part 3

..."Kadang-kadang kita berfikir untuk bahagia itu sangat sulit, tapi sekarang aku sadar bahagia itu sangatlah sederhana, tidak serumit dan sesulit pemikiran kita. "...

...Zahira Al mahyra....

                         ***

  Zahira melangkah pelan melewati pintu belakang di tokonya, ia berjalan menuju ruangan nya yang bertuliskan Al Mahyra.

  Beberapa saat kemudian ia keluar melihat pegawai tokonya yang tengah sibuk melayani pembeli, Zahira melirik Nadia dan Radit yang tengah duduk di dekat jendela, lalu Zahira pun menghampiri mereka.

"Kalian nggak pesan sesuatu? " tanya Zahira melihat meja mereka masih kosong tanpa ada minuman.

"Emang kita boleh pesan? " Nadia balik bertanya.

Zahira menatap Nadia dengan muka datar seraya memanggil pegawainya.

"Ta, bikinin dua jus apel sama roti yang yang paling di gemari. " kata Zahira pada pegawainya.

"Baik bu" kata pelayan tersebut lalu meninggalkan Zahira, Nadia dan Radit.

"Kalian aku tinggal dulu ya, aku mau ketemu adikku dulu. kalian pesanlah yang kalian suka nanti aku kesini lagi"

Zahira mengambil kunci mobil dari tangan Radit dan beranjak pergi.

"Hati-hati klo nyetir Ra "

Zahira tersenyum ke arah Nadia lalu segera keluar.

   Zahira memarkirkan mobilnya di depan sebuah cafe, ia berjalan memasuki cafe tersebut dengan santai, bibirnya tersenyum saat melihat seorang pria tengah menunggunya.

"Udah lama nungguin mbak Al? " tanya Zahira kepada pria yang tengah duduk di depan nya.

pria itu menoleh ke arah Zahira lalu senyum yang sempurna keluar dari bibirnya.

  Pria itu Muhammad Ali adik dari Zahira, pria itu mencium punggung tangan Zahira lalu keduanya duduk.

"Udah pesan makan? " tanya Zahira pada adiknya itu.

"Belum, Ali nungguin mbak" jawabnya pria itu dengan tawa yang nakal.

"Ayo pesan makan dulu, pesanlah makanan yang kamu suka"

"Beneran? " tanya Ali dengan wajah senang.

"Iya, klo mau bungkus juga nggak apa-apa, pesan aja nanti mbak yang bayar. "

"Eum.. Baiklah klo gitu"

  Zahira dan Ali makan dalam diam, setelah selesai Zahira menatap adiknya itu dengan wajah tersenyum saat melihat makanan yang ia bungkus untuk di bawa pulang sangat banyak.

"Mau apalagi Al? Apa mau makan lagi atau gimana? "

Ali tampak sedang berfikir namun sesaat kemudian ia tersenyum.

"Mbak pulang bareng aku yah? " ajaknya pada Zahira.

Seketika Zahira tertunduk dan terlihat muram.

   Zahira mengambil uang dari tasnya yang sudah ia siapkan ia memberikan nya pada Ali.

"Al, Uang ini tolong kasih ke ibu. kalo kurang kamu hubungin mbak ya, masalah pulang kamu jangan khawatir, mbak pasti pulang tapi nggak sekarang"

Ali menghela nafas karena ia yakin pasti Zahira akan menolaknya.

"Baiklah " katanya mengiyakan.

"Datanglah ke rumah hari sabtu, ajak juga Fatah tapi minta izin dulu sama ayah"

"Ayah sama ibu rindu sama mbak, udah dua tahun lebih mbak nggak pulang, dan ada yang mau Ali sampaikan sama mbak" Ali terlihat sedih.

"Apa yang mau kamu sampaikan? " tanya Zahira dengan wajah penuh tanda tanya.

"Eummm... Tolong beliin Ali motor" ucapnya begitu pelan.

