“Aku takut bu, kata temen - temen bangku itu terkutuk bu. Buktinya, saya tadi itu gak ngapa – ngapain eh tiba – tiba saya di dorong sama Della.” Ucap Hani.
Hani sengaja tidak memberitau tentang apa yang dia lihat. Dia yakin, pasti guru itu tidak percaya omongan Hani. Selain itu, dia tidak mau ada orang lain tau kondisinya sekarang. Dia takut di kira gila.
Sedangkan psikolog itu hanya menggeleng dan menahan senyum mendengar jawaban Hani. Kemudian, wanita itu mengelus rambut Hani dengan lembut.
“Oh gitu ya. Hmmm... Jadi tempat duduk di kutuk. Siapa yang mengutuk?” Tanya wanita itu.
“Arwah Nana bu.” Jawab Hani berbisik.
Lagi – lagi wanita itu menahan senyum karena tingkah Hani.
“Kamu tau gak, kenapa kok mereka bilang bangku itu dikutuk?” Tanya wanita itu.
“Karena, Nana di bunuh bu jadi dia gak teri...” Ucap Hani terputus.
“Duh! Kok aku bilang kalau Nana di bunuh sih? Keceplosan nih.” Pikir Hani.
“Di bunuh?” Tanya wanita itu penasaran.
“Ah.... gak bu, gak kok. Itu sih cuman gosip aja bu hehehe.” Hani tetawa canggung.
Wanita itu diam sesaat dan terlihat sedang memikirkan sesuatu.
“Jadi... menurut teman – teman mu, bangku itu di kutuk karena arwah Nana gentayangan. Dia tidak terima kalau dia itu di bunuh, terus dia mengutuk tempat duduk itu, agar ada mau mencari siapa pembunuhnya, gitu?” Ucap Wanita itu berbisik.
Hani tersentak kaget mendengar itu, dia berhenti bernapas selama beberapa detik, dan matanya mulai bergerak ke sembarang arah.
“Apa ibu ini indigo ya? Apa ibu ini sudah tau? Apa ibu ini bisa melihat Nana di sini? Terus Nana bilang semua ke ibu ini? Atau ibu ini bisa baca pikiranku?” Banyak pertanyaan muncul di otak Hani.
“Tapi apa benar arwah Nana menghantuiku karena aku duduk di bangku itu? Tau gitu aku waktu pertama masuk duduk di belakang sama Jaelani.” Pikirnya lagi.
Tiba – tiba wanita itu tertawa lirih. Lamunan Hani langsung buyar.
“Hahahaha anak – anak sekarang itu terlalu sering nonton film horor kayaknya. Ck ck ck, memang sih lagi hits hitsnya film horor. Makanya mereka bilang gitu.” Ucap wanita itu.
“Hahaha... Iya kali bu.” Lagi – lagi Hani tersenyum canggung.
“Duh, kirain... ternyata.” Pikir Hani.
Tok tok tok.
“Silahkan masuk.”
“Permisi bu, orang tua Della sudah datang.” Ucap pak Tony.
“Oh iya. Hani, sekarang kamu kembali ke kelas dulu ya. Udah, gak usah takut ya. Seperti yang kamu bilang. Itu hanya gosip. Kalau ada apa – apa kamu bisa bilang ke ibu.” Ucap wanita itu ramah.
Hani hanya mengangguk dan berpamitan pergi. Saat Hani pergi dia berpapasan dengan kedua orang tua Della.
“Hani, mau kemana?” Tanya pak Tony.
“Mau ke kelas pak.”
“Bapak antar ya.”
“Pak Tony!!!”
Tiba – tiba ada yang memanggil pak Tony dari arah UKS. Dari kejauhan guru wanita itu berlari menghampiri pak Tony. Setelah mendekat, ternyata itu ibu Tina. Ibu Tina langsung , menarik pak Tony sedikit menjauh dari Hani. Kemudian, dia berbicara berbisik hingga Hani tidak bisa mendegar. Teteapi Hani bisa melihat ekspresi mereka, terlihat panik.
“Kamu ke kelas sendiri ya Han. Bapak sama bu Tina ke UKS dulu.” Ucap pak Tony.
Kemudian, pak Tony dan bu Tina pergi berlalu. Mereka berjalan cepat menuju UKS.
“Ada apa ya?” Gumam Hani.
“Menurut prediksi saya Della mengalami gejala Skizofernia.....” Ucap psikolog dari ruang khusus di dalam ruang BK.
“Skizofernia? apa itu?” Ucap Hani.
Hani yang penasaran pun menguping. Dia mundur sedikit lalu, berjongkok dan melepas tali sepatunya, dan mendekatkan telinganya ke pintu yang sediki terbuka itu. Psikolog itu menjelaskan apa itu Skizofernia.
