Terpaksa Menikahi Pelakor
Hari ini adalah hari berdebar nasional bagi Arya. Pertama karena tinggal menghitung hari saja menuju tanggal pernikahan untuk meminang Raya perempuan yang sangat ia cintai untuk menjadi istrinya.
Lalu kedua karena ia telah divonis harus menikahi perempuan lain yang sama sekali tidak dikenalnya, yang berarti ia harus membatalkan pernikahannya dengan Raya. Hal mengejutkan lain yang membuat debaran jantungnya semakin kencang adalah bahwa perempuan itu sedang mengandung anak yang tidak diketahui entah lelaki mana ayahnya.
Dan menyebalkannya lagi, semua debaran ini terjadi tepat di hari yang sama.
"Ya ampun Tuhan..cantik banget!" ucap Arya takjub, di atas sofa ia duduk mencondongkan badannya, tangannya menakup mulut, ia nyaris berteriak kegirangan saat Raya membuka tirai ruang fiti untuk mencoba gaun pengantin.
"Gimana, Ay? Bagus ngga?" tanya Raya meminta pendapat sambil tersenyum. Nampak lesung di kedua pipinya makin membuat cantik gadis itu.
"Bukan bagus lagi Ay,, ini sempurna. Seperti bidadari dari surga." Ujar Arya masih tetap menakupkan tangan di mulutnya di atas lutut. Dadanya bergemuruh. Baginya Raya tampak begitu memukau.
"Iihh Ayang! Aku tuh minta komentar kamu. Dari tadi bilang cantik lah, seperti dewi lah, seperti bidadari lah. Aku kan jadi bingung dari tadi coba-coba ga ada yang kamu pilih satupun. Mana yang cocok nih ih." Ucap Raya ngambek sambil menjatuhkan dirinya duduk di sofa disamping Arya.
Arya yang sedari tadi sadar akan debaran di dadanya kini semakin berdebar kala melihat bibir kecil Raya mengerucut cemberut. Ingin sekali rasanya ia cubit bibir itu, namun karena Arya ini pria kaku, dia tidak melakukannya. Ia biarkan keinginannya hanya sebatas di hati saja.
Arya ini pria kaku dengan prinsip kuat. Bagi dia selama Raya belum sah menjadi istrinya, itu artinya gadis ini bukan miliknya. Jadi tidak ada hak untuk Arya melakukan apapun pada gadis itu. Jangankan mencubit bibir mungil Raya, berpelukan pun tak pernah, apalagi menciumnya. Aduuhh jauh-jauh deh buang pikiran seperti itu. Hal tervulgar bagi Arya selama pacaran hanyalah satu, yaitu bergandengan tangan.
Saat Raya duduk disebelah Arya, gadis itu sengaja menjatuhkan kepalanya di pundak laki-laki itu membuat Arya salah tingkah. Dengan cepat Arya menarik pundaknya sehingga Raya hampir terjerembab ke samping belakang Arya.
Raya lalu membetulkan posisi duduknya sambil memelototi Arya dengan tajam. Arya hanya sedikit berdeham sambil ikut membetulkan posisi duduknya dan bersikap biasa-biasa saja seperti merasa tak bersalah.
Raya yang sudah hafal sikap Arya tak ambil pusing lagi, lantas ia menarik tangan Arya. Menggenggamnya kuat-kuat sambil berbisik "Kamu benar-benar cinta sama aku kan, Ay?" tanya Raya sambil menatap kedalaman mata Arya lekat-lekat.
Arya membalas tatapan mata itu. "Mana mungkin aku menikahi wanita yang tidak aku cintai. Kamu kan tau hanya kamu satu-satunya wanita yang ingin aku miliki di dunia ini."
Mata Raya berkaca-kaca mendengar hal itu. Lalu seperti termakan suasana, tanpa sadar wajah mereka saling mendekat. Hanya beberapa centi saja bibir mereka akan bersentuhan, tak lama kemudian...belum sempat mereka bertautan Arya mendorong kening Raya dengan jari telunjuknya ke belakang sambil menggelengkan kepala.
