Hani yang mencoba mengingatnya, namun masih belum ingat. Sedangakan Jaelani sudah tidak sabar.
“Aku cerita ya. Dengerin.” Ucap Jaelani tiba – tiba.
Hani hanya diam dan mematung.
“Jadi, kemarin tuh ya. Aku mau kasih tau, kalau ada seorang cewek. Kalau dia itu berdiri menghalangi jalan polisi yang sedang melakukan investigasi.” Ucap Jaelani sambil melirik Hani.
Dia memerika Ekspresi Hani. Namun, ekspresi Hani masih sama seperti sebelumnya.
“Pas aku nepuk pundaknya. Eh bruk!!! Aku di banting dong. Terus nyungsep deh ke aspal. Menurutmu gimana?” Lanjutnya.
Seketika ekspresi Hani berubah. Awalnya matanya hampir melotot. Tapi kemudian, dia menundukkan kepala. Jaelani yang melihat tingkah Hani merasa gemas. Ingin sekali rasanya dia mengelus kepala Hani. Tapi dia masih menahannya. Dia takut kesan pertamanya buruk di mata Hani.
Jaelani masih menunggu Hani menganggkat kepalanya. Lama – kelamaan, perlahan tapi pasti. Hani mulai mengankat kepalanya. Entah kenapa setelah mengetaui wajah Hani yang malu itu. Dia merasa tambah gemas dan ingin sekali rasanya mencubit pipinya.
“Maaf ya.” Ucap Hani malu - malu.
“Loh? Kenapa minta maaf.” Tanya Jaelani.
Dia pura – pura tidak tau, jika siswi yang dia ceritakan ke Hani adalah Hani sendiri.
“Aku kan tadi cuma cerita. Terus aku minta pendapatmu gitu.”
“Itu aku.” Batin Hani.
Jaelani masih menatap Hani dengan cerianya, di tambah lagi senyum dan lesung pipit di bawah bibir kirinya yang menghiasi wajah manisnya itu.
“Menurutmu gimana?” Tanyanya lagi.
“Nih cowok, nyebelin banget sih. Gak tau atau pura – pura gak tau sih?” Batin Hani.
“Itu aku hehe.” Jawab Hani sambil tertawa canggung.
Jaelani merasa puas dengan reaksi Hani. Sedangkan Hani mulai sebal dengan Jaelani. Kemudian Hani teringat sesuatu.
“Eh, aku mau tanya nih.” Tanya Hani.
“Apa?”
“Kamu kan tadi yang ngeluarin bola basket yang nyangkut?”
“Kenapa? Kelihatan keren ya?” Tanya Jaelani bangga.
“Gak juga, ih kepedean deh haha.” Ucap Hani.
Jaelani mendengar itu kecewa. Tapi dia tidak memperdulikannya. Dia masih diam, memikirkan hal aneh tadi. Di dalam pikirannya. Apakah Hani melihat apa yang dia lihat tadi?
“Heh.” Ucap Hani.
“Hah heh hah heh. Punya nama kali.”
Hani terdiam lagi. Dia mencoba mengingat namanya. Dia lupa siapa nama siswa itu. Padahal siswa itu sudah memperkenalkan diri saat awal bertemu. Bahkan tadi pagi bu Tina juga menyebutkan nama siswa itu. Tapi Hani masih tidak ingat.
“Ck, aish nih anak. Namaku Jaelani. Di ingat ya. Jaelani. Panggilnya cukup Jae.” Ucap Jaelani sedikit kesal.
“Oh.Iya jae.”
“Hmm... Emang kenapa? Benar aku yang kamu maksud tadi.”
Hani masih ragu. Tetapi dia ingin bertanya ke Jaelani. Dia ingin memastikan. Apakah yang dia lihat itu benar? Atau salah?.
“Hmmm. Aku pengen tanya nih. Tapi kamu jangan ketawa yah.”
Jaelani hanya mengangguk.
“Tadi, pas kamu melempar bola untuk mengeluarkan bola tadi. Aku lihat bola yang kamu lempar itu masih belum sampai kena bola yang nyangkut kan? Tapi bolanya udah bisa keluar sendri.” Ucap Hani perlahan, megharap Jaelani paham maksudnya.
Jaelani tekejut mendengar itu. Dugaanya benar. Bahkan lebih terkejutnya lagi. Ternyata tidak dia saja yang melihatnya. Dia jadi berpikir apakah yang lain juga melihatnya. Karena itu terlalu tidak masuk akal.
“Kamu juga lihat? Aku kira...” Ucapan Jaelani terpotong.
Tiba – tiba Galih menyeretnya keluar kelas.
“Ayo ke kantin. Jangan modus mulu." Ucap Galih.
“Nanti kita lanjutin lagi.” Teriak Jaelani.
Hani merasa dia di gantung oleh Jaelani karena ucapannya terpotong tadi. Meskipun begitu ucapannya sudah cukup menyakinkan bahwa yang melihat hal aneh tadi tidak hanya Hani, melainkan ada orang lain juga melihatnya. Dia merasa sedikit lega.
“Huh... Kirain Cuma aku doang yang melihatnya. Syukur deh kalau ada orang lain yang lihat.” Gumamnya.
...***...
Di kantin.
