“Katanya rohnya udah di kurung. Tapi aku tetep aja di ganggu. Apa paranormal itu abal abal?" Dalam lamunannya.
“Kopi mbak?” Pak Rian menawarkan kopi.
Hani lagi – lagi tersentak, dia menoleh ke sumber suara dengan sedikit melotot. Itu sudah menjadi gerakan reflek Hani karena dia waspada.
Pak Rian pun juga tersentak melihat ekspresi Hani. Dia mundur satu langkah dan hampir menabrak tembok pos satpam.
“Aduh.” Rintih pak Rian.
“Kenapa pak Rian?” Tanya Hani.
“K-kopi mbak?” Ucap pak Rian sedikit terbata.
Hani kebingungan melihat tingkah pak Rian. Dia merasa pak Rian seperti sedang ketakutan.
Pak Rian dan Hani saling memandang satu sama lain. Mereka saling mengamati ke anehan yang mereka lihat sekarang.
Pak Herdi yang baru datang juga memperhatikan mereka berdua. Pak Herdi memperhatikan Hani dan pak Rian bergantian.
“Uhuk uhuk uhuk.” Pak Herdi batuk pura – pura.
Hani dan pak Rian memandang pak Herdi bersamaan dengan tatapan datar. Suasana menjadi hening lagi.
“Batuk pak Herdi. Minum obat aja.” Ucap Hani dengan ceria tiba – tiba.
Ucapan Hani akhirnya mencairkan suasana yang membeku tadi. Pak Herdi, Pak Rian dan Hani pun tertawa bersama. Akhirnya mereka mengobrol bersama membahas sinetron yang mereka lihat sekarang.
Tidak terasa sudah gelap.
“Permisi ya mbak Hani. Mau nyalain lampu. Saklarnya di atas mbak Hani.” Ucap pak Herdi.
“Oh aku aja pak yang nyalain.”
Hani berdiri dan menekan saklar lampu. Kemudian dia memandang luar pos satpam. Ternyata di luar sudah gelap. Lalu, matanya melirik ke rumahnya. Rumahnya gelap gulita.
“Hallo pak.” Ucap pak Herdi.
“Oh ada pak, mbak Hani disini.”
Hani yang merasa di sebut namanya menoleh. Mengangkat kepalanya sedikit. Mengisyaratkan “apa”. Ke pak Herdi.
“Baik pak.”
Pak Herdi memberikan ponselnya ke Hani. Hani menerimanya dan melihat siapa nama kontak yang menelepon.
“Hallo pa.” Ucap Hani.
“Papa sama mama pulangnya telat Han hari ini. Kita lembur nih. Deadlinenya besok. Kira – kira papa sama mama pulangnya jam sembilan. Palingan sampai rumah jam sepuluh.” Ucap papa Hani dari sebrang sana.
“Yah... papa. Hani di rumah sendirian dong. Gak mau pa. Pokoknya Hani gak mau sendiri.” Keluhnya.
“Anak papa pemberani kok. Udah gih masuk rumah. Jangan di pos satpam terus. Kasian pak Herdi sama pak Rian. Mereka kan juga harus kerja nak.”
“Papa... Iya deh iya.”
“Anak pintar. Udah kembaliin Hpnya.”
Hani mengembalikan ponsel pak Herdi. Kemudian dia meminta pak Rian menemani Hani pergi ke rumah. Dan juga Hani meminta pak Rian menemani Hani menyalakan lampu setiap sudut rumahnya. Dia tidak mau ada satu sudutpun yang gelap.
...***...
Di depan pintu kamar Hani.
“Bentar pak, jangan kemana – mana.” Ucap Hani.
“Hah?.
Hani melangkah masuk ke kamar pelan. Menengok ke kanan, kiri, atas bawah. Setelah di rasa aman. Hani langsung melesat mencari speakernya. Setelah menemukannya dia menyalakan lagu keras – keras. Kemudian, dia menghampiri pak Rian yang masih berdiri di depan pintu.
“Pak Rian. Boleh kembali sekarang. Tapi pak...”
“Iya?”
“Jangan lupa pintunya di tutup.”
“Ah haha. Iya mbak siap.” Ucap pak Rian sambil berpose hormat.
Hani kembali masuk ke dalam. Kamarnya saat ini terang benderang Bahkan dia juga menyalakan lampu tidurnya yang di isi daya dengan baterai. Untuk berjaga – jaga jika terjadi hal hal yang mencurigakan.
“Hmmm ... Mandi dulu lah.” Ucap Hani.
Sambil melompat – lompat kecil menuju kamar mandi. Tidak lupa dia juga membawa serta ponselnya.
Saat masuk ke kamar mandi.
Blam!!!
Listriknya madam. Seketika Hani berbalik badan. Dia tidak ingin kejadian kemarin terulang lagi. Namun dia terlambat, pintunya menutup sendiri.
Hani kembali panik. Untungnya dia membawa ponselnya. Sehingga dia segera menghidupkan ponselnya
.