"Dasar wanita nafsuan." Ucap Arya sambil bangkit berdiri bersiap-siap mencoba jas pengantin miliknya.
"Padahal tadi kamu loh yang paling semangat monyong-monyong." ucap Raya menahan tawa, mendengar hal itu membuat wajah Arya memerah lalu menunjuk dirinya sendiri seolah berkata 'yang benar saja. Aku kayak gitu?'.
****
Setelah selesai fiti baju pengantin Arya pun mengantarkan Raya ke rumah dengan mobil HRV kesayangannya meski ia sanggup membeli lamborghini sekalipun tapi Arya tak mau. Bagi dia meski dia kaya raya dan anak penerus sebuah perusahaan besar tapi dia pikir untuk apa beli mobil seperti itu? Tidak ada faedahnya kalau tidak berguna. Selain tipe yang kaku, Arya ini suka dengan hal-hal simpel. Ia juga tipe yang selalu memakai barang yang sangat ia suka tak peduli berapapun harganya mau itu mahal ataupun murah. Bahkan hingga saat ini ia masih memakai jam tangan lusuh pemberian sahabatnya waktu SMA.
Walau bertolak belakang dengan kepribadiannya yang rapih dan bersih tapi ia tak malu memakai jam itu karena ia suka dan sangat menghargainya.
Hari tak terasa sudah malam, di lihatnya jam tangan miliknya udah menunjukkan pukul 8.
Setelah menurunkan Raya di depan rumahnya, Arya langsung melajukan mobilnya pulang. Tampak dari kaca spion Raya melambaikan tangan di belakang sana.
Arya tersenyum senang melihat Raya masih memperhatikan kepergiannya. Sesaat hati pria itu kembali berdebar mengingat saat Raya mengenakan gaun pengantin sore tadi. Calon istriku benar-benar cantik, pikir Arya.
Waktu menuju ke rumahnya terasa lebih sebentar karena pikiran Arya yang masih melayang dengan hati gembira riang.
Tak terasa dia sudah sampai di rumahnya lalu memarkirkan mobilnya digarasi keluarganya yang luas, tapi ia merasa ada yang tak biasa. Ada dua mobil asing yang ikut terparkir disana. Mobil siapakah itu?
Pria itu lekas menuju rumahnya, sesampainya didalam ia terheran banyak sekali pasang mata yang menatapnya seolah memang sedang menantikan kehadirannya.
"Kamu udah pulang, Nak?" Sapa Mama menghampiri Arya, seolah sedang hati-hati atau lebih tepatnya seperti mempersiapkan diri Arya untuk sesuatu yang tidak diketahuinya.
Arya menatap tamu-tamu itu satu persatu. Ada 3 orang disana, satu orang pria setengah baya, seorang wanita yang juga setengah baya, dan satu lagi adalah orang yang sudah ia kenal. Pak Randy, ayah Raya.
"Halo semuanya," sapa Arya "Loh Om kok ada disini? Ada perlu sesuatu ya Om buat pesta nanti?" tanya Arya menerka ada yang masih harus diurus mengenai pesta pernikahannya dengan Raya.
Pak Randy mengulum bibirnya sebentar, seolah tak rela mengatakan sesuatu yang hendak ia ucapkan.
"Bukan, Nak. Bukan mengenai pesta pernikahan. Ini sesuatu yang lebih penting, Om mau kamu membatalkan pernikahan kamu dengan Raya." ujar Pak Randy.
Seperti jatuh dari langit rasanya saat Arya mendengar hal itu. Dadanya berdegup kencang, kupingnya memerah.
'Aku ga salah dengar kan? Apa aku mimpi?' pikir Arya.
"Mari kamu duduk dulu bersama kami." ajak Papa Arya tapi pria itu tetap diam tak bergeming saking syoknya seolah sedang dikutuk menjadi batu.
Mama merangkul lengan Arya untuk ikut bergabung bersama mereka. Arya seperti robot soak yang hampir kehabisan baterai. Ia pun menuruti ibunya duduk di sofa berbicara dengan mereka.