"Kenapa motormu yang dulu? "

"Motornya di jual untuk bayar utang"

Zahira tertegun karena merasa bersalah terhadap keluarganya, tidak seharusnya dia lari dari keluarganya hanya karena terluka dan merasa kecewa.

"Baiklah, kamu pulanglah sekarang, mbak pesankan taksi online untuk mengantarmu pulang, masalah motor nanti mbak belikan. "

"Makasih mbak"

  Zahira tersenyum lalu memeluk adiknya itu dengan penuh rasa bersalah, karena telah mengabaikan keluarganya.

Setelah menemui adiknya Zahira kembali ke toko kuenya dan pulang bersama Nadia dan Radit, sepanjang perjalanan ia hanya diam memikirkan perkataan Ali.

   Sekitar jam dua belas malam Zahira masih belum tidur, ia duduk di dekat jendela menatap malam yang begitu hening.

"Belum tidur Ra? " tanya Nadia lalu menghampiri Zahira.

"Belum ngantuk" jawabnya.

"Kamu mikirin apa? Apa keluargamu baik-baik saja? Kulihat sejak bertemu adikmu, kamu tampak diam "

Zahira menghela nafas panjang dan terlihat sendu.

"Apa yang kamu bilang itu bener, aku seharusnya aku tidak larut dalam kekecewaan, tidak seharusnya aku terus begini. menjauhi keluargaku, bahkan aku mengabaikan mereka, dan melupakan kewajiban ku sebagai anak tertua, mengabaikan tanggung jawabku hingga mereka menderita "

Air mata Zahira mulai menetes.

"Aku egois banget, aku udah jahat sama mereka. disini aku hidup enak, punya toko, punya dua rumah, punya restoran, karir yang cemerlang, tapi aku mengabaikan keluarga ku karena terluka, dan menghindari mereka karena terus menerus egois yang ku sebut malu"

Nadia memeluk Zahira dengan mata yang berkaca-kaca.

"Ra, kamu masih bisa memperbaikinya, ini belum terlambat, kamu masih bisa membahagiakan mereka "

Zahira menangis sesenggukan di pelukan Nadia ia merasa begitu sedih.

"Berhentilah menangis, saat liburan nanti kamu pulanglah, lagian bentar lagi liburan tahun baru, kamu bisa menghabiskan waktu liburan kamu di sana, mumpung kamu nggak ngajar. "

"Makasih ya" kata Zahira tersenyum.

"Ra, kamu harus bisa menghadapi apa yang telah terjadi, kamu harus bisa menerima segalanya, kalo kamu lari terus menerus, kamu tidak akan bisa melanjutkan hidup meski karirmu sukses"

"Iya aku ngerti, in syaa allah mulai sekarang aku akan berusaha melangkah maju"

"Aku ada kabar baik untukmu "

"Kabar baik apa? " tanya Zahira mengernyitkan dahi.

"Novel mu yang berjudul Cinta di musim hujan akan di rilis menjadi film" kata Nadia tampak sangat senang.

"Alhamdulillah ya allah, aku seneng dengernya "

"Lusa aku tinggal membicarakan nya, tapi untuk tanda tangan kontraknya, manager nya minta kamu ikut dan tanda tangan secara langsung"

  Zahira tampak sedang memikirkan nya dan masih menimbang-nimbang apakah ia harus ikut atau nggak .

"Baiklah kalo begitu. " kata Zahira lalu menghela nafas.

"Tidurlah, esok aku akan mengurus kontrak kerjasama nya"

Nadia lalu pergi meninggalkan Zahira di kamarnya. sedangkan Zahira masih terdiam, ia mengambil foto yang bertengger di atas nakas.

"Ira kangen mah, Zahira merasa bersalah " liriknya pelan memeluk foto tersebut.

                           ***

   Keesokan harinya saat jam makan siang Zahira sedang berkutat di ruangan nya, ia masih fokus dengan laptopnya dan sibuk mengetik sehingga suara berisik mengganggunya, padahal ini jam istirahat, biasanya anak-anak sibuk di kantin sekolah.

   Zahira keluar dari ruangan nya dan melihat murid-murid nya histeris melihat pria yang sedang dikerumuni murid-murid nya karena ketampanan pria tersebut.

"Apa anak-anak ini kurang kerjaan sampek pria aja dikerumuni? " pikirnya dalam hati lalu kembali masuk dan fokus pada laptopnya.

  Zahira masih berkutat di laptopnya karena ia tidak punya jadwal mengajar di jam kedua, iapun masih fokus mengetik sesekali ia memperbaiki kacamata nya sampai seorang pria memanggilnya.

"Maaf ruangan ibu Diana dimana ya? " tanya pria yang tengah berada di depan pintu Ruangan Zahira.

"Tanya saja sama guru lain" kata Zahira cuek tanpa mengalihkan pandangan dari laptopnya dan masih mengetik.

"Tapi guru lain nggak ada, hanya anda saja yang ada"

"Carilah guru lain" tolak Zahira lagi.

"Hanya ada ibu disini" sahutnya lagi pria itu.

   Zahira terlihat sebal lalu berbalik menatap pria tersebut.

Wajah yang halus, mata yang Indah, dan alis yang hitam dan rapi, hidung yang tampak mancung, bibir nya merah dan tampak mungil, wajahnya cantik bahkan meski tanpa make up, pria itu tertegun menatap Zahira.

"Saya sudah bilang kan tanya sama guru lain, saya sedang sibuk!" ucapnya penuh penekanan tanpa mengalihkan wajahnya dari laptop di depan nya.

"Tapi guru lain lain tidak ada" kata pria tersebut.

   Zahira menghela nafas lalu berjalan meninggalkan ruangan nya di ikuti pria tersebut.

Zahira berhenti di sebuah ruang Bk.

"Silahkan cari sendiri di dalam" ujar Zahira lalu meninggalkan orang tersebut.

   Sekitar jam dua belas zahira membereskan laptopnya lalu meninggalkan ruangan nya karena ia harus mengajar di tempat campus Nadia.

"Mau kemana Ra? " tanya radit memarkirkan motornya.

"Mau ngajar, udah tahu rapi begini" ucapnya ketus lalu memakai helm ke kepalanya.

"Hei! biasa aja kali, aku nanya baik-baik kok" ucap Radit tampak kesal.

"Terserah aku, jangan lupa besok anterin aku sama Nadia" ujarnya lalu pergi meninggalkan Radit.

  Radit mendengus kesal melihat sikap Zahira yang ketus dan bagi Radit sikapnya sangat menyebalkan, bukan hanya kata Radit bahkan kata para guru.

Radit berjalan ke ruang Bk dan melihat seorang pria yang tak asing.

"Razi? " tanya Radit pada pria tersebut.

Pria tersebut tersenyum lalu memeluk Radit.

"Kok bisa di sini? "

"Aku di tugaskan ke sini untuk beberapa  bulan ke depan" kata pria yang begitu tampan yang bernama Fahrur Razi Al Kaady.

"Tahu dari mana kalo ruangan ku disini? "

   Razi tertawa mengingat pertemuannya dengan seorang guru jutek yang tak lain adalah Zahira, ia duduk lantas menceritakan nya pada Radit.

"Hahaha.. Pantas saja tadi Zahira ketus bener, ternyata kamu penyebabnya. "

"Zahira? " tanyanya pada Radit.

"Ia, namanya Zahira Al mahyra. dia temanku, tapi ya gitulah sikapnya, tapi dia baik kok aslinya"

"Al mahyra? Kek nama penulis yang terkenal itu nama belakangnya. "

Radit menelan ludahnya dan serasa kering tenggorokannya.

"Al mahyra itu kan banyak Razi " terangnya.

"ya sudah aku masuk kelas dulu ya" ujarnya lalu Radit pamit untuk mengajar.

"Hidup itu ibarat buku, jika kamu tidak membuka lembaran selanjutnya, bagaimana kita akan tahu cerita berikutnya"

Zahira Al Mahyra.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!