Bab 17 Shoping

...Vote dulu yuk, baru baca....

...Happy reading....

"Teman kamu sudah di dalam?"

Vara mengangguk seraya membalas, "Dari tadi sore."

Mendengar hal itu sontak membuat Agam terbelalak kaget. "Terkadang aku merasa takjub melihat perempuan begitu semangat belanja, padahal hanya menghabiskan uang."

"Belanja itu kebutuhan tau."

"Ya ya ya. Aku tau."

"Ayo masuk. Mas udah janji lho temenin aku belanja."

"Temen kamu tau kalau aku ikut?"

"Tau kok."

"Oh ya?"

"Iyalah. Eh, Mas. Kamu kenapa gak cerita kalau universitas mau ulang tahun?"

"Buat apa cerita?"

"Kok buat apa? Ya supaya aku tau, Mas."

"Nanti juga kamu tau sendiri."

"Iya sih, tapikan apa salahnya kamu cerita sama aku?"

"Apa salahnya kamu tau sendiri? Lagian kamu sudah dapat undangankan?"

"Udah."

"Nah, itu. Oh, jadi ini alasan kamu minta ditemani belanja?"

Vara mengangguk pelan. "Iyalah. Sekalian kita jalan-jalan."

"Modus."

"Biarin. Kan modusnya sama suami sendiri."

Vara menggandeng tangan suaminya saat memasuki toko pakaian berlantai dua. Bukan butik mahal, namun bukan juga toko pakaian biasa. Mereka sengaja mendatangi toko pakaian yang isi barangnya tak terlalu mahal atau pun terlalu murah. Yang intinya sesuai dengan nominal uang yang mereka punya.

"Di mana teman kamu?"

"Paling di lantai dua. Nanti kita ke atas."

"Kenapa nanti?"

"Aku mau pilih batik dulu buat Mas, yang ini bagus atau gak?"

Vara menunjukkan pilihan batik kepada suaminya. Menurutnya warna batik pilihannya cocok untuk Agam. Warna merah marun, tapi kebanyakan corak berwarna biru dongker. Tidak terlalu terang atau pun tidak terlalu gelap.

Agam mengernyit tak suka. "Warna merah?"

"Ini warna merah marun lho, Mas. Bukan warna merah biasa. Kalau warna merah tuh yang kayak ini."

Agam mulai membandingkan dua batik yang menurutnya sama. Meskipun menurut Vara kedua batik tersebut berbeda warna.

"Bagus," balas Agam sekenanya.

Bukannya takut istri. Agam hanya mencari aman saja. Lagipula dia percaya pilihan Vara tidaklah buruk.

"Beli yang ini ya?" bujuk Vara, "nanti aku beli juga yang coraknya sama kayak ini. Meskipun beda warnanya."

"Ya, boleh."

"Oke, Mas. Sekarang kita beli batik yang lainnya. Paling gak kita beli lagi dua."

Agam menahan lengan Vara ketika istrinya itu akan berlalu mencari batik lainnya.

"Buat apa? Beli satu sudah cukup."

Vara menggelengkan kepalanya. "Gak ada. Kamu tuh cuma punya satu batik di rumah. Padahal kampus kan sering buat acara formal, masa kamu pake batik itu aja sih?"

"Gak masalah. Yang liat juga belum tentu tau kalau aku cuma punya satu batik."

"Ini nih. Kamu terlalu menyepelekan, Mas. Ingat ya, begini juga aku mahasiswa. Aku sering lihat kamu pake baju batik itu dan itu. Aku bisa nebak kalau kamu memang cuma punya satu. Dan terbukti kan, setelah aku jadi istri kamu aku bisa lihat di lemari kalau batik yang kamu punya cuma satu."

Agam tersenyum lebar. "Kamu ternyata sering perhatiin aku. Mulai suka aku sejak kapan?"

"Astagfirullah, Mas. Padahal aku udah sering cerita lho kalau kamu itu objek gosip teman kampus, bahkan yang lain juga. Bukan cuma aku aja yang sering perhatiin kamu."

"Aku pikir aku ini spesial buat kamu."

"Spesiallah. Kamu suami aku."

Vara menarik Agam ke sembarang tempat. Dia tetap akan memaksa suaminya untuk membeli beberapa potong baju batik lagi. Sayang sekali uangnya yang selama ini ditabung, tapi tidak pernah dipakai.