"Papa minta maaf sebelumnya sama kamu, Nak. Papa tau kamu suka dan sayang sekali sama Raya, tapi ada satu hal besar yang sedang terjadi dan ini menyangkut perusahaan. Kamu tau kan kalau perusahaan sedang masalah itu artinya berpengaruh juga pada kehidupan kita," terang Papa yang sama sekali belum dimengerti Arya kemana arah pembicaraan yang sebenarnya.
Papa diam sebentar sambil mengamati wajah Arya yang pucat, "Ini Pak Aga. Dia rekan bisnis Papa pemegang brand utama perusahaan kita, yang artinya dia ini pemegang jantung perusahaan. Ada hal yang terjadi pada putrinya... dan.." Papa diam sejenak sungkan untuk kembali berkata.
Mama menggenggam tangan Arya berusaha menguatkan untuk sesuatu yang akan dia dengar.
"... anak Pak Aga ini seorang selebgram, dia aktif memperkenalkan produk kita dan dia juga seorang brand ambassador kita yang sudah malang melintang di perikalanan televisi maupun media online. Semua orang yang mengikutinya juga tau kalo dia anak Pak Aga, anak bos besar brand ternama, dan perusahaan kita sedang melaju pesat berkat pemakaian brand ini, bukan hanya produk kita yang melaju pesat tapi kapasitas produksi di pabrik Om Randy pun bergantung pada produk kita yang memakai jasa brand milik Pak Aga ini. Sampe sini Papa tau kamu paham kan, Nak. Nah, masalahnya disini adalah anak Pak Aga ini. Namanya Marissa. Mungkin kamu pernah mendengar namanya walau tak pernah bertemu secara langsung... Dia ini perempuan cantik sama seperti Raya dan.. "
"Dan apa maksud pembicaraan ini, Pa?" potong Arya tak sabar. Ia tak perlu penjelasan tapi ia perlu kejelasan.
"Gini, Nak.. Papa ingin kamu menikahi Marissa." ucap Papa membuat panas kepala Arya seakan semua darah dalam tubuhnya naik ke kepala dan memenuhi otaknya.
Apa-apaan ini? Bagaimana Papa bisa mengatakan hal seperti itu padaku, bahkan di depan Om Randy? Dan mengapa Om Randy tak menolak atau membantah seolah menyetujui hal ini?
"Pa, Arya tidak bisa. Bagaimana Arya menikahi orang lain yang Arya sendiri tidak kenal sedangkan tanggal pernikahan Arya dan Raya sudah di depan mata tinggal menghitung hari saja," tolak Arya mentah-mentah. "dan maaf Pa, Arya lelah seharian habis fiti baju pengantin bersama Raya. Dan tak ada alasan juga Arya duduk disini mendengarkan cerita Papa." kata Arya sambil beranjak berdiri.
"Arya!" bentak Papa. Mama langsung meraih tangan Arya memohon agar tidak pergi.
"Papa belum selesai bicara! Kamu harus menikahi Marissa, dia sedang hamil. Kalau kehamilannya sampai diketahui banyak orang akan menjadi bencana besar untuk perusahaan." seru Papa.
"Apa?" tanya Arya heran sambil menaikkan sebelah bibirnya.
"Kalau dia hamil, ya dia seharusnya menikah dengan pria yang menghamilinya. Bukan malah dengan Arya." Ucap Arya sambil membuang muka.
"Ini hanya sementara, Arya." ucap Mama lembut.
"Iya nak Arya, ini hanya pernikahan sementara. Kawin kontrak saja. Kamu hanya perlu menikahi putri kami hingga dia melahirkan saja. Setelah itu kamu boleh menceraikannya." Ujar wanita paruh baya, salah satu dari tamu yang sedari tadi hanya diam saja.
"Lalu bagaimana dengan Raya? Apa dia akan terima Arya menikah dengan wanita lain sedangkan tanggal pernikahan kami sudah di depan mata." tanya Arya.