Galih dan Jaelani berjalan sejajar. Menelusuri lorong kantin yang sepi. Sebenarnya saat ini masih dalam jam pelajaran TIK (Teknik Informasi dan Komunikasi). Tetapi untuk sementara jam pelajaran ini kosong. Karena, pak Tony masih belum bisa masuk sekolah. Dia masih menjalani pemeriksaan sebagai saksi di kantor polisi.
“Mau makan apa ya?” Gumam Galih.
“Kamu mau makan apa Jae?” Lanjutnya.
Jaelani hanya diam saja. Dia masih memikirkan apakah hanya dia dan Hani saja yang tau kejadian itu?.
“Woy!” Bentak Galih.
“Apaan sih?”
“Tumben melamun. Ah... Jangan – jangan suka sama Hani ya?” Ejek Galih.
“Iya. Udah buruan beli. Terus kita balik ke kelas.”
“Duh duh duh.. Baru gak ketemu beberapa menit aja udah kangen.” Goda Galih.
Jaelani sedang tidak ingin menanggapi Galih. Dia hanya diam saja dan mendorong Galih, agar cepat sampai tujuan dan kembali ke kelas.
Saat sedang memesan makan Jaelani penasaran. Apakah Galih juga melihat kejadian itu. Akhirnya dia bertanya.
“Gal.” Panggilnya.
“Kenapa?.”
“Kamu tadi lihat gak. Pas aku coba keluarin bola yang nyangkut tadi?”
“Iya lah, semua orang juga lihat. Duh kamu itu ya. Merusak citramu sebagai atlet papan atas di sekolah ini. Masa altlet propesional bisa nyangkutin bola di ring basket.” Ejek Galih.
“Iya iya. Tapi masalahnya bukan itu Gal.”
“Terus apa?”
“Tadi bolanya itu keluar sendiri. Dia keluar sebelum bola yang aku lempar kena ke bola yang nyangkut itu.”
Galih terdiam. Kemudian dia memperhatikan mata Jaelani. Dia memeriksanya dengan seksama. Bahkan sampai melebarkan kedua mata Jaelani dengan jarinya.
“Jaelani. Kamu itu halu, apa minus, apa plus, apa silinder sih? Jelas – jelas itu bola keluar karena dorongan dari bola lain. Ya kali bolanya keluar sendiri. Ngarang aja.” Ucap Galih sambil mengipaskan tanggannya di depan mata Jaelani.
“Ini siomaynya.” Ucap penjual siomay.
“Terima kasih.”
“Ayok balik. Katanya udah kangen sama Hani.” Ajakan sekaligus ledekan Galih untuk Jaelani.
Jaelani hanya diam saja. Dia berjalan sambil memikirkan kejadian aneh itu. Apa benar itu hanya salah lihat. Tapi Hani juga melihatnya.
...***...
Di depan kelas.
“Wah gawat ada bu Tina tuh.” Ucap Galih panik.
“Heh. Aku duluan.”
“Eh.... Tunggu.”
“GALIH, JAELANI MASUK!” Teriak ibu Tina dari dalam kelas.
Mereka berdua masuk dengan Jaelani berjalan di depan dan Galih di belakang sambil menyembunyikan siomaynya. Kemudian dia berakting tersandung dan jatuh ke samping ke bangku depan paling dekat pintu. Dia terjatuh sambil menaruh plastik siomay ke dalam laci meja itu.
“Duh duh!” Rintih Galih.
“Hmm hmmm. Itu akibatnya kalau jam kosong ngluyur aja.” Ucap bu Tina.
Sebenarnya bu Tina sudah hafal dengan semua trik Galih. Tapi kali ini dia diam saja.
“Maaf bu.” Ucap Galih.
“Kalian duduk.” Perintah Ibu Tina.
“Oke. Kareana Della sedang di UKS dan Viola juga di UKS menjaga Della. Sekarang Hani nebeng dulu ke Galih buat belajar mandiri TIK. Tugas sudah ada di edmodo. Sementara, jawaban Hani di tulis di kertas nanti berikan ke saya Saya pergi dulu. Jangan ramai...” Ucap ibu Tina.
“Baik bu.” Jawab Hani.
Setelah bu Tina keluar. Semua siswa dan siswi mulai mengerjakan tugasnya melalui laptop masing – masing. Sedangkan Galih dia masih sibuk memakan siomay yang dia beli tadi.
Hani menoleh kebelakang untuk meminta bantuan Galih. Tapi Galih malah memanggil Jaelani.
“Jae. Sini duduk sini, Bantuin Hani. Akuk mau makan dulu.” Teriak Galilh.
Tanpa ada penolakan Jaelani langsung melesat ke bangku Hani. Ini kesempatan emas bagi Jaelani untuk berkenalan sekaligus menanyakan hal yang terputus tadi.
Tidak lama kemudian Jaelani sudah sampai dan sudah siap dengan laptopnya.
“Han. Ayo belajar bareng.” Ajak Jaelani.
“Okee.”
“Eh, kita lanjutin yang tadi yah. Beneran kan kamu juga lihat?” Tanya Jaelani.
Hani menatap heran Jaelani. Karena saat ini Jaelani sedang memasang wajah yang serius.
~ Terima kasih, sudah mampir baca~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
Euis Teuki
yang terpuus
maaf author, di paragraf hampir terakhir ada typo.
aku komen tentang typo biar tulisan author lebih bagus lagi
author "wedding dress" mampir nih
aku udah like
2020-11-23
1