“Kenapa pak?” Tanya Hani panik.
“Anu mbak. Tadi saya lihat ada siswi menyabrang mendadak mbak.”
“Mana?”
“Itu.” Pak Rian menunjuk ke jalan raya.
“Loh gak ada.” Lanjut pak Rian.
Mata Hani mencari – mari siapa yang di maksud pak Rian. Sedangkan pak Rian menancap gasnya kembali. Kali ini dia mengendarai lebih lambat dari biasanya. Pak Rian masih merasa ketakutan setelah kejadian tadi.
“Tadi mbak. Seragamya sama kayak mbak Hani.” Ucap pak Rian.
“Masak sih pak?.” Hani terkejut.
“Iya mbak.”
“Ah udah lah pak. Santai aja. Kali aja kan dia larinya kayak keretea. Wuzz. Hahaha.” Ucap Hani sambil bercanda.
Pak Rian yang mendengar itu sedikit lega. Dia sedikit terhibur karena ucapannya Hani.
...***...
Di rumah Hani.
Hani di rumah sendirian. Karena kedua orang tuanya biasa pulang setelah jam enam. Jadi mereka hanya bisa berkumpul saat makan malam saja. Hani berjalan pelan – pelan menaiki tangga menuju kamarnya.
“Mbak Hani mau makan apa mbak?” Tanya budhe Inem yang berjalan dari dapur.
“Hah!” Hani terkejut.
“Budhe....!” Lanjutnya kesal.
“Mbak Hani kok jadi gampag kaget sih mbak?”
“Ck, gak kok. Oh iya budhe tadi tanya apa?”
“Mau makan apa mbak?”
“Loh belum masak?”
“Belum mbak. Kan saya baru datang mbak.”
“Kenapa?”
“Saya sekarang setiap siang ke sini, sore pulang mbak. Soalnya mak sama anak saya sakit.”
“O.... Terserah budhe. Pokoknya yang simpel,”
Hani lanjut melangkah menuju kamarya.
Saat membuka pintu. Dia teringat kembali kejadian dua hari yang lalu. Dia menghembuskan napas berat dan melangkah perlahan. Sebelum menutup pintu kamarnya. Hani memeriksa setiap sudut kamarnya. Mengecek keadaan sekitar. Setelah yakin aman. Dia menutup pintunya.
Kemudian dia melempar tas punggungnya ke ranjang, di susul dengan menjatuhkan dirinya juga ke ranjang. Matanya menatap langit – langit kamarnya. Perlahan dia menutup matanya dan membuka matanya juga perlahan.
Saat membuka mata dia merasakan hal aneh. Biasanya sesepi apapun rumahnya. Dia masih bisa mendengar suara jam berdetik.
Tapi ini, dia tidak mendengar apapun. Seakan - akan dia berada di ruangan kedap suara
Hani melirik ke kanan dan ke kiri.
“Hah. Tenang. Ini masih di kamar kok.” Ucap Hani menenagkan diri.
Kemudian dia mengedipkan matanya.
“Aaaaaaa” Teriak Hani.
Dia langsung bangun dari tidurnya. Jantungnya berdegup kencang. Keringat dingin mulai bercucuran. Ternyata saat Hani berkedip tadi. Dia melihat seseorang yang gantung diri tepat di atasnya.
“Apan tadi?”
Tok tok tok
“Hah? Buka aja budhe.” Teriak Hani.
Tetapi kenapa budhe gak masuk. Padahal jelas – jelas Hani mendengar suara ketukan pintu.
“Budhe.” Hani memastikan lagi.
Tidak ada jawaban. Hani penasaaran, dan akhirnya dia beranjak dari ranjangnya dan menuju pintu kamarnya. Dia melangkah perlahan.
Ceklek.
Gangang pintu tiba – tiba bergerak. Hani sempat tersentak. Dia menunggu pintu itu terbuka. Ternyata tidak terbuka. Dia melanjutkan langkahnya tadi. Baru dua langkah. Pintu itu mulai terbuka sedikit. Hani mengeser badannya dan mengintip dari celah keci di sana. Tidak terlihat apa apa.
Sampai dekat pintu dia menarik paksa pintunya. Sehingga pintunya terbuka dan menghembuskan udara di depan Hani. Kemudian Hani terjatuh kebelakang. Dia terkejut.
“Budhe.”
“Loh, mbak Hani tidak apa apa?” Tanya budhe Inem sambil membantu Hani berdiri.
“Budhe. Jangan bikin aku kaget dong.” Gerutu Hani.
“Loh saya juga kaget mbak. Tiba – tiba pas saya mau ketuk pintunya. Eh... Pintu terbuka, mana bukanya cepet mbak.”
“Bukanya pintu nya tadi udah kebuka sedikit ya?”