"Tenang saja, Nak. Biar Om nanti yang bicara sama Raya. Dia pasti mengerti. Dia pasti akan menungu kamu, kok. Tentang tanggal pernikahan kamu tak perlu khawatir, kami sudah sepakat kamu dan Marissa menikah di tanggal yang sama. Tanggal yang seharusnya kamu menikahi Raya. Dengan begitu tak akan ada kabar simpang siur terjadi kepadamu." Jelas Om Randy mudah. Ya, begitu mudahnya ia berbicara seperti itu seolah Raya bukan anaknya. Memang tak akan masalah untukku karena tamu undangan, saudara, kerabat keluarga pun tak ada yang tahu wajah Raya seperti apa karena Arya jarang sekali membawa dia ke acara keluarga besar kecuali makan bersama hanya kedua keluarga inti saja. Saudara dan kerabat Arya yang pernah bertemu Raya mungkin hanya sekali, itu pun mereka pasti tak akan ingat wajahnya. Arya bahkan tak punya teman yang pernah ia kenalkan dengan Raya.
Tapi bagaimana dengan Raya yang pergaulannya luas dan temannya banyak. Sudah kepalang Raya menyebar undangan lalu teman-temannya datang ke pernikahan yang wanitanya bukan Raya. Apa kata mereka nanti, bagaimana Raya akan menjelaskannya?
Dan lagi bukan itu saja yang ia permasalahkan, Arya pun tak habis pikir bagaimana orang tua-tua ini tega menggerakkan anak mereka dengan seenaknya seakan anak mereka itu boneka. Mengapa orang tua-tua itu tak meminta persetujuan Arya dan Raya, tapi malah berdiskusi sendiri tanpa memikirkan perasaan mereka.
Arya sangat berpikir keras, hatinya terlalu kecewa untuk mendengarkan ini semua.
"Kalau Arya tidak mau, bagaimana?" ancam Arya.
"Kita semua akan berakhir, Nak." Jawab Papa. "Produk kita bergantung pada brand ini, begitupula jalannya produksi pabrik Om Randy. Sumber kehidupan pabriknya ada di produk kita. Bagaimana Om Randy dapat menggaji karyawannya jika mereka tak memiliki orderan sama sekali? Akan banyak orang yang kena PHK. Termasuk karyawan kita. Nama brand ini melekat pada Marissa. Jika mereka tau Marissa hamil di luar nikah akan menjadi berita besar. Produk kita akan dicekal. Brand Pak Aga akan di batasi penjualannya karena Marissa ini brand ambasadornya yang akan dianggap memberi pengaruh yang tidak positif. Dan Om Randy di ambang krisis kebangkrutan karena sebelum produksi produk kita Om Randy sempat pinjam uang pada bank untuk memberi pesangon pada karyawan nya yang sempat kena PHK. Sekarang Om Randy sedang berjuang bangkit kembali, Papa yakin Raya pun akan setuju jika mengetahui kondisi ini."
Arya terkekeh. "Arya sama sekali tidak mengerti maksud pembicaraan Papa. Bagaimana Papa tau Raya akan setuju pada hal yang tidak masuk akal seperti ini? Dan Arya rasa tak ada hubungannya brand ini dengan kehidupan Marissa dan kehidupan kita, juga kondisi pabrik Om Randy. Orang hanya berpikir perempuan itu tidak memberi hal positif tp dalam sekejap mereka akan lupa, dan kita hanya perlu mengganti brand ambassador saja. Atau kita menciptakan produk dengan nama lain dengan kualitas yang sama seperti produk kita yang lama, dan kita tetap bisa produksi di pabrik Om Randy. Kenapa semua di buat begitu sulit? Dan perempuan bernama Marissa itu sama sekali bukan halangan. Kita hanya perlu mencari alasan saja mengganti dia dengan brand ambasador yang lain. Kita bilang saja Marissa tidak mau memperpanjang kontrak atau alasan lainnya. Dengan begitu dia bisa melahirkan tanpa diketahui khalayak netizen dan orang-orang pada umumnya." terang Arya. Ia merasa hebat bisa memecahkan masalah yang sebenarnya tak sulit, jika dipikirnya.