"Kamu tuh kalau mau pelit jangan parah banget. Awas aja kalau pelit sama aku."

"Siapa yang pelit, Sayang? Aku bebaskan kamu mau apa pun. Yang penting itu sesuai kebutuhan kamu. Aku cuma minta kamu jangan boros, belilah yang kamu butuhkan."

"Iya, Mas. Astagfirullah. Aku gak boros."

"Aku bukannya bilang begitu. Aku cu—"

"Iya tau."

Agam menghela napas dalam-dalam. Apa sebaiknya dia biarkan saja Vara membeli apa pun seperti keinginanannya? Tapi itu bukan perilaku yang baik. Dan Agam sebagai seorang suami sudah menjadi kewajibannya untuk mengingatkan Vara.

"Yang ini mau gak?"

"Mau."

"Oke, yang ini juga."

"Kapan kamu mau pilih buat kamu sendiri?"

"Sekarang. Ayok ke atas."

***

"Waw. Lo udah berani gandeng suami lo ke depan umum?"

"Berani dong. Suami gue kan ganteng, berduit pula. Keliatan banget cinta sama gue," jawab Vara dengan rasa bangga.

"Keliatan bucinnya."

"Namanya juga cinta."

"Emangnya lo gak takut ada yang liat? Maksudnya temen kampus atau temen lainnya."

"Ya takut sih. Tapikan kalah sama semangat gue buat belanja bareng dia. Lagian nih, gue kan bisa sembunyi kalo ada temen yang ke sini."

"Iya sih. Lagian kan gue sama Daria ada bareng lho. Mereka juga pasti mikirnya Pak Agam gak sengaja ke sini, ya kan?"

"Yo'i. Udah, tenang aja, Rah."

"Tenang apa?" sahut Daria tiba-tiba. Perempuan itu sudah memilih satu gaun berpola batik. Sayang sekali terlalu panjang, menurut Vara.

"Tenang aja. Mau belanja apa pun boleh. Dia kan ada yang bayarin sekarang," jawab Rakhma, "iya gak, Var?"

"Iya dong, uang suami, uang istri juga. Uang istri, belum tentu milik suami," balas Vara yang disertai kekehannya.

"Lo mah istri gak ada akhlak, Var."

"Diemlah, Dar. Lo gak tau nikmatnya jadi istri ketika ngabisin uang suami."

"Emang lo udah berapa kali ngabisin uang suami lo?"

"Udah berkali-kali malahan."

"Kapan? Lo beliin apa aja?"

"Dulu, waktu bulan madu. Gue abisin buat beli oleh-oleh untuk kalian."

"Sinting lo."

"Oh, jadi makanan yang lo bawa banyak itu hasil dari bulan madu lo?" tanya Rakhma, "dasar tukang bohong. Bilangnya ada urusan keluarga, taunya malah honey moon."

"Udahlah. Lagian itu masa lalu. Kalian juga kena rejekinya kan?" balas Vara.

"Itu kan udah lama ya? Sekarang udah jadi belum?" tanya Daria tak tahu malu. Memang diantara mereka bertiga hanya Daria yang tidak bisa mengontrol diri sendiri.

"Udah jadi apa'an?" tanya Vara pura-pura polos.

Sebenarnya Vara mengerti maksud pertanyaan Daria. Namun, Vara tetap bersikap pura-pura tidak mengerti.

Daria menaikturunkan alisnya dengan senyuman lebar seraya membalas, "Itu lo. Yang diperut lo."

"Diperut? Emang ada apa diperut?"

"Halah, pura-pura gak ngerti. Diantara kita bertiga cuma lo yang udah gak segelan, kemungkinan besar lo duluan yang cetak anak."

"Nantilah. Gue belum ada niat punya momongan."

"Lah, kenapa sih?" tanya Rakhma, "anak itu rejeki, Var."

"Emang rejeki. Tapi gue belum siap untuk sekarang ini. Gue mau fokus skripsi dulu. Emang sih alasan gue klasik banget. Tapi memang cuma itu kok alasannya."

"Kalau semisalnya lo dikasih sekarang gimana?" tanya Daria, "lo udah siap?"

"Sekarang?"

Daria mengangguk. "Lo udah komunikasi sama suami lo?"

"Udah kok."

"Terus?"

"Dia juga setuju untuk tunda dulu punya momongannya."

