“Itukan, topinya....” Gumam Hani.
“Oh... Maaf. Saya kurang sopan pakai topi di dalam ruangan.” Ucap pak Tony.
Pak Tony melepas topinya. Kemudian tersenyum dan ganti bertanya kepada kedua orang tua Hani.
Hani merasa pernah melihat topi itu. Tapi entah dimana?
Dua puluh menit kemudian.
“Baik.. Saya sama anak - anak pamit ya pak, bu, Hani.” Ucap pak Tony.
“Oh iya pak Tony. Terima kasih loh udah repot – repot kesini jenguk saya sama istri saya.” Ucap papa Hani.
Satu persatu mereka keluar dari ruang inap. Hani mengantar mereka sampai depan pintu kamar.
“Sampai jumpa di sekolah Han.” Ucap Jaelani.
“Ciye...” Ucap teman – teman bersamaan.
“Anak – anak, ini di rumah sakit nak. Jangan
berisik.” Ucap pak Tony.
Mereka pergi pergi meninggalkan rumah sakit. Hani masuk ke dalam. Namun sebelum Hani masuk di matanya sempat melihat ada sesuatu di dinding. Dia merasa ada seseorang yang berdiri di sana.
“Gak gak. Hani abaikan perasaan aneh itu.” Ucap Hani sambil masuk ke kamar rawat inap.
Hani masuk sambil menggeleng – gelengkan kepalanya cukup cepat. Budhe Inem yang melihatnya tetawa.
“Haha. Mbak Hani, mau senam kepala? Itu sih terlalu cepat mbak.” Ucap budhe.
“Apa sih budhe... Aduh, kebelet. Aku ke toilet dulu.”
...***...
Di toilet.
Setelah buang air kecil Hani ingin mencuci mukanya. Dengan harapan dia tidak akan melihat hal – hal aneh tadi. Setelah mencuci muka dia membuka matanya. Menghadap ke kaca. Lagi – lagi dia terkejut. Ada tulisan “Pembunuh” di kaca.
Reflek Hani menguyur kaca itu dengan air. Agar tulisan itu hilang. Tetapi tidak. Tulisan itu hanya luntur sampai ke wastafel. Kemudian hidungnya mengendus – endus.
“Bau ini lagi? Ayolah.” Teriak Hani.
Tok tok tok
“Ada apa mbak?” Tanya budhe Inem.
Hani buru buru membuka pintu.
“Ini loh budhe.” Ucap Hani sambil menunjuk kaca.
Namun, seperti yang sudah – sudah tulisan itu menghilang, hanya terlihat kaca yang terdapat banyak buliran air.
“Aaargghhh. Jangan ganggu aku.” Gumamnya.
“Apa mbak?”
Hani hanya menggeleng dan keluar kamar mandi. Dia kembali duduk di antara kedua ranjang orang tuanya. Dia menghibur diri dengan berbincang – bincang dengan kedua orang tuanya. Sekalian melupakan hal – hal tidak masuk akal yang terjadi akhir ini.
Meski berusaha keras melupakan. Hani tetap saja kepikiran. Dia memikirkan potongan – potongan hal aneh yang dia ketaui. Mulai dari orang mistrius, mata bu Tina, topik pak Tony bahkan juga Della yang bertingkah tidak wajar.
Karena setelah di pikir – pikir, meski Hani baru sekali bertemu. Sikap Della itu berbeda. Ekspresinya terlalu dingin untuk orang yang cuek. Tapi dia juga terlihat sedang memikul beban yang berat entah apa itu. Potongan puzzle terakhir tulisan “Pembunuh”.
“Apakah ada pembunuh di antara orang – orang yang menjenguknya tadi?” Pikirnya.
“Hani....”Panggil mamahnya.
“Iya ma?”
“Kamu lagi mikirin apa sih Han?” Tanya mamanya
“Aku pengen mama sama papa cepat sembuh.” Jawabnya berbohong.
“Paling minggu depan sudah boleh pulang.” Ucap Ratih, mama Hani menenangkan.
Hani tidak ingin mamanya khawatir. Dia ingin mamanya cepat sembuh. Dia yakin, dia bisa melewati semua ini jika dia mengabaikannya. Dia percaya tekatnya lebih besar dari ketakutannya.
Hani memasang wajah tersenyum. Berharap orang tuanya bisa lekas sembuh dengan melihatnya baik – baik saja.
“Mbak Hani pulang dulu gih. Biar saya saja yang jaga ibu sama bapak.” Ucap budhe Inem tiba – tiba.
“E-enggak budhe. Aku gak mau di rumah sendiri.” Ucap Hani.
“Ada pak Rian ada pak Herdi.” Ucap papanya.
“Papa...”