“Kemungkinan, dia tertekan karena kehilangan sahabatnya. Della butuh terapi khusus di psikolog.....”
“Hey! Kamu ngapain di situ?” Bentak seorang guru.
Hani langsung mendongak, dan menali sepatunya.
“Ini pak tali sepatu saya lepas. Tapi, saya gatau pak cara menali sepatu.” Ucap Hani.
“Haduh! Sudah SMA masih gak bisa sini saya ajari.” Ucap guru itu.
Hani pun menurut dan menghampiri guru itu. Kemudian, guru itu juga berjongkok melepas tali sepatunya. Memberi contoh kepada Hani bagai mana cara menali sepatunya. Hani pun berpura – pura belajar menali sepatu, meski sebenarnya dia sudah bisa.
Beberapa saat kemudian.
“Wah bisa pak. Terima kasih.” Ucap Hani sambil berlalu pergi.
Di dalam perjalannya menuju kelas Hani berpikir.
“Della itu sahabatnya Nana? Dia tertekan? Dugaannya dia tidak hanya stress tapi dia kena Ski... apa ya tadi? Hmmm... Apa jangan – jangan dia pembunuhnya?” Pikir Hani.
“Haahhh?” Hani terkejut.
Lagi – lagi dia merasa cincinnya mulai melonggar. Dia langsung memeriksanya dengan memutar putar cincinnya.
“Hmmm... Harus nih aku slidiki nih, si Della.” Gumamnya sambil mengangguk – angguk.
“Hani!!!” Teriak Galih.
Hani menoleh, dan Galih berlari kecil menghampirinya.
“Mau ke kelas?” Ucap Galih.
“Iya.”
“Bareng yuk!”
“Hmmm... pacarmu mana Gal?” Tanya Hani terang – terangan.
“Stttt. Heh! Wah ni anak ya, mulutnya gak ada filternya kali ya. Ini tuh di sekolah.”
“Ups! Sorry.” Ucap Hani sambil menutup mulutnya.
“Dia masih di UKS sama Della.”
“Kenapa?”
“Della gak mau di tinggal sama Viola.”
“Oh... kenapa ya?” Pikir Hani.
Hani dan Galih berjalan berdampingan menuju kelas. Setelah itu tidak ada percakapan lagi di antara mereka. Suasana pun hening. Hani masih tenggelam dalam pikirannya. Banyak dugaan muncul di otaknya.
...***...
Beberapa menit yang lalu di UKS.
Della memengang erat lengan Viola.
“Dell, kamu aman kok di sini. Udah ya, tenang.” Ucap Viola.
“Kuteks.” Ucap Della.
“Kuteks? Kamu mau pakai kuteks?” Tanya Viola bingung.
“Kuteksnya Vio.”
Viola terdiam, dia masih mencerna apa yang sedang di bicarakan oleh Della.
Tok tok tok.
Ibu Tina masuk ke UKS sambil membawa tas Della. Ibu Tina akan menaruhnya di samping kursi Della. Namun tiba – tiba Della merampas tanya dari tanggan ibu Tina dan memeluknya erat – erat.
Ibu Tina kebingungan dengan tingkah Della. Dia melirik ke arah Viola dan mengangkat kepalanya ke atas sedikit. Viola hanya menggeleng. Kemudian, ibu Tina meninggalkan ruangan itu namun sebelum keluar dari sana dia sempat berhenti sejenak karena ucapan Della.
“Vio, aku takut banyak orang jahat di sekolah.” Ucap Della lirih.
Tetapi ibu Tina bisa mendengarnya dengan jelas, karena ruangan itu sepi jadi suara Della menggema.
“Orang jahat? Kenapa dia bilang begitu?” Gumam bu Tina.
Kemudian, bu Tina melanjutkan langkahnya dan membuka serta menutup pintu UKS dengan pelan – pelan.
Di depan ruang UKS masih ada Galih yang berjaga.
“Kamu di sini dulu ya Gal. Ibu panggil pak Tony dulu. Nanti setelah pak Tony di sini, kamu kembali ke kelas.” Ucap bu Tina.
“Baik bu.”
Bu Tina pergi beralalu.
Galih yang penasaran, dia akhirnya membuka pintu UKS perlahan. Mengintip apa yang sedang terjadi di sana. Tidak sengaja dia mendengar.
“Aku harus menjaga kuteks ini.” Ucap Della.
“Kenapa?”
“Ini barang yang penting! Dan jangan ada yang membuka kain pembukus kuteks ini. Kamu jangan bilang siapa – siapa ya. Sebenarnya....”
~ Terima kasih, sudah mampir baca~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments