Dua hari berlalu.
Hani beristirahat dengan tenang tanpa ada gangguan apapun. Dia sengaja tidak mau membahas hal – hal berbau supranatural. Dia tidak ingin mamahnya khawatir. Tapi sebenarnya dia sangat penasaran. Mengapa mamanya sangat merahasiakan kelebihan yang Hani miliki.
“Sixth Sense ya?” Gumamnya.
Sekarang Hani sedang bersiap untuk sekolah sambil melamun. Biasanya Hani antusias saat hari pertama perkenalan di sekolah. Dia sangat menyukai sensasinya, berdebar dan bersemangat. Dia sangat menyukai hal baru, termasuk bertemu dengan orang baru. Tetapi sejak kejadian tiga hari yang lalu. Hani tidak antusias seperti biasanya.
“Han, sudah siap?” Tanya mamanya yang tiba – tiba sudah muncul di kamarnya.
Kemunculan mamanya yang tiba – tiba membuyarkan lamunannya.
“Udah mah.” Jawab Hani dengan ceria.
“Ayo, udah di tunggu papa di mobil.”
Hani dan mamanya bergegas turun dan menyusul papanya yang sudah di dalam mobil. Saat Hani hendak menutup pintu kamarnya dia otomatis melihat kaca riasnya. Dia teringat lagi kejadian tiga hari yang lalu, dimana dia melihat kaca riasnya ada tulisan nama. Kemudian, dia terdiam sejenak.
“Ayo Han.” Ajak mamahnya.
“Iya.”
Hani langsung menutup pintu kamarnya. Di pikirannya saat ini sedang bercampur jadi satu, mengenai sixth sense, siapa Nana?, apa tujuan si hantu itu mengganggu Hani.
...***...
Hani sudah sampai di sekolahnya. Dia sedang menunggu di depan ruang guru sambil duduk di kursi keramik yang menyatu dengan tembok ruang guru. Matanya sedang mengamati lingkungan sekolah barunya. Tidak jarang matanya bertatapan dengan siswa lainnya di sana tanpa sengaja. Wajar, untuk saat ini dia menjadi pusat perhatian di sana. Karena saat ini dia masih memakai seragam putih abu. Dia masih belum punya seragam khas sekolah itu.
Kring... Kring... Kring...
Bel masuk sudah berbunyi. Hari baru di mulai. Tidak lama kemudian mamanya keluar dari ruang guru bersama seorang guru perempuan berseragam olahraga. Guru itu menyapa Hani dengan senyumannya.
“Pagi.” Sapa guru perempuan itu.
“Pagi.” Jawab Hani.
Deg...
Tiba – tiba Hani merasa ada sesuatu yang terlihat familiar baginya. Dia mencoba mengingat – ingat apa itu?.
“Hah? Matanya?” Batin Hani.
Hani teringat. Bahwa mata guru itu tampak familiar. Karena kejadian tak nalar tiga hari yang lalu. Posisi Hani saat ini lebih rendah dari guru perempuan itu. Posisi ini sama persis dengan kemarin. Hanya saja kemarin dia ada di semak – semak. Kalau sekarang dia sedang duduk di depan ruang guru.
“Ayo Han.” Ajak mamanya.
Hani sedikit kaget karena suara mamanya.
“I-iya mah.”
Hani, mamanya dan guru perempuan itu berjalan menuju kelasnya. Sampai di depan kelas mama Hani berpamitan.
‘Ya udah ya. Mama antar sampai sini saja.”
“Ah, mama. Kenapa sih gak aku sendiri aja yang masuk. Kenapa mama juga harus masuk ke sekolah.” Gerutu Hani.
“Ck ck ck, kalau gak ada masalah mama juga bakal antar kamu sampai sini Han.” Sanggah mama Hani.
“Masalah?” Gumamnya.
Belum sempat Hani bertanya mamanya sudah menyodorkan tangannya untuk bersalaman dengan Hani. Hani pun mencium punggung tanggan mamanya. Setelah itu mamanya pergi.
Ibu guru yang sudah masuk duluan mempersilahkan Hani masuk ke dalam. Hani mulai melangkahkan kakinya.
Saat di ambang pintu. Dia merasakan aura yang tidak enak. Dia merasa seperti badannya menolak untuk masuk ke dalam. Tapi dia mengabaikannya.
“Anak – anak diam!” Seru ibu guru.
“Silahkan memperkenalkan diri.” Lanjutnya.
“Perkenalkan nama saya Hani. Semoga kita bisa berteman dengan baik. Salam kenal.”
Hani memperkenalkan dirinya sangat singkat.
Kemudian dia di sambut tepuk tangan yang tidak meriah dan tidak sepi. Tepukannya sedang.
“Baik, silahkan duduk di kursi depan itu ya.” Ucap Ibu guru.
“Jangan di situ bu. Nanti hantu Nana marah lo bu.” Ucap seorang siswa dengan cengegesan.
“Nana?” Gumamnya.
Seketika kelas jadi gaduh karena ucapnya itu. Kalimat demi kalimat di tujukan ke siswa saling bertimpang tindih. Hanya beberapa yang dapat Hani dengar.
“Hust. Ngomongnya di jaga.”