Hani tidak bisa melawan ucapan papanya. Akhirnya dia mengikuti perintah papanya. Dia pulang bersama pak Rian.
...***...
Sampai di rumah.
Seperti biasa Hani memutar musik kencang – kencang di kamarnya dan menyalakan semua lampu di kamarnya. Termasuk lampu tidurnya yang menggunakan baterai. Kemudian dia bergegas mandi, dan mandi tergesa – gesa.
Hani merasa lega. Hari ini dia tidak di ganggu oleh hantu itu di kamar mandi. Badanya yang segar sekarang membuatnya ingin segera tidur. Entah kenapa dia merasa sangat lelah. Dia meregangkan tubuhnya sambil berjalan menuju ranjangnya yang empuk.
Dia menjatuhkan tubuhnya ke ranjang yang empuk itu. Tidak lama kemudian dia tertidur. Dia tertidur dengan keadaan lampu menyala terang.
Hani membuka matanya. Kemudian dia terkejut. Dia sekarang berada di tempat yang gelap. Tidak ada cahaya sejauh mata memandang. Udara di sini hangat sekali. Kemudian berubah menjadi dingin menggigil.
“Hu hu hu hu”. Suara tangis seorang gadis.
“Udah cukup ya. Jangan ganggu aku. Aku gak mau bantu kamu. Aku gak mau berurusan dengan makhluk kayak kamu. Atau kamu mau aku kurungkan lagi.” Teriak Hani.
Kemudian angin berhembus kencang. Angin itu sangat dingin. Hingga Hani mengigil. Dia tidak bisa membuka matanya. Kemudian dia mendengar teriakan yang melengking.
“Aaaaaaaaaa!!!” Teriak gadis itu.
“Akan kubunuh orang tua mu.” Lanjutnya.
“Tidak!!!” Teriak Hani.
Hani terbangun dari tidurnya. Keringat bercucuran di pelipisnya. Napasnya terenggah – enggah. Jantungnya berdegup kencang.
Drrttt Drrrtt Drrrrtt
“HP... Hp ku mana?”
Hani mencari – cari ponselnya. Di ranjang, di meja belajar, meja rias dan ketemu di tasnya.
“Hallo.”
“Mbak Hani ke rumah sakit sekarang ya!?” Ucap budhe Inem di seberang sana.
Hani bergegas mencari pak Rian. Dia berlari tergesa – gesa sampai lupa mematikan speakernya. Saat pintu di tutup. Speaker dan lampu di kamarnya mati dengan sendirinya. Entah siapa yang mematikannya.
Di depan pos jaga.
“Pak Rian. Ayo kerumah sakit sekarang.” Ajak Hani.
“Kenapa mbak?”
“Udah ayo pak cepetan!” ucap Hani panik.
“Baik.”
Pak Rian langsung mengeluarkan mobil dari garasi dan Hani yang tidak sabar pun mengikuti pak Rian dan bergegas masuk mobil.
Pak Herdi juga langsung membuka gerbangnya sebelum mobil datang mendekat.
...***...
Di rumah sakit.
Hani langsung menuju ICU. Disana dia bertemu budhe yang masih di luar.
“Budhe ada apa?” Tanya Hani panik.
“Bapak sama ibu mbak. Tiba – tiba keadaanya gak stabil mbak. Sekarang masih di dalam mbak.”
“Budhe takut.” Ucap Hani bergetar.
Budhe Inem langsung memeluk Hani erat. Hani yang tidak kuat menahan perasaanya yang kacau saat ini. Dia merasa dadanya sangat sesak. Dan tiba – tiba pandanganya kabur dan perlahan menjadi gelap.
“Masih tidak mau membantu ku?” Bisik seseorang di telinga Hani.
“Mbak... Mbak Hani. Bangun mbak!” Ucap budhe Inem.
Hani tersadar kembali. Tiba – tiba Hani berteriak.
“KAMU YANG PEMBUNUH!!!” Teriak Hani kesal.
Teriakannya berhasil membuatnya jadi pusat perhatian. Semua yang melintas di hadapan Hani. Tanggan Hani mulai mengepal. Kemudian dokter memanggil.
“Keluarga bapak Beni...” Panggil pak dokter.
Hani bergegas ke sana.
“Gimana keadaan papa saya?”
“ Saat ini orang tua anda...”
~ Terima kasih, sudah mampir baca~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
senja
kuat banget hantunya, knp gak bs bunuh pembunuh sendiri ya?
btw kapan ada orang lain atau dewasa yg bantu ya, kl gini kan jd berulang trs, diganggu-nyelakain-berulang2
2022-04-02
1
Clara Safitri
pak toni pembunuh anna?
2021-03-03
1
Euis Teuki
semoga aja orang tua hani baik-baik aja
author "wedding dress" mampir nih
aku udah kasih like
2020-11-24
3