"Andai memang semudah itu, Nak.." Pak Aga mendesah pelan, "masalahnya anak kami hamil hasil dari hubungan dia merebut suami orang. Dia selingkuh dengan suami orang, dan sempat membuat gaduh di instagramnya dengan mengatakan dia hamil anak suami orang dan meminta pertanggungjawaban agar laki-laki itu meninggalkan istri sahnya. Banyak komentar negatif bermunculan. Bukan hanya mengenai dirinya saja, tapi merembet juga pada bisnis perusahaan. Komentar mereka bahkan ada yang ingin memboikot produk kita karena kasus Marissa ini." jelas Pak Aga.
"Lalu apa hubungannya dengan saya, Om? Itu kan anak Om, tidak ada hubungannya dengan saya. Kenapa saya harus terseret pada semua masalah ini. Om itu ayahnya, harusnya Om mencari cara yang benar bukan malah menyeret dan merugikan orang!" ujar Arya kesal.
"Arya!" bentak Papa.
"Memang benar saya ayahnya, karena saya ayahnya makanya saya mencari jalan keluar dan jalan satu-satunya itu hanya kamu, Nak." kata Pak Aga. "Hanya menikah dengan kamu itu akan mematahkan gosip bahwa dia merebut suami orang, kamu tau kan isu-isu perebut suami orang itu sedang viral-viralnya di negeri ini? Marissa sudah di cap sebagai pelakor. Isu seperti itu sangat sensitif sekali. Kesalahan Marissa memang berselingkuh dengan suami orang, tapi netizen tidak mau tau. Kehidupan Marissa semua di ulik termasuk brand kita yang melekat pada dirinya." Jelas Pak Aga lagi
"Haahh?" Arya mendelik.
"Nak, saya bukan hanya seorang ayah, tapi saya juga seorang suami dan juga pengusaha. Saya ini bos yang memiliki anak buah dengan kantor cabang di seluruh Indonesia. Saya tidak akan membiarkan hal buruk terjadi pada putri saya, tapi saya juga tak akan diam jika perusahaan saya diambang kehancuran. Karena itu saya memilih cara ini. Dan saya tau segala sesuatu harus ada timbal balik, saya tidak ingin merugikan satu pihak pun diantara kita. Saya tidak ingin menyakiti kamu dan pasanganmu Raya, saya hanya ingin kalian menambah waktu untuk sampai pelaminan. Pernikahan kamu dan Marissa hanya sebatas tinta diatas kertas saja sampai waktunya tiba kamu bisa menghapus tinta itu. Dan kami sudah sepakat dengan papamu dan Pak Randy. Saya akan mengembangkan produk apapun yang diinginkan perusahaanmu untuk menggunakan brand kami dan dapat saya pastikan penjualan besar di setiap retail kami. Dan kami juga siap menambah produk yang bukan hanya milik papamu saja tapi juga milik rekan yang bergabung sebagai mitra kami untuk produksi di pabrik milik Pak Randy. Percayalah Nak, tak ada yang akan di rugikan disini." jelas Pak Aga panjang lebar.
Arya diam sejenak. Kepalanya penuh dengan segala sesuatu yang tak dapat dicerna oleh otaknya.
Apapun yang dikatakan Pak Aga tetap mustahil rasanya. Mereka bisa memikirkan karyawan mereka tapi tak bisa memikirkan perasaan anak-anaknya. Arya tau perkara karyawan itu hanya alibi untuk pemuas nafsu menjaga nama baik perusahaan mereka saja.
"Apa yang Pak Aga katakan itu benar, Nak. Tak ada siapapun yang akan di rugikan disini." Timpal Papa.
Bukannya membuat Arya tenang, kata-kata Papa malah semakin membuat Arya geram.
"Arya tak mau. Arya ingin memilih hidup Arya sendiri bukan menjadi boneka Papa atau siapapun." tegas Arya.
Arya sudah pusing sekali, rasanya ia mual jika harus berlama-lama disini. Maka ia pun putuskan untuk beranjak lalu pergi naik ke kamarnya tanpa berpamitan.
Papa mendesah "Percuma kamu mau melawan seperti apa Arya, tetap tidak akan merubah apapun." seru Papa dari kejauhan.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Herna Wati
itu lah jika hidup selalu diatur dgn bisnis maka tak da ketenangan
2021-06-02
1