“Jangan omongin orang yang sudah meninggal.”
“Heh. Pamali.”
Hani mendengar beberapa kalimat itu langsung merasa merinding. Mukanya jadi tegang. Tanggannya mulai dingin dan napasnya mulai tidak teratur.
“Diam anak anak. Diam!!. Sudah cukup. Sekarang semua bersiap untuk olahraga. Ayo keluar semua.” Ucap ibu guru.
“Baik bu Tina.” Jawab mereka serentak.
Melihat Hani yang tegang bu Tina langsung menepuk pelan punggunnya. Dia mencoba menenangkan Hani.
“Udah, udah kalau kamu takut. Kamu bisa duduk di belakang sama Jaelani.”
Jaelani yang mendengar namanya di sebut langsung berlari kecil menghampiri bu Tina.
“Ada apa bu?” Tanya Jae.
“Kamu mau gak duduk sama Hani? Kayaknya Hani takut gara – gara si Galih.”
“Mau banget bu. Sudah menjomblo selama enam bulan. Akhirnya ada teman sebangku juga.”
“Jaelani!!!”. Ucap ibu Tina sambil menjewer telinga Jaelani.
Jaelani kesakitan sambil mencoba melepas tangan ibu Tina dari telinganya. Setelah terlepas dia langsung melarikan diri. Berlari sekencangnya menuju lapangan.
“Ayo Hani. Kamu mau duduk dimana?. Habis itu kita langsung ke lapangan.”
Hani memilih untuk duduk di depan. Meskipun katanya, bangku itu bekas Nana. Siswa yang sudah meninggal. Hani masih belum bisa mengambil kesimpulan atas kejadian kemarin. Namun dugaanya saat ini. Nama “NANA” itu adalah nama arwah yang sedang di kurung oleh paranormal itu.
...***...
Di lapangan sekolah.
Hani hanya duduk di pinggir melihat anak – anak lain berolah raga. Dia juga sekalian mengamati lagi lingkungan sekolahnya. Di mata Hani. Lingkungan ini terlihat tidak bersih, udaranya seperti berkabut. Tapi siswanya terlihat biasa saja tidak terganggu dengan udara yang terlihat tidak bersih ini. Sedang asik mengamati, tiba – tiba bebapa siswa berseru.
“Woah?!.”
“Waw!!!”
“Kok bisa nyangkut sih?"
“Hayolo. Jaelani.”
Mendengar itu Hani mencari sumber kegaduhan itu. Ternyata ada bola basket yang menyangkut di samping ring basket. Terlihat Jaelani sedang mencoba mengeluarkan bola itu dari sana. Dengan cara mendorong dari bawah bola itu dengan bola lain. Itu membutuhkan waktu cukup lama. Tapi tidak di sangka sebelum bola lain menyentuh bola yang menyangkut itu. Bola yang menyangkut itu sudah bisa lepas sendiri.
Tidak semua orang tau tentang kejadian itu. Namun Jaelani yang berada di bawahnya melihat jelas kejadian itu. Hani juga melihat kejadian itu. Meski dari jauh, Hani mengamati itu dengan seksama.
“Hah?” Gumam Hani.
Kring!!!
Bel tanda pergantian pelajaran berbunyi. Beberapa siswa dan siswi yang ada di lapangkan membubarkan diri. Beberapa siswi terlihat menghampiri Hani.
“Hai Hani.” Ucap salah satu siswi.
“Hai.”
“Mau ke kelas bareng?”
“Ayuk!!!”
Hani dan beberapa siswi itu berjalan berjajar menuju kelasnya. Mereka berjalan sambil mengobrol ria. Untuk sementara Hani bisa melupakan pemikirannya tentang tiga hari yang lalu.
Sedangkan Jaelani masih memikirkan kejadian tadi. Dia kebingungan apakah matanya salah melihat.
“Ah salah lihat kali ya.” Gumamnya.
...***...
Di dalam kelas setelah semua ganti baju.
“Loh, bangku in masih kosong?” Teriak Jaelani.
Semua siswa dan siswi memandang heran ke arah Jaelani.
“Emang bangku itu kosong Jae. Jangan aneh – aneh.” Ucap Galih.
“Seharusnya ada bidadari menemaniku disini.” Lanjut Jaelani.
“Kelihatan deh mana yang Jones alias Jomblo ngenes.” Ledek Galih.
Kemudian terdengar suara tawa mengelegar karena ucapan Galih. Mereka semua tidak menyangkal. Karena memang sejak kelas satu Jaelani memang selalu duduk sendiri. Dia tidak mau ada orang lain duduk di sampingnya. Alasannya aneh. Dia beralasan jika nanti ada orangnya, dia tidak bisa tidur. Karena dia selalu tidur di atas gabungan tiga bangku.
Hani ikut tertawa kecil bersama teman sekelasnya. Semua tertawa kecuali Della. Teman sebangku Hani.
“Kenapa dia tidak tertawa?.” Gumam Hani.
~ Terima kasih, sudah mampir baca~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
senja
takut tapi kenapa kekeh disana?
2022-04-02
0
Sari Sari nalurita
kok doblel2 ya thor...
2020-12-17
1
Sari Sari nalurita
kok doblel2 ya thor...
2020-12-17
0