“Enggak tuh mbak. Masih tertutup rapat.” Ucap budhe Inem.
“Monggo mbak. Makan dulu, di bawah oseng tahu sudah jadi.” Lanjutnya sambil berbalik badan akan meninggalkan Hani.
“Tunggu budhe. Ikut.” Ucap Hani sambil menarik lengan budhe Inem dan tangan kirinya menutup pintu dengan membating pintunya.
Hani mencengkram lengan budhe kuat – kuat dan berusaha berjalan sejajar dengan budhe Inem. Dia tidak ingin sendirian sekarang. Dia tidak ingin menemukan hal – hal di luar nalar lagi. Yang dia inginkan sekarang. Bisa makan dengan tenang.
...***...
Di dapur.
“Budhe di sini dulu ya.” Pinta Hani.
“Kenapa mbak?”
“Pokoknya di sini.”
“Iya deh mbak, Saya sambil cuci piring ya mbak.”
“Oke oke. Pokoknya jangan pergi. Kalau sudah selesai duduk di sini saja.” Ucap Hani sambil menepuk kursi di sebelahnya.
Hani memakan makan siangnya dengan lahap. Matanya tidak lepas dari budhe. Dia memilih melihat punggun budhe sambil makan. Dia tidak ingin mengalihkan pandangannya. Dengan melihat budhe dia merasa tidak akan melihat hal – hal mengerikan.
Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 17.00. Seharusnya sekarang budhe Inem bersiap untuk pulang. Tapi Hani masih menempel ke budhe. Dia tidak mau di tinggal sendirian di rumah.
“Saya harus pulang mbak. Lepasin ya mbak.”
Pinta budhe Inem.
“Gak mau.”
“Ayolah mbak. Kasian mak sama anak saya di rumah.”
“Budhe di sini sampai mama papa pulang aja.”
Hani masih bersikeras mencengkeram lengan budhe Inem. Tubuhnya masih bergelayut di lengan budhe Inem. Namun budhe Inem juga berusaha keras melepas sambil berjalan menuju pintu keluar.
“Mbak Hani kalau takut nongkrong sama pak Herdi aja mbak di depan."
“Oh iya ya.”
Hani langsung melepas cengkramannya dan berlari meninggalkan budhe Inem di rumah. Hani berusaha sebisa mungkin untuk tidak di dalam rumah sendirian.
“Sebenarnya ada apa sih sama mbak Hani?.” Tanya budhe entah kepada siapa.
...***...
Di pos satpam.
“Pak Herdi. Pak Rian.” Teriak Hani mengagetkan pak Herdi dan pak Rian yang ada di depan pos satpam.
“Ada apa mbak?” Tanya pak Rian.
“Tumben mbak datang ke sini.” Ucap pak Herdi.
“Pengen disini boleh?” Tanya Hani.
“Boleh.” Jawab pak Herdi dan pak Rian bersamaan.
“Lagi order makanan mbak kok main kesini?.” Tanya pak Rian lagi.
“Gak pak. Pengen aja.” Jawab Hani.
Pak Herdi dan Pak Rian heran dengan tingkah Hani yang tidak biasa ini. Mereka merasa ada yang aneh dengan Hani. Mereka menatap Hani sangat intens. Tapi Hani pura – pura tidak tau. Dia malah sudah duduk santai menonton TV di dalam pos.
Kemudian budhe Inem datang menghampiri mereka.
“Pulang dulu ya Her, Yan. Titip mbakk Hani. Kayaknya dia ketakutan di rumah sendiri.” Ucap budhe Inem.
“Lah, biasanya kan juga di rumah sendiri.” Ucap pak Herdi.
“Emang di dalam ada apa sih mbak nem.” Tanya pak Rian.
“Gak tau tanya aja sendiri. Duluan yah.”
Budhe Inem pergi meninggalkan mereka bertiga. Pak Herdi dan pak Rian yang penasaran ingin sekali bertanya. Tetapi mereka juga ragu. Takut kalau pertanyaannya nanti menyingung, atau membuat mbak Hani tidak nyaman.
Saat ini Hani memang sedang duduk menghadap TV tetapi di dalam pikirannya masih memikirkan hal – hal aneh yang terjadi padanya.
“Katanya rohnya udah di kurung. Tapi aku tetep aja di ganggu. Apa paranormal itu abal abal?" Pikirnya.
~ Terima kasih, sudah mampir baca~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
Daratullaila🍒
hai author aku mampir lagi membawa like, semangat up nya💪
jangan lupa baca episode baru cic
salam dari calon istri ceo☺💖
2020-12-04
1
Euis Teuki
mungkin ada roh yang lain
author "wedding dress" mampir nih
aku udah kasih like
2020-11-24
2