku lewat samping aja."
Mendengar itu, Agam menarik tangan Vara. "Gak usah. Lewat sini aja."
"Gak mau. Kalau dosen lain liat gimana, Mas?"
"Gak apa-apa, ayo."
"Mas."
"Ayo, buruan."
Begitu keluar dari dalam ruangan dosen, Vara dan Agam bertemu dengan Bima. Sempat takut, tapi akhirnya Vara bisa bernapas lega. Setidaknya Vara masih aman meskipun sudah kepergok Bima.
"Lo nyuruh Vara nunggu di dalem?" tanya Bima.
"Iya."
"Gila sih, bini lo gak bosen nunggu selama itu?"
"Tanya aja sendiri. Bosen atau gak."
"Kamu bosen, Vara?" tanya Bima.
Vara yang belum siap dengan pertanyaan mendadak itu hanya mampu tersenyum tipis.
"Istri lo bosen tuh. Parah sih lo, bukannya dianter pulang dulu."
"Gak sempet, Bim. Lagian dia juga sengaja pengen pulang bareng gue," jawab Agam, "ya udah, gue balik duluan ya."
"Yo'i, awas di jalan."
"Iya, Bos."
Dalam perjalanan pulang, Vara meminta untuk mampir dulu. Katanya dia mau membeli beberapa makanan ringan dan juga buah-buahan. Ketika sibuk memilih buah apel, Agam menghampirinya.
"Tadi aku lihat teman kamu."
"Siapa?"
"Rakhma kalau tidak salah."
"Oh."
"Gak apa-apa?"
Vara mengernyit. "Apanya?"
"Siapa tau dia lihat kita berdua."
"Biarlah."
"Gak masalah?"
"Aku udah pernah bilang kalau aku punya suami. Tapi mereka gak percaya."
Agam mengernyit bingung. "Memangnya kamu bilang kalau kamu sudah menikah?"
Vara terkekeh pelan seraya menjawab, "Belum sih."
"Pantas teman kamu gak percaya."
"Habisnya mereka sering gosipin kamu. Bukan cuma mereka sih, angkatan aku memang sering gosipin dosen muda di kampus, apalagi kalau masih single."
"Tapi aku sudah beristri."
"Ya, tau. Itu kan belum lama."
"Sekarang masih sering digosipkan?"
"Masih."
"Kalian membahas tentang apa?"
Vara menoleh, sedikit ragu. "Dulu sih mereka gosipin kamu yang katanya...gay."
Agam memicingkan matanya dengan ekspresi tak terima. "Atas dasar apa kalian gosip seperti itu?"
"Masalahnya kamu gak pernah keliatan deket sama perempuan."
"Itu bukan jaminan."
"Memang."
"Aku yakin kamu juga berpikir begitu."
Vara meringis kala tebakan suaminya tepat. "Tapi kan sekarang aku percaya kamu bukan gay. Aku juga udah buktikan kok."
"Dasar anak muda. Paling senang gosip."
"Ih, jangan gitulah. Gosip itu kebutuhan."
"Dosa. Gak akan bisa bikin kenyang."
"Mas, ih."
"Ayo, dibayar, terus pulang."
"Eh, bayarin dulu."
"Bayar sendiri."
"Mas Agam kan suami aku."
"Terus kenapa?"
"Bayarin dong."
"Gak mau tuh."
"Mas."
Meskipun mengatakan tidak mau, Agam tetap mengeluarkan uangnya untuk membayar buah-buahan yang mereka beli.
Ketika sibuk memasukkannya dompetnya ke dalam saku celana, Vara berbisik pelan, "Boleh gak temanku main ke rumah kita?"
"Kapan?"
"Malam ini juga."
"Memangnya kamu siap?"
"Siap apa, Mas?"
"Siap dengan risikonya kalau mereka tau status kamu sekarang adalah istri dossn mereka."
Vara mengangguk mantap. "Aku gak keberatan kalau teman-temanku tau statusku sekarang, tau hubunganku sama Mas Agam itu apa, aku yakin mereka bisa jaga rahasia."
"Serius?"
"Ya, aku serius. Cuma kalau untuk publikasi ke semua orang, untuk saat ini aku belum siap, Mas."
"Pasti teman-teman kamu terkejut."
"Aku justru gak sabar liat mereka jantungan."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Sri Mawardi
critanya lancat" terus jadi galfok bacannya😇😇😇😇😇😇
2021-02-10
2
🖤리카𝘌𝘓𝘍98🖤
🤣🤣🤣🤣Dasar vara gk ada ahklak, malah seneng kalo temennya jantungan
2021-01-31
8