Tetapi, karena dia panik. Tidak sengaja dia menjatuhkan barang berharga itu. Kemudian dia meraba – raba dimana ponselnya.
Hani terkejut, dia merasa sedang menyentuh jari tangan yang dingin. Dia menelusuri ujung dari jari itu dengan perlahan dengan meraba - raba. Kemudian listriknya menyala tetapi berkedip – kedip. Hani yang penasaran, perlahan dia mendongak dan dia terjungkal karena kaget.
“Aaaaa.” Teriak Hani.
Lampu padam kembali. Dia sempat melihat sosok perempuan berbaju seragam sekolah. Berambut sebahu dengan darah segar megalir di wajahnya.
Napasnya terenggah – enggah. Lalu listrik menyala lagi. Perlahan lampu kamar mandi menyala di dahulu kedip kedip. Hani merasa sedikit lega. Dia menarik napas sepanjang – panjangnya, dan mengusap mukanya dengan kedua tangannya hingga berhenti di dahinya. Dia menyangga kepala dengan kedua tanggannya di dahi.
Setelah cukup tenang. Hani membuka kedua tangannya, dia mendongak ke atas. Ternyata ini belum selesai. Hani melotot melihat ada tulisan di kaca kamar mandinya. Kali ini tulisannya “TOLONG!!!”.
“Tolong?” Gumamnya.
Dia membenaranikan diri. Dia berdiri, berjalan menuju kaca itu. Semakin mendekat, semakin tercium arom khas yang di gunakan dalam kuteks. Hidungnya pun muali mengendus endus.
“Bau... hmmm... Kuteks?”
Hani ingin sekali mengendus tulisan itu. Tetapi dia terpikirkan adegan di dalam film horor yang pernah dia tonton. Di film itu hantu bisa menarik pemain masuk ke dimensi yang berbda melalui cermin. Hani pun mengurungkan niatnya.
Dia mencoba menyentuh tulisan itu dengan tanggannya. Setelah tersentuh, cairan itu menempel di ujung jari. Kemudian dia mengendusnya.
“Uh.. Bener nih kuteks kayak yang biasa mama pakai pas di salon.” Ucapnya.
“Tapi... Kenapa kuteks sih? Baunya ituloh. Eh meding ini deh dari pada darah.” Lanjutnya.
Ceklek!!
Suara pintu terbuka.
“Duh.. Salah ngomong kan. Ampuun.” Ucap Hani sambil menepuk mulutnya.
Napasnya terengah – engah lagi. Lagi – lagi angin dingin menerobos masuk. Entah asalnya dari mana. Hani mulai merinding lagi dan punggungnya terasa berat lagi. Hani ingin berlari. Namun saat ini badannya tidak bisa bergerak. Dia mematung tiba – tiba. Saat ini dia hanya bisa bernapas dan berkedip. Bahkan untuk menelan ludah pun tidak bisa.
“Tolong... Tolong aku.!!” Terdengar suara perempuan menggema.
Hani tidak menjawab, dia hanya melirik mengecek keadaan sekitar dengan mata.
“Tolong jangan kurung aku lagi. Aku berjanji tidak ada menggangu mu. Tapi tolong aku. Kumohon. Huhuhuhu.” Gema suara perempuan lagi.
Hani tidak mau menjawab. Dia diam dengan keringat bercucuran melewati pelipisnya. Di dalam pikirannya Hani menjawab “Tidak, aku tidak akan membantumu”.
“TOLONG AKU!!!!” Teriak perempuan itu.
Suaranya menggema dan memekik di telinga. Hani hanya bisa memejamkan matanya.
DOR !! DOR!! DOR!!
Suara bohlam, kaca pecah. Barang – barang di kamar mandi semua bertebangan bahkan beberapa barang mengenai Hani. Tidak hanya itu, angin dingin pun berhembus kencang seperti tornado di dalam kamar mandi.
Hani tidak kuat lagi menopang tubuhnya, sehingga dia ambruk dan tersungkur di sana. Kepalanya juga terbentur wastafel.
Brak!!!
“Mbak Hani. Mbak, mbak bangun mbak. Mbak mbak” Terdengar suara Pak Herdi dan pak Rian saling bersahutan.
Hani hanya bisa menatap mereka. Namun, lama kelamaan pandangannya kabur.
...***...
Di kantor orang tua Hani.
Drrrrtt Drrrtt Drrttt
“Halo.”
“Pak mbak Hani pingsan.”
“Saya pulang sekarang.”
Papa Hani dan Mamahnya bergegas pulang. Mereka melaju cepat di jalan raya.
Brak!!!!
Mobil orang tua Hani menabrak mobil lainnya.
“Hani... Mamah sudah tidak...”
~ Terima kasih, sudah mampir baca~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
senja
*tidak akan
2022-04-02
0
Delima Rahmawati
terlalu brtele tele
2021-02-27
3
Euis Teuki
semoga mamahnya cuma pingsan
jangan di bikin mati, kasihan haninya nanti
author "wedding dress" mampir nih
aku udah kasih like
2020-11-24
3