"Lo masih rutin hubungankan?"

"Ya gitulah. Jangan tanya yang masalah itulah, Dar. Malu gue."

"Tau tuh, Dar. Itukan masalah pribadi," sahut Rakhma.

Daria mengangguk paham. "Gue tanya pake pertanyaan lainnya deh. Lo masih rutin pake pengamankan?"

"Masih kok," jawab Vara, "tapi..."

"Tapi apa?"

"Seinget gue, udah dua kali Mas Agam lupa."

"Lupa apa?"

"Pake pengaman," gumam Vara.

Astagfirullah. Kenapa Vara baru mengingat masalah itu? Kenapa juga dia sampai melupakan masalah itu? Tinggal menunggu beruntung atau tidak beruntungnya nanti.

"Lo bisa cek sendiri, Var. Lo beli testpack deh besok."

...⚡...

...⚡...

...⚡...

...🚲Bersambung 🚲...

...Jangan lupa vote dan komen....

...Terima kasih. Sorry for typo. ...

Terpopuler

Comments

cicia_gie

cicia_gie

wah suami berduit is the best

2020-12-02

3

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 Kejelekan Agam
2 Bab 2 Syarat
3 Bab 3 Makan Bersama
4 Bab 4 Dipingit
5 Bab 5 Mama Nangis
6 Bab 6 Kado Sasa
7 Bab 7 Foto Sakura
8 Bab 8 Kerja dan Bulan Madu
9 Bab 9 Geger
10 Bab 10 Canggung
11 Bab 11 Suami Gue
12 Bab 12 Publikasi
13 Bab 13 Shock!
14 Bab 14 Ngeri
15 Bab 15 Berat Ini Mah
16 Bab 16 Undangan
17 Bab 17 Shoping
18 Bab 18 Jumpa Mama
19 Bab 19 Ribut
20 Bab 20 Pasar Malam Dulu
21 Bab 21 Mas Agam...
22 Bab 22 Pacar Pak Agam
23 Bab 23 Rencana Pak Gandhi
24 Bab 24 Sabar, Vara
25 Bab 25 Kebaikan Kita Berdua
26 Bab 26 Istri Kedua Agam
27 Bab 27 Menurut Agam
28 Bab 28 Jujur, Mas
29 Bab 29 Gak Pernah
30 Bab 30 Akibat Kesiangan
31 Bab 31 Alasan Ngawur
32 Bab 32 Tercyduk
33 Bab 33 Menantu Papa
34 Bab 34 Belanja Dulu
35 Bab 35 Badai
36 Bab 36 Siapa Gue
37 Bab 37 Masalah dan Bobot Tubuh
38 Bab 38 Perceraian
39 Bab 39 Istri Agam
40 Bab 40 Genderuwo
41 Bab 41 Gugup
42 Bab 42 Modusnya Agam
43 Bab 43 Aku Pulang Sekarang
44 Bab 44 Sakit
45 Bab 45 Halim ya?
46 Bab 46 Telat Datang Bulan
47 Bab 47 Dear, Para Suami
48 Bab 48 Ultah Papa
49 Bab 49 Maunya Vara
50 Bab 50 On The Way
51 Bab 51 Vara Cucu Nenek
52 Bab 52 Pernikahan Vara
53 Bab 53 Reza Emosi!
54 Bab 54 Suami Ganteng
55 Bab 55 Suami Unik Suami Istimewa
56 Bab 56 Status
57 Bab 57 Insiden
58 Bab 58 Berdarah-darah
59 Bab 59 Kabar buruk
60 Bab 60 Tasyila
61 Bab 61 Tamu
62 Bab 62 Gangguan Jiwa
63 Bab 63 Perpustakaan Ajang Tinju
64 Bab 64 Insiden Lagi
65 Bab 65 Kesedihan Mendalam
66 Bab 66 Sesak di Dada
67 Bab 67 Mak Comblang
68 Bab 68 Si Kerdil
69 Bab 69 Cantik Siapa?!
70 Bab 70 Cemburu Boleh?
71 Bab 71 Agam Hilang
72 Bab 72 Cerita di Toko Pakaian
73 Bab 73 Dikuasai Emosi
74 Bab 74 Aksi Diam-diaman
75 Bab 75 Bukan Kamu!
76 Bab 76 Telepon
77 Bab 77 Agam Masak Dulu Ya
78 Bab 78 Taman Kuy
79 Bab 79 Dipanggil
80 Bab 80 Diadili
81 Bab 81 Bertubi-tubi
82 Bab 82 Gak Boleh Tau
83 Bab 83 Hasilnya
84 Bab 84 Tolong Saya
85 Bab Tak Sabar Rapat
86 Bab 86 Abiyan Klarifikasi
87 Bab 87 Drama Kampus
88 Bab 88 Menyayangi
89 Bab 89 Kelulusan
90 Bab 90 Happy
Episodes

Updated 90 Episodes

1
Bab 1 Kejelekan Agam
2
Bab 2 Syarat
3
Bab 3 Makan Bersama
4
Bab 4 Dipingit
5
Bab 5 Mama Nangis
6
Bab 6 Kado Sasa
7
Bab 7 Foto Sakura
8
Bab 8 Kerja dan Bulan Madu
9
Bab 9 Geger
10
Bab 10 Canggung
11
Bab 11 Suami Gue
12
Bab 12 Publikasi
13
Bab 13 Shock!
14
Bab 14 Ngeri
15
Bab 15 Berat Ini Mah
16
Bab 16 Undangan
17
Bab 17 Shoping
18
Bab 18 Jumpa Mama
19
Bab 19 Ribut
20
Bab 20 Pasar Malam Dulu
21
Bab 21 Mas Agam...
22
Bab 22 Pacar Pak Agam
23
Bab 23 Rencana Pak Gandhi
24
Bab 24 Sabar, Vara
25
Bab 25 Kebaikan Kita Berdua
26
Bab 26 Istri Kedua Agam
27
Bab 27 Menurut Agam
28
Bab 28 Jujur, Mas
29
Bab 29 Gak Pernah
30
Bab 30 Akibat Kesiangan
31
Bab 31 Alasan Ngawur
32
Bab 32 Tercyduk
33
Bab 33 Menantu Papa
34
Bab 34 Belanja Dulu
35
Bab 35 Badai
36
Bab 36 Siapa Gue
37
Bab 37 Masalah dan Bobot Tubuh
38
Bab 38 Perceraian
39
Bab 39 Istri Agam
40
Bab 40 Genderuwo
41
Bab 41 Gugup
42
Bab 42 Modusnya Agam
43
Bab 43 Aku Pulang Sekarang
44
Bab 44 Sakit
45
Bab 45 Halim ya?
46
Bab 46 Telat Datang Bulan
47
Bab 47 Dear, Para Suami
48
Bab 48 Ultah Papa
49
Bab 49 Maunya Vara
50
Bab 50 On The Way
51
Bab 51 Vara Cucu Nenek
52
Bab 52 Pernikahan Vara
53
Bab 53 Reza Emosi!
54
Bab 54 Suami Ganteng
55
Bab 55 Suami Unik Suami Istimewa
56
Bab 56 Status
57
Bab 57 Insiden
58
Bab 58 Berdarah-darah
59
Bab 59 Kabar buruk
60
Bab 60 Tasyila
61
Bab 61 Tamu
62
Bab 62 Gangguan Jiwa
63
Bab 63 Perpustakaan Ajang Tinju
64
Bab 64 Insiden Lagi
65
Bab 65 Kesedihan Mendalam
66
Bab 66 Sesak di Dada
67
Bab 67 Mak Comblang
68
Bab 68 Si Kerdil
69
Bab 69 Cantik Siapa?!
70
Bab 70 Cemburu Boleh?
71
Bab 71 Agam Hilang
72
Bab 72 Cerita di Toko Pakaian
73
Bab 73 Dikuasai Emosi
74
Bab 74 Aksi Diam-diaman
75
Bab 75 Bukan Kamu!
76
Bab 76 Telepon
77
Bab 77 Agam Masak Dulu Ya
78
Bab 78 Taman Kuy
79
Bab 79 Dipanggil
80
Bab 80 Diadili
81
Bab 81 Bertubi-tubi
82
Bab 82 Gak Boleh Tau
83
Bab 83 Hasilnya
84
Bab 84 Tolong Saya
85
Bab Tak Sabar Rapat
86
Bab 86 Abiyan Klarifikasi
87
Bab 87 Drama Kampus
88
Bab 88 Menyayangi
89
Bab 89 Kelulusan
90
Bab 90 Happy

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!